Setelah kejadian di tukang bakso kemarin sampai detik ini pula Dinda belum bertemu Bani lagi, oke tepatnya Dinda mencari cara agar tidak bertemu dengan Bani lagi dengan mendekam terus di kamar. Dinda bahkan berdalih tidak enak badan agar diizinkan Heriska makan di kamar. Dinda pikir lebih baik dia dan Bani seperti ini, kembali menjadi Dinda dan Bani yang hanya tau nama masing-masing dan terlibat hubungan aneh di sekolah antara orang yang dibully dan pembully. Selebihnya Dinda tidak mau memiliki hubungan dengan Bani meskipun itu hanya hubungan karena orang tua mereka bersahabat. Hidup Dinda sudah cukup sulit dengan keberadaan Bani sebagai ketua geng The Fabs, maka Dinda tidak butuh lagi keberadaan cowok itu sebagai yang lainnya. Cukup dengan satu cara dia mengenal Bani yaitu Bani si ketua geng The Fabs. Tidak ada Bani yang menjelma jadi Ian anak manjanya tante Ambar. Tidak ada Bani alias Ian yang meskipun manja tapi penurut. Tidak ada Bani alias Ian yang ramah dan begitu perduli kepada pekerja rumah tangga di rumahnya.
Ya, Dinda hanya perlu menanamkan satu saja tentang Bani di kepalanya yaitu sebagai Bani si cowok datar angkuh yang menjabat menjadi ketua geng The Fabs. Karena hanya dengan cara itu Dinda jadi tidak terlibat lebih jauh dengan Bani.
Tapi pagi itu Dinda memutuskan keluar dari kamar ketika mendengar info dari Heriska bahwa Bani sedang pergi ke pasar mengantar Bi Eem, salah satu asisten rumah tangga di villa itu ke pasar karena Mang Dudung tukang kebun sedang tidak bisa mengantar.
Jadi sebelum Bani kembali, Dinda berniat mengambil beberapa stok snack dan minuman dari rumah Joglo untuk dia bawa ke rumah sebelah. Persiapan untuk sehari lagi dia mendekam di dalam kamar agar tidak bertemu Bani.
Tapi Dinda akhirnya mengurungkan niat karena mendapati tante Ambar yang sedang berkutat di dapur. Meskipun tante Ambar lah orang yang memberi Dinda izin untuk mengambil apa saja yang Dinda inginkan dari dapurnya tetap saja Dinda merasa tidak enak kalau tante Ambar melihat Dinda mengambil banyak makanan dan minuman dari kulkasnya. Tengsin lah.
"Hai Din, nyari apa sayang?" tanya Ambar begitu melihat Dinda sedang berdiri di dekat dapur.
Dinda menggaruk kepalanya. "Eh itu tan... mau ambil air," jawab Dinda bohong.
Ambar tersenyum lalu kembali berkutat dengan masakannya.
Karena kepo dengan apa yang sedang Ambar lakukan, Dinda pun memilih mendekatinya. "Lagi ngapain, tan?" tanya Dinda sambil melongok ke arah frying pan yang berada di atas kompor.
"Oh ini... Tante lagi bikin makanan kesukaannya Bani."
Dinda melirik ke arah frying pan lagi. "Itu apa emang, tan?" tanya Dinda kepo. Entah kenapa Dinda kepingin tau apa sih makanan kesukaan makhluk sejenis Bani itu.
"Brokoli goreng tepung. Bani suka banget sama brokoli tepung yang dicocolin mayonaise."
Sumpah demi apapun Dinda ingin tertawa. Bahkan selera makan Bani seperti selera anak-anak. Dinda ingat betul sewaktu kecil dan Dinda benci jika di suruh makan brokoli, Heriska akan menggorengnya dengan tepung agar Dinda lebih tertarik untuk memakannya. Akhirnya beranjak remaja Dinda mulai terbiasa dengan rasa brokoli dan tidak perlu lagi menggunakan cara tersebut.
"Bani juga suka banget cream soup jagung buatan tante, dia kalo makan bisa abis sepanci sendirian," kata tante Ambar menjelaskan meskipun sebetulnya Dinda tidak bertanya.
