Attar dan Zahra tiba di rumah sakit tempat Sandra dirawat. Attar berjalan dengan langkah lebar dan cepat, tampaknya sangat gelisah. Sementara itu, Zahra berusaha mengimbangi langkahnya, hatinya pun terasa berdebar-debar dalam situasi yang begitu tegang.
Saat Attar memasuki salah satu pintu ruangan, Zahra spontan menghentikan langkahnya di luar pintu. Ia merasa ragu untuk masuk, mungkin karena dia tidak yakin apa yang harus dia lakukan dalam situasi ini. Tidak hanya perasaan canggung di antara keduanya, tetapi juga perasaan khawatir dan kebingungan yang membebani mereka.
Tatapan Zahra melayang pada pintu ruangan, mencari keberanian untuk menghadapi situasi yang menegangkan di dalam sana. Dalam kebimbangan dan kecemasan, ia mengambil nafas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkahkan kaki ke depan, berusaha menghadapi perasaan takut dan segala ketidakpastian yang mengitari mereka di saat ini.
Zahra dengan hati yang berdebar masuk ke dalam ruangan tersebut. Saat ia melangkah lebih jauh, pandangannya tertuju pada pemandangan yang membuat hatinya tertohok. Ia melihat Attar, suaminya, tengah memeluk Sandra yang duduk lemah di ranjang perawatan. Tatapan mereka penuh dengan kekhawatiran dan perhatian, seakan tak ada yang lain di dunia ini selain mereka berdua.
Zahra seharusnya tidak kaget melihat adegan seperti ini, karena Attar dan Sandra sudah lama memiliki kedekatan. Namun, statusnya sebagai istri Attar kini membuatnya merasa tidak nyaman melihat pemandangan ini. Perasaan canggung dan hati yang terluka bercampur aduk di dalam dirinya.
Dalam kebingungan dan rasa tak nyaman, Zahra merasa seperti orang asing di tengah kehangatan yang dibagikan oleh Attar dan Sandra. Ia tidak tahu apa yang harus dia katakan atau lakukan dalam situasi ini. Hati Zahra yang sedang rapuh semakin terkoyak, dan dia berusaha untuk menjaga perasaannya tetap terkendali meskipun beban emosional yang besar.
Dengan hati yang terasa berat, Zahra memilih untuk berdiri di dekat pintu ruangan, mendengarkan percakapan antara Attar dan Sandra tanpa berusaha untuk menarik perhatian mereka. Ia merasa seperti seorang penonton yang tidak seharusnya hadir dalam momen ini, namun ia merasa seperti tak bisa pergi.
Attar bertanya dengan cemas, "Sayang, kamu tidak apa-apa kan?" Sandra pun tersenyum lemah, mencoba memberikan rasa lega pada Attar, "Aku tidak apa-apa. Hanya perlu istirahat saja." Tatapan perhatian yang ditunjukkan Attar membuat hati Zahra semakin teriris, seolah ia adalah orang yang seharusnya disana memberikan perhatian pada Attar.
Attar mengelus kepala Sandra dengan penuh kasih, "Syukurlah. Aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu seharian ini." Sedangkan Sandra berkata, "Maaf karena aku kecelakaan, pernikahan kita ditunda." Zahra terdiam mendengar ucapan Sandra. Begitu dekat dengan perasaan canggung dan tak nyaman yang memenuhi hatinya.
Namun, apa yang terjadi selanjutnya semakin membuat hati Zahra terkoyak. Attar tersenyum pada Sandra, mencoba menenangkannya, "Tak apa. Kamu harus sehat dulu. Nanti kita akan menyusun lagi pernikahan impian kita." Ujar Attar dengan suara penuh perhatian. Sandra pun tersenyum dalam tanggapannya.
Zahra berusaha menjaga ketenangan dan menahan gejolak emosinya. Namun, ia merasa seperti terjebak dalam perasaan yang rumit dan sulit. Bahkan dalam keadaan seperti ini, Attar ternyata menyembunyikan kenyataan bahwa ia sebenarnya sudah menikahi Zahra. Perasaan Zahra semakin berantakan, dan ia berusaha untuk menemukan jalan keluar dari semua kebingungannya.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan mata Zahra langsung terfokus pada sosok yang memasuki ruangan. Ia melihat Nessa, ibu Sandra, masuk dengan langkah ringan.
Nessa tampak terkejut ketika melihat Zahra di dalam ruangan, "Eh, ada Zahra!" serunya sambil tersenyum dengan ramah.
