When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“A-apa? A-aku hamil?” Nawa memastikan. Ia mengubah posisi menjadi duduk. Brama celingukan, memastikan tidak ada yang mendengar percakapannya dengan Nawa. “Ya.” “Benarkah aku hamil?” Mata Nawa berembun. “Untuk apa aku bohong? Katakan, siapa yang harus bertanggung jawab dengan keadaanmu saat ini? Apa pacarmu itu?” Embun di mata Nawa turun. Setetes demi setetes berjatuhan. Remuk-redam hatinya mengetahui kenyataan ini. “Pe-pergilah, Mas. Aku ingin sendiri.” “Nawa, bukankah kita teman? Ayo, kita berbagi. Katakan, siapa yang harus aku temui agar ada yang bertanggung jawab? Aku yakin pasti pacarmu yang anggota TNI sialan itu.” “Kamu nggak tahu apa-apa. Jadi jangan ikut campur. Terima kasih karena sudah membawaku ke sini. Pergilah, bukankah kamu harus bekerja?” “Nawa, lihat aku! Aku akan