Dan untuk menghargai sahabat baik mamanya tersebut, Dinda pun akhirnya menyimak dan mendengarkan penjelasan tante Ambar. Bahkan secara tidak langsung Dinda jadi belajar memasak makanan kesukaan Bani.
"Jadi Din, Bani itu sukanya nasi goreng tanpa kecap terus dia suka kalo kacang polongnya banyak. Simple banget 'kan ya?" tanya tante Ambar sambil menuang nasi goreng--makanan kesukaan Bani terakhir ke atas piring. "Dan dia juga nggak suka pedes. Emang selera makannya Bani sedikit mirip selera makan anak-anak."
Dinda manggut-manggut sambil membantu memotong-motong timun sebagai pendamping nasi goreng. Niatnya untuk mengambil snack justru berganti menjadi kursus singkat memasak makanan kesukaan Bani. Dan selain itu juga Dinda jadi dapat info lain tentang Bani.
Bani nggak suka pedas. Bani nggak suka capuccino tapi suka banget sama kopi hitam. Bani suka mayonaise. Bani penggemar nomer satu kerupuk udang.
"Assalamualaikum!" Dinda menegang begitu mendengar suara Bi Eem dari depan. Itu berarti Bani sudah kembali! Dengan terburu-buru Dinda menyelesaikan potongan timunnya dan mencuci tangan.
"Tante, Dinda ke kamar dulu ya..." pamit Dinda pada Ambar yang sedang mengumpulkan bekas peralatan memasaknya.
Ambar mengernyit. "Loh kok ke kamar? Kan ini waktunya sarapan, Din."
Dinda memutar matanya berusaha mencari ilham jawaban. "Eh anu tan, mau bangunin Mama dulu--eh iya itu."
"Oh si Heriska masih tidur? Pantes nggak keluar-keluar." Dinda tidak bisa mengatakan kepada Ambar bahwa mamanya itu sebenarnya sedang menonton acara gosip pagi di kamarnya. Karena kalau Dinda jujur, yang ada Ambar akan menahannya di sana dan Dinda pasti akan bertemu dengan Bani.
"Yaudah bangunin mama kamu gih, terus ajak makan."
Dinda mengangguk dan bergegas pergi sebelum Bani masuk ke dapur lewat pintu belakang rumah joglo yang memang lebih dekat ke rumah sebelah daripada lewat pintu depan.
***
Dinda lagi-lagi menghindar dari acara sarapan, makan siang sampai makan malam dengan berbagai alasan. Saat sarapan tadi Dinda sengaja masuk ke dalam kamar mandi dan berlama-lama di sana agar tidak perlu ikut sarapan bersama, lalu saat makan siang Dinda pura-pura terlelap dan susah dibangunkan sehingga baru makan siang satu jam kemudian dan tadi saat makan malam Dinda berdalih tidak lapar sama sekali dan kini Dinda terbangun malam-malam karena kelaparan. Good.
Dengan merapatkan jaket, Dinda pun memberanikan diri menyebrangi halaman menuju rumah Joglo untuk berburu makanan. Dan dalam hati berdoa semoga Bani sudah tidur agar mereka tidak berpapasan.
Dinda mengendap di dapur dan berusaha untuk mengambil makanan tanpa bersuara. Karena suara samar-samar dari televisi di ruang keluarga sedikit terdengar ke dapur maka Dinda berasumsi jika ada seseorang di sana. Setelah mengambil dua tangkup roti tawar yang sudah Dinda olesi nutella, Dinda bergegas kembali ke rumah sebelah. Tetapi jiwa kepo Dinda kumat dan dia justru mengintip lewat celah pembatas ke arah ruang keluarga. Ada Bani dan tante Ambar di sofa panjang yang bisa dialih fungsikan menjadi tempat tidur.
Dinda jadi teringat kata-kata tante Ambar, "Bani kalo tidur harus diusap-usap dulu kepalanya sama tante."
