Prolog and Bab 1 (Kisah Denias)

2584 Words
"Dasar kau istri tidak tahu di untung!, berapa tahun gw kasih kehidupan lu sama Anak lu, gw gak mau tau. Denias harus tetep gw kasih sama Tuan Juno." Ucap seorang lelaki berbadan besar dan memiliki tinggi mencapai 179 Cm. "Aku mohon, jangan kau jual anak gadis ku!, kasihanilah aku Endy. Aku mohon!, " Namun Plak... Lelaki itu menamparnya dengan keras, saat tamparan itu terdengar keras. Suara tamparan itu di iringi teriakan Denias, "Aku minta jangan sakiti Mama, Papa! Aku mohon! " Ucapnya memohon. "Kau tidak ingin ibu mu menderita? Layani dia, layani lah dia walau hanya semalam. Jika dia merasa suka, kau harus mau menikah dengannya! " "Tidak Papa, Denias gak mau jika harus melayani lelaki tua itu!, " Tolak Denias, Denias adalah gadis berumur 24 tahun. Dia baru saja lulus dari studi S2 nya, Denias memiliki perawakan yang sangat cantik. Kulit putih, hidung mancung bak artis bollywood Alia Bhat. Banyak sekali lelaki yang tertarik padanya contohnya Gerry, sahabat semasa sekolah menengah pertama. Gerry sudah sejak lama menyukai sosok Denias. Namun, Gerry enggan mengatakannya. Gerry takut Denias menjauh darinya. Ayah Tiri Denias menghampiri Denias seraya, Lalu ia mengangkat dagu Denias. Ia menilik wajah cantik gadis blasteran itu, "Kau harus membayar segalanya padaku!, Kau dan Adik mu si Brengsek Daffa sudah membuat setiap hari ku susah!!, " Ucapnya sarkas, tatapan matanya seram. Denias memejamkan matanya seakan tak mampu membalas tatapan sarkas ayah tirinya itu. "Kau tahu bagaimana susahnya aku mencari nafkah untuk kalian dari kalian kecil hingga dewasa seperti ini, andai Ibumu.. " "En, Aku mohon jangan sakiti Denias!, " Ucap ibu kandung Denias yang saat itu menyela kalimat yang di lontarkan lelaki tua berbadan besar itu, "Dia tak tahu sama sekali permasalahan diantara kita!, " Lanjut nya. Ia menoleh kearah wanita itu, wanita yang sudah 17 tahun ia nikahi. Ia melepaskan tangannya dari dagu Denias, Lalu menghampiri ibu dari Denias itu dan memukulnya. Denias berlari, dan menghalangi tangan-tangan besar yang sedang mencoba menyiksa wanita tua berbadan ramping. "Aw... " Teriak Denias sembari memeluk ibunya. "Papa, Aku mohon. Hentikan!, " Ucap Denias seraya berteriak. "Kau sudah berani berteriak padaku!!, " Ucapnya kembali. Plak.. bugh.. bugh.. Ampun Papa.. Hanya itulah yang menjadi kalimat Denias saat menerima pukulan setiap pukulan, ibunya mendorong keras tubuh Ayah tiri Denias. Lalu, meminta Denias agar segera pergi dari rumah itu. "Denias, lari Nak!, lari.. Jangan pernah kembali.. Biarkan Mama yang menanggung derita ini, " Denias menggelengkan kepalanya, namun ibunya terus menerus meminta nya untuk pergi. Denias merasa tak tega, tapi kali ini dia sudah tidak kuat. Dia sudah tak mampu menutupi luka di hatinya, apalagi Fisik nya selalu saja menjadi bulan-bulanan nafsu amarah sang Ayah tiri. Bab 1. Hujan semakin deras, Denias masih mematung dalam bisunya Saat ini, tak ada lagi yang dapat gadis itu pikirkan selain melangkah menuju apartemen Gerry. Mencari puing-puing solusi dari permasalahannya yang terlihat sudah tak ada lagi harapan penyelesaian, di satu sisi Denias menyesal sudah melakukan hal yang tak wajar baginya. Langkahnya terhalang oleh Petir dan kilat yang menyambar, bahkan saat ini gemuruh derasnya hujan menambah kelam suasana malam itu. Ia