Antika bermimpi. Dalam gelap yang seperti lorong panjang tak berujung, ia melihat sebuah ranjang rumah sakit… Dan Eyang Suradipraja duduk di sana. Bukan lagi kaku, bukan lagi koma, melainkan terbangun, menatapnya dengan mata tua yang penuh luka. “Antika…” Suara itu retak, nyaris seperti debu. “Maafkan Eyang… pulanglah… garis darah Adikara… tinggal padamu… jangan tinggalkan negeri ini…” “Eyang…?” Antika melangkah, tapi ruangan itu bergetar. Gelap berubah bentuk. Lampu-lampu padam. Kini ia berada di rumah lamanya. Di ruang tamu. Benar-benar gelap. Dan— Tali. Melingkar di langit-langit. Papanya berdiri di kursi, wajahnya basah air mata. “Papa… jangan! Papa jangan, tolong jangan!” Antika menjerit, berlari, berusaha meraih kakinya. Tali itu tegang. Jeritan itu berubah menjadi suara pecah y
Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books