Dan benar saja, saat ini pemandangan yang Dinda lihat adalah posisi Bani yang merebahkan kepalanya di atas paha tante Ambar dan tangan tante Ambar yang berada di atas kepala Bani. Namun tampaknya tante Ambar juga sudah terlelap. Dinda berdecak kagum. Mungkin kalau orang lain yang melihat mereka bisa menyalah artikan pemandangan tersebut sebagai pemandangan romantis antara tante-tante cantik dan brondongnya. Romantis.
Dinda pun akhirnya bergegas pergi dari sana.
***
Dinda mendengus saat melihat gelasnya kosong. Tenggorokannya seret setelah dia mencemili keripik pisang hampir setengah toples sambil menikmati film. Dengan terpaksa Dinda pun beranjak dari atas sofa tempatnya menonton film ke luar kamar untun mengambil air di dispenser. Untungnya Dinda tidak perlu ke rumah Joglo hanya untuk mengambil segelas air.
Saat Dinda sedang sibuk menenggak habis isi gelasnya, Dinda melihat sepintas siluet di arah teras. Dinda seketika bergidik. Di rumah leter L itu hanya ada dia dan Heriska. Bani dan Ambar ada di rumah Joglo, sedangkan semua asisten rumah tangga tinggal di rumah paviliun. Jadi, itu siapa? Manusia? Apa setan?
Dinda jauh lebih khawatir kalau siluet itu memanglah siluet manusia. Karena sesungguhnya manusia bahkan bisa bertindak lebih jahat daripada setan sekali pun. Iya lah, setan hanya menggoda dan menakuti manusia sedangkan manusia? Mereka bisa mencelakai sesama manusia. Huh.
Dinda memutar otak apa dia harus lari ke paviliun untuk minta bantuan dan membangunkan semua orang atau dia harus menghadapi sendiri siapapun itu. Dinda sih yakin untuk menghadapinya sendiri. Maksudnya Dinda yakin kalau dia menghadapinya sendiri dia bakal langsung k.o seketika. Iyalah! Dinda 'kan hanya punya satu keahlian bela diri, yaitu berteriak sekeras-kerasnya dengan suara cempreng. Yang ada sebelum Dinda berteriak dia sudah lebih dulu ditusuk atau ditembak pistol. Hah, Dinda terlalu banyak nonton film.
"Ngapain lo bengong di situ?"
Dinda hampir saja terjungkal karena terkejut dengan suara mendadak tersebut. Entah sejak kapan orang yang tadi berada di teras itu masuk ke dalam dan melihat Dinda. Tapi perasaan terkejut Dinda perlahan berganti dengan rasa syukur. Ternyata sosok itu adalah Bani dan bukan setan ataupun orang jahat.
"Heh!" tegur Bani lagi karena Dinda yang tidak kunjung menjawab. Bani juga 'kan khawatir kalau Dinda tau-tau kesurupan karena bengong malam-malam sendirian.
Oh, Bani khawatir. Hm.
Dinda mengerjapkan matanya. "Apasih teriak-teriak! Lo ngapain coba di sini?" tanya Dinda ketus namun berusaha menjaga volume suaranya.
Bani mendengus. "Gue kira ini masih rumah gue."
"Lah emang ini rumah lo 'kan?" tanya Dinda bingung.
"Kalo tau ngapain lo nanya segala gue lagi ngapain di rumah gue sendiri?" tanya Bani sambil berjalan ke arah dispenser dan mengisi gelas yang dibawanya.
Ampun deh, bener-bener bicara dengan Bani sulit kalau tidak pake urat. Dinda mengelus d**a. Sabar Din, sabar.
Dinda lalu melirik jam yang menempel di dinding. Pukul setengah satu. "Lo bukannya tadi udah tidur di sofa ya sama tante Ambar? Kok sekarang lo ada di sini?"
"Tau darimana gue tidur di sofa?" tanya Bani mengabaikan pertanyaan Dinda.
Dinda menutup mulutnya. Yah keceplosan. "Eh itu gue...gue..."
"Lama. Tidur sana lo mendingan, udah malem." Potong Bani dengan cepat.
