Naren berkali-kali mendapat banyak telepon dari asistennya di perusahaan. Ia sudah meninggalkan pekerjaan cukup lama, tidak mencampuri urusan pekerjaannya sedikit pun, dan hanya bepergian seputar rumah sakit dan sekitarnya saja. Ibu Clara sudah mewanti-wanti agar Naren mengurus hal-hal penting yang harus dilakukannya, tapi Naren tetap kukuh untuk terus menemani Clara. Kini, panggilan telepon itu seolah mencapai puncaknya. Meledak-ledak sejak kemarin. Naren memandangi ponselnya itu. Ada dua puluh satu panggilan tak terjawab. Tepat ia akan menonaktifkan ponselnya, sebuah panggilan kembali datang. Dari asistennya, tentu saja. "Halo," sapanya saat menerima telepon itu. Ia sengaja membuat suaranya setenang mungkin. "Halo? Ya ampun. Aku sudah meneleponmu berkali-kali! Kamu bosnya di sini, man