Perhatian semua orang di ruangan pun beralih pada Zahra, termasuk Attar dan Sandra. Nessa tersenyum lebar, tampak bahagia dengan kehadiran Zahra, "Aduh, ini anak ibu sama Attar, serasa dunia milik berdua ya. Sepertinya kalian tak sadar kalau ada Zahra juga di sini."
Sandra yang mendengar perkataan ibunya pun tersenyum hangat pada Zahra. Ia merasa bersalah karena telah membuat Zahra merasa terpinggirkan.
Dengan penuh pengertian, Sandra berkata pada Zahra, "Zahra, kemarilah! Maaf, aku tak sadar kalau kamu ada di sini."
Zahra berusaha tersenyum, berusaha menyembunyikan rasa canggung dan tidak nyaman di hatinya. Ia mengangguk dan berjalan mendekati Sandra, merasa adanya panggilan untuk bergabung dalam momen yang hangat ini, meskipun dalam hatinya masih ada kebingungan dan perasaan yang rumit.
Dengan hati yang masih terasa berdebar-debar, Zahra mendekati ranjang tempat Sandra duduk. Ia mencoba untuk menyingkirkan perasaan canggung dan tidak nyaman yang menghantuinya. Dengan lembut, Zahra bertanya pada sahabatnya, "Sandra, bagaimana keadaanmu? Apa yang terjadi?"
Sementara itu, Nessa mengajak Attar keluar dari ruangan untuk membicarakan sesuatu secara pribadi. Attar tampak agak ragu tapi mengikuti Nessa. Ketika Attar dan Nessa keluar ruangan, Zahra merasa penasaran dan ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa mengikuti mereka saat itu. Ia memilih untuk tetap berada di dekat Sandra, meskipun hatinya dipenuhi dengan perasaan campur aduk yang sulit diungkapkan.
Sandra tersenyum lemah pada Zahra, mencoba memberikan penjelasan atas keadaannya, "Aku baik-baik saja, Ara. Kata perawat, aku mengalami kecelakaan. Aku tidak menyadarinya."
Zahra pun merasa aneh dengan penjelasan Sandra yang tidak sesuai dengan apa yang ia dengar sebelumnya. "Loh, kok kamu tidak menyadarinya?" tanyanya dengan wajah penuh kebingungan.
Sandra pun menjelaskan dengan nada ringan, meskipun dengan senyum yang kembali terulang, "Sebelumnya aku sulit tidur semalaman, Ara. Aku takut Attar tak lancar saat melafalkan ijab kabulnya." Ia menghela napas kecil, "Jadi, saat dalam mobil, aku tiba-tiba ketiduran dan tahu-tahu aku sudah di sini di rumah sakit."
Zahra merasakan campuran antara kelegaan dan penasaran dalam hatinya. Ia bisa merasakan betapa pentingnya momen pernikahan bagi Sandra dan Attar, dan sekaligus merasa cemas akan situasi mereka yang rumit. Sementara itu, di luar ruangan, Attar dan Nessa masih terlibat dalam percakapan pribadi yang sepertinya akan memberikan banyak jawaban bagi Zahra.
Sandra melihat Zahra dengan mata penuh empati, "Ara, sejujurnya aku merasa sedih, kamu tahu? Pernikahan dengan Attar ditunda padahal aku sudah susah payah mempersiapkannya."
Zahra hanya mengangguk, merasa tersentuh oleh perasaan yang sedang dirasakan oleh sahabatnya. Dia bisa merasakan betapa besar harapan Sandra terhadap momen pernikahan itu dan bagaimana semuanya menjadi lebih rumit dari yang diharapkan.
Tak banyak komentar yang diucapkan oleh Zahra, karena ia tahu kalimat-kalimat hanyalah pepesan kosong dalam situasi seperti ini. Setelah mendengar curhatan Sandra, Zahra menghela napas ringan, "Maaf, Sand. Aku hanya berharap semuanya akan baik-baik saja."
Zahra kemudian memutuskan untuk memberikan mereka ruang pribadi. "Aku mungkin akan keluar sejenak. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu nanti," ucap Zahra dengan lembut.
Ketika Zahra keluar dari ruangan, dia tak sengaja mendengar percakapan yang sedang berlangsung di luar ruangan antara Attar dan Nessa. Rasa penasaran pun menggelitiknya, dan dia berusaha untuk menangkap setiap kata yang diucapkan dari balik dinding.