"Udah pagi kali itungannya," jawab Dinda menolak diperintah-perintah lagi oleh Bani. Masa iya tidur aja juga harus diperintah?!
"Serah lo." Bani lalu berbalik kembali ke teras sambil membawa segelas air.
Seharusnya jika Dinda tetap ingin rencananya untuk tidak terlibat jauh dengan Bani berjalan lancar Dinda tidak menaruh sedikitpun rasa kepo terhadap Bani. Tetapi rasa kepo memang sedikit mirip dengan rasa cinta yang sulit dikendalikan. Bukannya kembali ke kamar Dinda justru berjalan menghampiri Bani.
Dinda melihat Bani sedang duduk di kursi teras sambil merokok. Orang gila mana yang duduk di teras pukul setengah satu pagi di cuaca super dingin ini hanya untuk merokok? Cuma Bani.
Dinda refleks memeluk sendiri tubuhnya yang menggigil begitu menginjakkan kaki di teras. "Gila ya lo, kuat banget di tempat dingin begini?" tanya Dinda dengan sedikit bergetar akibat dingin.
Bani mengembuskan asap beracun itu dari mulutnya. "Ngapain lo ke sini, balik sana ke kamar jangan gangguin gue," ucap Bani sambil menjentikkan abu rokoknya di atas asbak.
Dinda berdecih. "Demen banget lo merintah-merintah gue. Suka-suka gue dong mau ngapain!" seru Dinda.
Bani melirik gadis mungil yang sedang gemetar menahan dingin di ambang pintu tersebut. "Dasar bego," ucapnya datar sambil kembali menghisap rokoknya.
Untungnya Dinda sedang sibuk berurusan dengan rasa dingin sehingga memutuskan untuk tidak menghiraukan hinaan Bani tersebut.
Melihat asbak yang Bani gunakan sudah terisi hampir lima batang rokok bekas membuat Dinda berkesimpulan bahwa Bani sudah berada di sana cukup lama. Berarti saat Dinda mengintip Bani di pangkuan tante Ambar tadi cowok itu tidak benar-benar tidur.
"Lo cuma sandiwara, ya?" tanya Dinda spontan.
Bani yang sudah akan menghisap lagi rokoknya tiba-tiba berhenti bergerak membiarkan rokoknya menggantung di udara. Seolah pertanyaan Dinda barusan membuatnya...terkejut?
Bani menoleh menatap Dinda yang masih sibuk mengusap-usap sendiri lengannya mencoba menghalau rasa dingin yang semakin menusuk tulang.
Bani benci fakta bahwa gadis ini mengetahui sandiwaranya. Sandiwara yang sudah ia lakukan dengan sangat sempurna sejak lama sehingga dia lupa bahwa sesungguhnya dia sedang bersandiwara.
Kenapa dari sekian banyak orang harus Dinda yang pertama mengetahuinya? Bahkan Dinda tidak lah mengenalnya.
Bani langsung menjetikkan rokoknya di asbak hingga padam dan buru-buru berdiri membuat Dinda yang berdiri di ambang pintu menatapnya bingung.
Belum sempat Dinda melontarkan pertanyaan lagi Dinda mendengar Bani yang berucap dengan kata-kata dingin sebelum meninggalkan Dinda sendirian dengan udara dingin Lembang.
"Stop bersikap seolah lo kenal sama gue atau lo bakal nyesel, Dinda."
Dinda menatap kepergian Bani dengan kernyitan di dahi. "Apasih? Orang gue cuma nanya doang apa dia tadi cuma pura-pura tidur kenapa se-marah itu?" tanya Dinda kepada kekosongan di depannya. Karena yakin tidak akan mendapat jawaban, akhirnya Dinda pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Di lain tempat Bani berjalan dengan gusar kembali ke rumah Joglo. Meskipun Bani tau Dinda baru mengetahui satu sandiwaranya tetapi cowok itu tetap gusar. Karena tidak menutup kemungkinan jika Dinda bisa langsung mengetahui satu sandiwaranya, maka Dinda juga bisa mengetahui sandiwaranya yang lain.
Cewek itu bener-bener ngusik gue. Dinda, siapa lo sebenernya?