terus menerus melangkah mencari celah agar petir tak menyambar dirinya, "Aku lelah berulah seperti ini!, jika saja Daddy masih hidup mungkin aku tak akan seperti ini" Ia menggerutu dalam langkahnya. Brugh.. Denias terjatuh kaki nya lebam dan berdarah, apalagi Denias memakai setelan celana pendek. Dan akhirnya membuat luka di area lututnya itu, Denias meringis kesakitan. Hujan terus menerus mengguyur seluruh tubuhnya, ia sangat lelah karena sudah berlari tanpa henti. "Sakit sekali, " Keluhnya, namun ia harus tetap kuat. Ia pun segera beranjak dari posisi jatuhnya dan segera melanjutkan langkah kaki yang semakin berat, karena jarak rumah menuju Apartemen Gerry sangatlah jauh. "Selamat malam Nona, ada yang bisa saya bantu? " Sesampainya di Lobby Apartemen, Denias disambut dengan sebuah pertanyaan oleh Satpam. Namun, seorang satpam lainnya mengenali Denias. "Nona, apa terjadi sesuatu kepada anda? " Tanyanya. Matanya bengkak, luka lebam di wajah dan tangannya seakan tak bisa di tutupi olehnya. "Tadi Denias jadi korban tabrak lari orang yang memakai motor pak!, " Jawabnya berbohong, "Kalau begitu, mari saya antar ke rumah sakit!, " Ucap seorang satpam yang bertugas itu. "Tidak usah pak, aku mau minta di obati saja Gerry. Gerry ada di Atas Kan pak? " "Oh ada-ada Nona, seharian ini Tuan Gerry gak kemana-mana" Sahutnya, Denias pun segera berjalan kembali. Masuk kedalam lift sendirian, bulir air matanya mengalir kembali. Lantai 25... Ia menekan nomor tersebut dan, "Ting" Pintu lift pun terbuka, hanya ada satu kamar di sana. Kamar itu milik Gerry, sahabat Denias yang sangat menyayanginya. Ting Nong! Denias mencoba menekan bel Apartemen milik sahabatnya yang bernama Gerry, kebetulan Gerry memang tinggal sendirian di flat miliknya. Dan saat Gerry mendengar suara bel yang ditekan beberapa kali itu, ia merasa terkejut dengan suara bel yang ditekan dengan berulang. "Itu bel eror lagi kayanya!, " Ucapnya. Ting nung Ting nung!. Tanpa jeda. "Ya Salam!, " Ucapnya kembali. Gerry yang sendiri sedang bersantai melepas penat di depan tv itu, sebelumnya memang mendengar bel yang di tekan berulang itu. Namun, ia berpikir suara bel itu karena kerusakan dari bel miliknya. Ia seperti tak terlalu memikirkannya. sebab, ia sudah beberapa kali terganggu karena suara gemuruh di luar sana. Namun, Ting... Dor.... Dor, "Ger! " Gerry pun memasang telinganya baik-baik, memastikan bahwa ia sedang mendengar bahwa seseorang itu sedang mengetuk pintu flatnya beberapa kali. Di tengah hujan deras begini, dengan suara guntur yang kerap menyambar, suara ketukan itu terdengar samar hingga Gerry terus menerus memastikan jika suara itu benarlah suara pintu yang di ketuk beberapa kali. Lelaki manis bertubuh atletis itu masih belum beranjak, ia kembali memastikan jika suara itu bukan hanya suara petir yang sedang menyambar. Maklum lah Flat milik dia memang tersimpan di lantai paling atas dan di lantai itu hanya ada Flat milik Gerry seorang. Ibunya lah yang membelikan Apartemen tersebut sebagai hadiah ulang tahunnya. "Ah siapa sih!, " Gerutunya kecil sembari beranjak dan melempar remote ke sembarang arah, Ceklek, Gerry pun membuka pintu. Bruk, Denias membubuhkan tubuhnya. Memeluk Gerry dan mendekap tubuh Gerry sembari menangis, "Gw capek Ger!, " Ucap Denias sembari menundukkan kepalanya. "Lu kenapa lagi den? " Tanya Gerry yang memastikan