1. Menikah Lagi

652 Words
(Bayu) "Tolong jaga anakku. Jadikanlah dia istrimu. Meski hanya istri kedua, aku yakin kau bisa menjaganya. Dia tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, selain aku ayahnya. Sementara umurku sudah tidak lama lagi. Aku mohon ...." Tubuhku menegang saat mendengar permohonan orang yang sangat berjasa dalam hidupku. Beliau adalah Om Hendra. Orang yang pernah menyelamatkan ayahku dari kecelakaan yang membuat tubuhnya menjadi tak normal lagi. Beliau juga yang menyekolahkanku saat ayahku telah tiada. Aku berhutang banyak padanya. Saat ini beliau mengidap penyakit yang parah, yang membuat kondisinya kritis. Dan dokter juga telah memvonis bahwa umurnya tak akan lama lagi. Beliau memiliki satu putri yang beliau dapatkan ketika usianya sudah tidak muda lagi. Sementara istrinya meninggal saat melahirkan putri mereka. Saat ini putri mereka berusia tujuh belas tahun lebih. Dia bernama Nadira. Awal aku mengenal Om Hendra, usia Nadira baru satu tahun. Saat itu usiaku delapan belas tahun. Baru saja memasuki bangku kuliah. Saat ini aku telah menikah dengan Anisa, teman kuliahku. Cinta pertama dalam hidupku. Dan aku juga berharap dia akan menjadi cinta terakhirku. Kami sudah menikah selama tujuh tahun. Namun, sampai sekarang kami belum memiliki anak. Tapi aku optimis, suatu saat pasti Tuhan akan memberi anugerah itu untuk kami. Karena setelah diperiksa, kondisi kami baik-baik saja. Aku melihat Nadira, dia menangis terisak. Sungguh tak tega aku melihatnya. Apakah aku harus mengkhianati Anisa? Benar-benar sulit. Dan aku tak bisa memilih. Nadira tak memiliki siapa-siapa lagi selain ayahnya. Apa aku tega membiarkan orang yang sudah aku anggap adik hidup sendiri. Bagaimana kalau nanti ada yang memanfaatkannya? Om Hendra orang yang cukup kaya. Bukan tak mungkin jika Om Hendra meninggal, akan ada yang memanfaatkan Nadira. Apalagi dia masih polos. Dengan satu tarikan napas, akhirnya aku mengambil keputusan. "Baiklah Om ... aku akan menikahi Nadira." Nadira cukup terkejut mendengarnya. Apalagi dia tahu kalau aku telah menikah. Berbeda dengan Nadira, Om Hendra justru terlihat sangat bahagia. Mungkin beliau merasa tenang karena akan ada yang menggantikannya menjaga putri satu-satunya. Aku melakukan itu hanya untuk melindungi Nadira. Juga melindungi harta Om Hendra. Nanti setelah Nadira kuliah, dan dia sudah cukup mengerti bisnis aku akan menceraikannya. Malam ini juga kami menikah secara siri. Karena untuk menikah resmi aku harus mendapatkan izin dari Anisa sebagai istri pertamaku. Ada kyai yang menikahkan kami. Juga pengacara dan sopir Om Hendra yang menjadi saksi nikah kami. Dengan air mata yang tak pernah berhenti dari mata Nadira, akhirnya dia resmi menjadi istri keduaku. Tak sampai satu jam setelah kami menikah, Om Hendra mengembuskan napas terakhirnya. Nadira menangis histeris. Aku memeluk untuk menenangkannya. *** Esoknya jenazah Om Hendra langsung dimakamkan. Selama di pemakaman, aku terus memeluk tubuh lemah Nadira. Dia juga tak menolak. Siangnya, aku langsung memboyong Nadira ke rumahku. Rumah di mana aku dan Anisa tinggal. Nadira masih menjadi sosok yang pendiam. Sesampainya di rumah, aku langsung menyuruh Nadira untuk beristirahat di kamar yang tadi sudah disiapkan oleh asisten rumah tanggaku. Karena tadi pagi, aku memberitahukannya bahwa akan ada yang tinggal di rumah. Nadira menurut saja. Meskipun tanpa jawaban keluar dari mulutnya. "Ibu di mana, Bik?" tanyaku pada Bik Sumi. "Ada di kamarnya, Pak." "Baiklah. Aku akan menemuinya." Aku sangat merindukan istriku. Dia tahu kalau Om Hendra meninggal. Tetapi dia belum tahu kalau aku telah menikah lagi. Sesampainya di kamar, dia sedang duduk serius di balik meja kerjanya. Saking seriusnya, sampai dia tidak menyadari kehadiranku. Dia adalah seorang designer. Aku mendekatinya. Begitu sampai di belakang kursi yang ia duduki, aku langsung memeluknya. Kemudian mendaratkan kecupan-kecupan di wajahnya. "Mas ... kamu bikin aku kaget tahu enggak ...," protes Anisa. "Lagian, kamunya serius banget. Sampai-sampai nggak menyadari kehadiranku." "Maaf ... Mas baru sampai?" "Iya. Baru banget. Capek rasanya. Tapi capekku hilang pas ketemu kamu." "Gombal!!" "Beneran. Aku kangen banget sama kamu." Aku menciumi puncak kepalanya. "Lancar pemakamannya?" "Lancar" "Mas, sih, melarangku ke sana" "Nggak apa-apa." "Anaknya gimana?" Aku terdiam. Bagaimana caraku menjelaskan padanya. Dari mana aku akan memulainya? "Aku ingin bicara sama kamu ...." TBC. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD