Bahran menerima sebuah berkas yang diberikan asistennya. Sebuah informasi tentang perusahaan tempat Hanum bekerja. Sebuah data yang lengkap. Ia menunda membaca informasi perusahaan tersebut karena Cintia menghubunginya, kekasihnya itu mengabari akan kembali beberapa hari lagi. Seharusnya Bahran bahagia karna impian mereka yang tertunda selama ini akan segera terwujud.
Tapi Beberapa hari ini ia sering sekali melihat dinding media sosial Bagas, musuhnya waktu SMA. Akhir akhir ini Bagas sering membagikan momennya bersama Hanum. Meski mereka tidak hanya berdua, entah kenapa Bahran merasa dirinya tidak nyaman.
" Ya sayang, tentu saja aku akan menjemputmu "
" Jangan lupa sayang, aku sudah siapkan hadiah terbaik untuk kamu " terdengar suara manja dari dalam ponsel Bahran. Suara yang dulu membuatnya ingin selalu menghubungi Cintia. Tapi kali ini, suara jutek wanita yang telah ia nikahi itu sering sekali terngiang di telinganya.
" Apa urusan kakak ? ! "
" Karna aku suamimu Hanum ! "
" Jangan bawa bawa nama suami disini kak, kalau nggak ngerti apa maknanya "
Bahran tersadar dari lamunannya saat Asistennya berdehem. Ia segera fokus pada map ditangannya.
" Maaf pak, kabar terbaru perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan setelah pergantian kepemimpinan. Mereka berencana menjual perusahaan itu "
" Apa Bagas berencana akan membelinya ? " tanya Bahran sambil memperhatikan foto foto Bagas bersama Hanum.
" Pak Bagas Saputra memang dekat dengan pemiliknya, saya belum mendengar kabar itu "
" Kamu lanjutkan penyelidikan, kamu utus seseorang untuk mengawasi gerak gerik istri saya di sana "
" Bu Hanum atau bu Cintia pak ? "
Bahran terpana sejenak dengan pertanyaan Dedi, Asistennya. Pekerjanya itu sering sekali ia suruh untuk memenuhi kebutuhan Cintia saat mereka di luar Negri.
" Saat ini Hanum masih istri saya Dedi "
" Ya siap pak, perintah dilaksanakan "
Bahran memberi kode agar asistennya keluar dari ruangannya. Ia meraba perutnya yang mulai terasa perih. Tadi makan siangnya sudah dikirim orang suruhan ibunya. Namun sejak Hanum pergi, makan siang itu tak lagi menggugah seleranya.
Sementara ditempatnya bekerja, Hanum melihat Bagas berjalan bersama pimpinan perusahaannya. Meski Bagas itu baik, tapi ia sudah pernah mendengar desas desus kalau Bagas itu Play Boy. Hanya menjadikan wanita sebagai mainannya. Dengan tampang paripurna dan jabatan CEOnya membuat banyak wanita mudah bertekuk lutut padanya.
Hanum merasa Bagas juga sedang menjebaknya. Sepertinya Bagas tahu kalau status pernikahannya dengan Bahran hanyalah sebuah sandiwara belaka.
Hanum membaca notifikasi yang baru masuk di ponselnya. Pesan dari Bagas.
[ Aku tunggu di kafe kantor ]
Hanum memandang Bagas yang melintasinya bersama pimpinan perusahaan. Hanum mengulum senyum saat Bagas memberikan kode sarange yang ditempel di bibirnya saat melintasi Hanum.
Hanum menemui teman suaminya itu. Ia tak mau mengecewakan laki laki yang telah merekomendasikan pekerjaan padanya. Saat hidupnya hampa karna berada dalam pernikahan palsu, sejak kenal Bagas. Hanum merasa ia kembali bersemangat.
" Apa mas nggak takut digosipin punya hubungan dengan cewek biasa aja kaya aku. Orang kaya mas Bagas ini harusnya punya cewek canti secantik bidadari " ucap Hanum saat duduk di depan Bagas.
" Apa kamu nggak nyadar Num, kalau kamu itu juga cantik, lebih dari itu kamu unik "
" Bisa aja ngerayunya, aku mah biasa saja mas. Yang cantik itu kak Cintia " Hanum meneguk air putih yang disodorkan Bagas.
Mereka menikmati makan siang seperti biasa penuh canda. Hanum seakan mengurangi beban hatinya dengan meladeni semua cerita Bagas. Meski ia harus bertindak hati hati. Ia sudah tahu kalau Bagas itu seorang petualang cinta wanita. Setiap bersama Hanum, Bagas akan membagikan momen mereka di media sosial. Tentu saja, Bahran orang pertama yang mengetahuinya. Ia mengepalkan tangan saat melihat momen Bagas memberikan sebuah kotak kecil ke tangan Hanum dengan sebuah kertas bertuliskan, Happy birthday nuri kecilku.
Ia melepaskan rasa kesalnya dengan singgah ke rumah mertuanya, kalau kemarin itu dia tak sengaja memperlihatkan foto Hanum dan Bagas kali ini ia akan mengadu kalau telah dicurangi sang istri dan masalah ponselnya yang di blokir Hanum.
" Pa, bicara baik baik saja dengannya. pinta saya cuma satu jangan putuskan komunikasi. Bagaimana kami bisa menyelesaikan masalah jika dia terus memblokir saya. Dia melepaskan rasa kesalnya pada saya dengan menjalin hubungan dengan mantan musuh saya waktu sekolah dulu pa "
Tentu saja Dennis menerima semua pengaduan Bahran dan detik juga ia menghubungi putrinya yang baru sampai di rumah.
" Hanum, tidak seperti ini kamu menyelesaikan masalah rumah tangga. Kabur bukan jalan satu satunya. Papa lihat Bahran ingin kamu pulang. Bicarakan baik baik. Bagaimana kalian bisa punya keturunan jika kalian terus bermasalah seperti ini "
Hanum mengerutkan keningnya. Keturunan ? bagaimana bisa hamil, disentuhpun tidak.
" Dia ngadu lagi sama papa ? "
" Bukan ngadu cuman curhat, wajar dia gelisah punya permasalah rumah tangga rumit seperti ini. Dia akui Num, selama ini dia terlalu sibuk hingga ia sering mengabaikan kamu tapi bukan berarti kamu menyimpulkan dia tidak sayang. Dia itu seorang pengusaha Num, pekerjaannya banyak. Kamu harus ngerti itu sebagai istrinya "
Hanum menahan geram dalam hati. Apa lagi sih maunya Bahran, bukankah pernikahan mereka segera berakhir saat kak Cintia pulang.
" Bicaralah dengannya nak, jangan gegabah mengambil keputusan. Papa tahu kamu sayang sama suamimu "
" Tapi dia tidak sayang Hanum pa " batin Hanum. Ia mulai kesal dengan sikap Bahran yang seolah olah ingin mengikatnya dengan status perkawinan mereka sementara di sisi lain, CEO itu juga bermesraan dengan kakaknya.
Setelah selesai mandi, ia membuka blokir dan menghubungi Bahran. Hanum tak sadar kalau ia masih dalam balutan handuk.
" Hai " sapa Bahran sumringah. Hanum membalasnya dengan wajah cemberut. Bahran merasa gemas dengan pipi yang menggembung itu.
" Kamu ini kenapa sih, nggak bosan bosannya gangguin hidup aku. maunya apa sih ? "
" Aku mau kamu kembali kesini Num, saya mau makan masakan kamu "
" Astaga, cuma itu ? " Hanum membetulkan handuknya yang mulai bergeser. Ia sadar dan mematikan ponsel. Ia tersadar kalau Bahran melihat hal paling privasi dalam hidupnya. Bahran menghubunginya. Hanum memperlihat langit langit kamarnya.
" Aku mau lihat kamu Num, aku nggak mau ngomong sama plafon " sentak Bahran. Ia baru saja melihat kulit mulus Hanum yang selama ini tak pernah ia lihat karna mereka tak pernah serumah. Toh, ia tak dosa juga karna Hanum masih istrinya.
" Terserah aku, sudah aku bilang berkali kali. Aku nggak mau ketemu kakak lagi. Semua permintaan kakak sudah aku penuhi, dengan isu perselingkuhan itu kakak berhak mengajukan gugatan cerai. Setelah itu kakak nikah sama kak Cintia, semuanya sesuai rencana kan "
Hanum menghela nafas panjang, ia mencoba menetralkan rasa sakit yang menjalar dihatinya saat menyebut nama Cintia. Ia hanya bak pungguk merindukan bulan mengharapkan cinta Bahran.
" Tapi saya tidak bisa menceraikan kamu secepat itu Num, mama pasti akan jatuh sakit lagi. Saya akan bicara dengan Cintia "
" Tapi kan mama sudah setuju kalau kak Cintia jadi menantunya "
Bahran termenung sejenak. Ia harus cari alasan agar perceraian itu tertunda, ia tak ingin Bagas menikahi Hanum.
" Itu kata bibirnya Num, kata hatinya tidak. Saya hanya ingin mama bahagia diakhir hidupnya, kamu tahu kan mama sudah lama mengidap kanker "
" Biar saya yang membujuk mama "
" Jangan, kamu hanya akan menyakiti mama. Wanita yang mama mau itu kamu "
Hanum terdiam, ia mengusap matanya yang terasa panas. Status pernikahannya hanya untuk memuaskan pihak sebelah, bukan pihaknya. Bukan ia yang sudah dihalalkan.
" Maaf kalau saya sampai menyakiti mama kak, saya juga berhak menjemput bahagia saya " Hanum mematikan ponsel dan kembali memblokir nomor Bahran.