jika gadis malang yang sangat ia cintai itu tidak mendapat masalah lagi. Kepala nya yang semula tertunduk kini terangkat perlahan, memperlihatkan sosoknya lebih jelas dan itu semakin membuat Gerry merasa khawatir. Gadis itu sudah pasti berada terlalu lama dalam guyuran hujan, karena wajahnya sudah pucat dan bibirnya yang membiru. Denias menangis, ia tak kuasa menahan air matanya. Baju nya sudah basah kuyup, ditambah lagi pipinya memar seakan mendapat sebuah pukulan. Ia menundukkan kepalanya, ia terus menerus meratapi luka dihatinya itu. Gerry merangkul bahu Denias, membawa nya duduk di atas sofa empuk yang berada di tengah ruangan Apart miliknya. “Lu tunggu disini dulu, biar gw bawain handuk dan baju ganti dulu ya" Ucap Gerry. Saat itu Gerry belum sempat melangkahkan kakinya, gerakannya dihentikan oleh tangan dingin Denias yang menggenggam pergelangannya erat. Bisa Gerry rasakan bahwa tubuh gadis itu menggigil kedinginan, tanda bahwa gadis itu sudah berada cukup lama di bawah guyuran hujan. meski Gerry tidak bisa memastikan selama apa dia menahan rasa dinginnya, Gerry duduk di samping Denias. “Tubuh Elu kedinginan kan Den, Gw bawain handuk dulu iya. Gw juga bawain air anget buat lu minum, terus gw bawain kompres juga buat elu!, " Ucap Gerry seraya membujuk Denias, Denias tetap lirih dalam tangisan. Tangan dingin itu masih menggenggam erat pergelangan tangan Gerry, apalagi kini Denias sedikit menggelayut lengan atas Gerry. Gerry dan Denias sendiri sudah lama bersahabat, Gerry tahu mantan-mantan pacar Denias dan Denias pun tahu siapa saja wanita yang pernah dikencani oleh Gerry. Gerry sendiri menyukai sosok Denias, gadis cantik berambut pirang ini memiliki daya tarik tersendiri untuknya. Gerry kembali menatap wajah Denias, Gerry memicingkan matanya. Ia berusaha melihat wajah Denias yang sedang tertunduk segan, "Lu dipukul lagi sama bokap lu? "Tanya Gerry. "Bokap? " Denias memberanikan diri menatap wajah Gerry, "Kalau bokap gw masih hidup, gw gak akan menderita kaya gini Ger," Keluhnya bernada rendah, air matanya terus menerus membasahi pipinya. "Lo di pukul lagi sama bokap tiri lo? " Denias mengangguk pelan, bibirnya bergetar menahan tangis, wajah nya sendu, ia memeluk Gerry. Baginya bahu Gerry adalah bahu paling nyaman untuknya, dan jika dia sedang merasa gelisah hanya Gerry lah yang mengerti dan bisa membuatnya kembali ceria. Tapi entahlah, saat ini Denias benar-benar merasa hancur. Denias anak pertama dari dua bersaudara, adiknya bernama Daffa. Daffa sudah meninggal satu tahun yang lalu, saat itu Daffa terjatuh dari atas balkon yang berada di rumahnya. Namun sayang, Dokter tak bisa memastikan jika luka-luka di punggungnya adalah akibat benturan keras saja. Sepertinya ada luka lain, namun ibu dari Denias tak mau melanjutkan penyelidikannya. Namanya Endy, Endy adalah ayah tiri dari Denias. Endy sendiri memiliki sifat yang sangat kasar, tempramen dan banyak memberikan aturan. Sudah dari kecil Denias dan Daffa tinggal bersama Endy dan ibunya, setelah beberapa tahun ayah kandungnya meninggal karena kecelakaan, ibunya Denias memilih menikahi Endy yang tak lain adalah mantan kekasihnya semasa SMA. Hari demi hari di lalui Denias dan Daffa dengan perasaan yang sangat takut, jangankan untuk membantah, untuk makan sesuap nasi saja terkadang mereka merasa takut. Bagaimana keadaan ibunya Denias? Ira (ibu kandung Denias), hanya bisa pasrah dengan segala kekerasan yang menimpa anaknya. Ira pun sering mendapatkan kekerasan yang sama dengan Denias dan jika sudah seperti itu, Ira hanya meminta ampun kepada Endy. Gerry kembali menatap wajah Denias, mencoba memperhatikan luka memar yang berada di wajah Denias. "Udah diem, gw ambil kotak P3K dulu. Gak usah protes! " Ucap Gerry, Gerry memang sosok lelaki yang sangat perhatian. Ingin sekali Gerry melindungi Denias, tapi apalah daya orang tua Gerry sendiri tak menyukai sosok Denias. Bagi mereka, Denias adalah sosok gadis yang membawa Gerry ke lembah hitam. Ayah Gerry tau siapa Endy, Endy adalah anak buah dari seorang mafia besar dan Ayah Gerry tidak ingin jika anaknya berdekatan dengan anak dari anggota dari Mafia besar itu. Namun, Gerry selalu menutupi kedekatannya dengan Denias. Gerry sendiri merasa tidak bisa berjauhan dengan Denias, hatinya selalu hampa jika tak bersama dengan Denias. Gerry datang membawa sebuah matras kompres berisikan air dingin, ia juga membawa sebuah kotak p3k di tangannya. "Gw gak mau denger cerita lo dulu!, " Ucap Gerry, "Gw mau lo ganti pakaian dulu, pakai kaos gw aja sama celana pendek. Tapi gw gak punya BH, gw kan laki!, " Pekik Gerry itu membuat Denias sedikit terhibur, Denias mengangguk lalu membuka pakaiannya di hadapan Gerry. "Ey, kebiasaan lu. Sana di kamar mandi. Lu mau batang gw naek, tar gw malah masukin batang gw ke lubang elu!, " Celetuk Gerry membuat Denias terkekeh. Denias pun masuk ke dalam kamar mandi, ia mengganti semua pakaian basahnya menggunakan pakaian yang diberikan oleh Gerry. Lalu, setelah selesai ia segera menghampiri Gerry kembali. "Besok gw belanja, BH lu ukuran berapa kasih tahu gw." Denias tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Sini gw bersihin luka di lutut lu dulu!, " Gerry menarik kaki Denias, paha mulusnya terlihat di sana. Apalagi Denias gak memakai celana pendek yang Gerry berikan, karena kaos Gerry saja sudah menutupi paha indah Denias. Rasanya Gerry susah menelan ludahnya, tenggorokannya terhimpit oleh bayangan paha mulus milik Denias. "Sakit Ger, " Ucap Denias membuyarkan lamunan Gerry. "Ya udah sabar napa sih!, " Denias menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit saat luka di lututnya di bersihkan oleh Gerry. Gerry menatap wajah Denias, lagi dan lagi Gerry memikirkan hal di luar nalar. "Bisa-bisa gw basah kalau liat muka nya kaya gitu!, " Ia bergumam dalam batinnya, sorot mata nya menyimpan nafsu birahi yang sudah naik entah dari kapan. "Udah Ger, sakit sumpah!, " Ucap Denias, Denias menarik kakinya dan meniupkan udara dari mulutnya itu di atas luka pada lututnya. "Lu lapar gak? Udah makan belum? Lu kesini pakai apa? " Pertanyaan itu sekaligus ditanyakan oleh Gerry kepada Denias, Denias membalasnya dengan tawa yang cukup menggelitik. "Gw jawab yang mana dulu dong? " Tanya Denias. "Ya mana gw tau, lu kan yang mau jawab. Lah napa nanya gw? " Pekik Gerry. "Ya udah iya deh, gw lapar, gw belum makan dan gw jalan kaki kesini. Puas lo? " "Dih, cewe blasteran 62+ aneh jawabannya." "Lah aneh dari mana bambwang temennya mawang? " Jawab Denias, "Yang aneh itu Elu!, wkwkwk" Tambahnya lagi, tawanya cukup keras kali ini. Denias merasa terhibur kala berbicara bersama Gerry, percakapan diantara mereka memang seperti itu. Gerry segera menuju ke dapur, di