“Saya berhak untuk tidak menjawab, kan?” Nawa bertanya balik. “Kalau saya memaksa?” Nawa tersenyum masam. “Maaf, saya tetap tidak mau. Seharusnya saya saat ini sudah menikah. Tapi sayang jodoh saya dipanggil lebih dulu. Dan apa Sir tahu apa yang paling membuat saya merasa bersalah?” Brama menggeleng. “Sebelum dia meninggal, saya jujur kalau saya hamil. Ternyata kehamilan saya itu Sir yang atur dan tidak sungguhan. Kadang saya berpikir mungkin kalau saya tidak jujur, Mas Agung masih ada. Saya sebenarnya masih sangat kecewa sama Sir. Tapi saya kembalikan lagi. Bahwa ini semua takdir. Tahu tidaknya Mas Agung, mungkin dia tetap akan pergi.” “Sorry untuk itu. Saya tidak tahu kalau bakal runyam juga masalahnya. Nawa, tidakkah kamu ingin berusaha membuka hati lagi?” “Pertanyaan serupa juga