“Ah, sial!” Sepanjang jalan dari kampus tadi, ia terus saja mengumpat. Bahkan, berkali-kali tak fokus menyetir. Kecepatannya terlalu lambat sampai-sampai membuat kendaraan yang melaju di belakangnya harus membunyikan klakson. Pertemuannya dengan Nera sudah selesai. Berakhir begitu saja. Tanpa ada respons apapun darinya. Hingga gadis itu berpamitan pulang, Aidan tetap tak mengucapkan sepatah kata pun. “Apapun yang Kak Aidan lakukan, aku sudah memaafkan. Semoga Kak Aidan juga begitu, memaafkan ayahku. Karena kebencian dan dendam yang dipupuk, akan menyakiti diri kita sendiri.” Kalimat pamungkas Nera tadi terus terngiang di telinganya. Wajah sembab Nera juga sejak tadi tak mau pergi, terus membayang. Karena itu, Aidan mengumpati dirinya sendirinya. Agar suara dan wajah gadis itu segera pe