Pada akhirnya, untuk menghilangkan rasa sedih, seharian itu Antika memilih berjalan-jalan bersama Banyu. Mereka keliling kota mencari perlengkapan untuk inagurasi lusa seperti pita, papan nama, juga kain untuk dekorasi. Hari yang awalnya berat berubah jadi ringan. Banyu tahu bagaimana membuatnya tertawa, meski dengan lelucon receh atau gaya sok seriusnya saat menawar barang di toko alat tulis. Sore menjelang malam, mereka berhenti di gultik, warung gulai tikungan yang katanya paling legendaris di sekitar kampus. “Lo beneran belum pernah makan di sini?” “Gue gak sering makan di pinggir jalan.” “Ya pantes hidup lo se-stres itu. Hidup harus dicicipin dari bawah dulu, Nona.” “Dasar lo, filsuf gultik.” “Tapi beneran, ya. Nih, cobain yang ini. Kalo gak enak, gue traktir lagi besok.” Terny