sana Gerry segera menunjukkan skill memasaknya. Denias selalu senang jika memakan makanan yang di masak oleh Gerry, baginya makanan itu Lezat untuk Chef sekelas Gerry. Denias menghampiri Gerry, dia duduk di atas meja kitchen set beralaskan keramik itu. Dia menatap kelihaian tangan Gerry, "Kalau gw jadi istri lu, gw bakalan males-malesan ah." "Emang mau jadi istri gw? " Tanya Gerry. "Mm, enggak deng! Gw takut di marahin bokap lu!," Celetuk Denias. "Bokap gw galak tapi hatinya baik kok, " Ucap Gerry yang masih anteng dengan tangan memegang spatula. "Tapi sebenarnya sih bukan galak, tapi Jutek!, " Ucap Denias. "Nah itu, " "Udah selesai iya?," Tanya Denias, "Cepat banget sih! " "Iya udah, gw kan cuma bikin Pasta. Lagian ini instan kok! Yang ada di kulkas aja gw masak, besok-besok gw belanja dulu" Tutur Gerry sembari menenteng 2 piring berisikan Pasta. Denias mengikuti langkah Gerry, Gerry orang yang paling gak suka makan di atas meja makan. Dia lebih suka makan dia atas karpet sembari menonton TV, Gerry pun duduk dan memberikan satu piring itu untuk Denias. "Bokap Nyokap lu gak akan marah gw tinggal disini sementara? " Tanya Denias, "Gak akan marah, ya jangan tau." Ucap Gerry sembari tetap mengunyah makanannya. "Gw takut tiba-tiba bokap nyokap lu dateng!, " Ucap Denias "Udah makan dulu jangan kebanyakan ngomong, lu kan lapar tadi? " Denias mengangguk dan melanjutkan acara makan nya. "Ger, " Panggilnya lagi. "What? " "Gw boleh cerita gak? " Tanya Denias, Gerry mengangguk. "Boleh, " Singkatnya dalam menjawab karena Gerry masih anteng memakan makanan yang kini tinggal sedikit tersisa. "Gw di minta tidur semalem sama Bos Kucai loh!, " Gerry menohok mendengar kalimat itu. "Seriusan? Sama si Endy? " Tanya Gerry. Denias setengah mengangguk, "Gila tuh orang! Lama-lama otaknya abis tuh orang. Pengen gw pitesin batang tempurung otaknya lama-lama, " Gerry menggerutu kesal. "Terus?, udah gitu iya. Kalau goyangan gw enak. Dia bakal nikahin gw dan jadiin gw istri ke 4 nya, Mana mau gw coba? " Kalimat Denias memang terdengar sangat risau. "Jangan mau, mendingan nikah ama Gw aja!, " Celetuknya. "Sama aja bohong!, " Celetuk Denias membalas kalimat Gerry. "Ya Tuhan Den, gw gak jelek-jelek amat kali ah!, " Ucap Gerry kembali, "Gw ganteng, tubuh gw Atletis, batang gw super, gw udah punya Apart, usaha dealer gw jalan, gw juga punya Pet shop apalagi coba? " "Elu gak punya otak Ger, " Celetuk Denias kembali. "Kan gw bisa minta ke elu!, apa susahnya coba? " "Ya udah deh gw jual otak gw ke elu, biar kita bisa nikah!" Percakapan itu di akhiri dengan tawa dari keduanya yang cukup riang, entah bagaimana lagi nasib Denias. Ia tak mungkin pulang ke rumahnya, ia pun tak mungkin tinggal lama di sana. Soalnya, orang tua Gerry selalu menjenguk Gerry tanpa tahu waktu. "Udah tidur sana, biar gw tidur di luar. Lu tidur di dalem, gw gak ingin hal yang membuat gw suka terjadi." Pekik Gerry, Denias tertawa dan segera beranjak dari duduknya. Ia menuju kamar dan merebahkan dirinya di atas kasur empuk milik Gerry, badan nya terasa sangat remuk. Sepanjang malam, ia merasakan sakit badan yang amat luar biasa. "Ger... " Denias memanggil-manggil nama Gerry, Gerry sudah tertidur pulas sedari tadi dan sama sekai tak bisa mendengar suar Denias yang sedari tadi memanggilnya dari dalam kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD