Bab 6. Oh Mrs. Grey

1443 Words
Angin kencang menyambut kedatangan Grey saat kakinya melangkah di pasir yang basah. Suara deburan ombak memecah kesunyian malam. "Pantai?" Bibir Grey terangkat membentuk senyuman manis begitu melihat pantai di depannya. Meski malam hari, keindahan pantai tak sedikit pun berkurang bagi Grey. Ia memejamkan matanya, meresapi udara segar yang menembus kulitnya. Namun, tiba-tiba Xabiru meremas lembut tangan Grey hingga membuat wanita itu membuka mata kembali. "Lari!" ujar Xabiru membuat Grey kebingungan. "Lari," ucap Xabiru lagi, kali ini disertai tarikan lembut pada tangan Grey untuk mengikuti langkah kakinya. Grey awalnya masih kebingungan, tapi Xabiru terus menarik tangannya hingga mau tak mau mengikuti pria itu dan ikut berlari bersamanya. Xabiru membawa tangan Grey berlari dengan cukup kencang sehingga wanita itu cukup kesusahan. "Akhhhhhhh! Kenapa kau terus mengajakku berlari?" Grey berteriak keras, napasnya terengah-engah tapi kakinya masih belum ingin berhenti. Xabiru meliriknya dengan senyum tipis. "Lebih kencang lagi, ayo!" Xabiru membawa Grey berlari di tepi pantai yang ombaknya cukup besar. Air laut yang ganas itu tak sedikit yang mengenai kaki Grey. "Akhhhhhhh!" Grey kembali berteriak saat rasa dingin menyentuh kulitnya. Bibirnya kembali mengulas senyum manis, menatap Xabiru yang masih terus menarik tangannya. Xabiru mengajak Grey berlari cukup jauh membuat Grey cukup kelelahan. Saat sampai di sebuah kafe kecil pinggir pantai, Xabiru mengajaknya berhenti-henti. Napas mereka terengah-engah karena berlari sangat jauh. Grey bahkan langsung duduk begitu saja di pasir seraya meluruskan kakinya. Xabiru ikut duduk di samping Grey sembari mengatur napasnya. "Bagaimana? Apakah sudah lega?" Grey melirik ke arah Xabiru, ia mengangguk pelan sebagai jawaban. Pria ini memang tidak memberikan kata-kata manis yang menenangkan, tapi dengan berlari Grey bisa meluapkan emosinya. "Terima kasih," ucap Grey pelan. "Hahaha, aku bahkan tidak melakukan apa pun. Sebentar." Xabiru tertawa kecil, pria itu bangkit lalu beranjak menjauh. Grey meliriknya dengan ekor mata, mengikuti gerak Xabiru dengan matanya. Beberapa saat kemudian Xabiru kembali membawa minuman soda di tangannya. "Jangan minum alkohol, kamu pemabuk yang sangat parah," seloroh Xabiru. Grey tersenyum kecut, ia memang tidak pernah minum alkohol sekali pun, kecuali kemarin malam karena rasa sakit hati yang sangat menyesakkan. "Ngomong-ngomong, semalam aku ingat kamu yang menemaniku. Apakah tidak terjadi sesuatu antara kita?" Grey memutar tubuhnya, menatap Xabiru lebih intens. "Hah?" Xabiru cukup kaget akan pertanyaan itu, sedikit tidak menyangka jika Grey malah bertanya. "Oh, kamu hanya minum 3 gelas sudah tepar di mejaku. Setelah itu suamimu datang, ya seperti itu saja," jelas Xabiru. Berbohong tentunya karena tak mungkin mengatakan jika ia mencuri ciuman dari Grey yang tidak percaya. Bisa-bisa Grey akan mengamuk lagi. Mata Grey menyipit tampak curiga, namun ia tidak mengatakan apa pun. Mengambil ponsel untuk melihat apakah ada notifikasi dari suaminya karena ia pergi tanpa izin. Namun, yang harapan Grey nyatanya terlalu besar. Grey menghela napas kecewa, pandangan mata itu seketika berubah suram. Memandang kegelapan malam yang terasa jauh lebih gelap hatinya saat ini. Semua itu tak luput dari perhatian Xabiru, ia menyeringai merasa semakin punya celah untuk mendekati wanita yang tengah kesepian ini. "Kenapa harus sedih melihat dia yang tiba-tiba berubah? Seharusnya dari sekarang kamu itu belajar, jangan pernah menggantungkan harapan kepada manusia. Karena dia hanya manusia yang sikap dan hatinya bisa berubah kapan saja. Mungkin itu yang terjadi pada suamimu, mulai bosan, maybe?" ucap Xabiru pelan namun berbalut nada provokasi yang kental. "Mas Bastian itu baik," tukas Grey, entah kenapa masih tidak terima jika suaminya dihina orang lain. "Hahaha kamu jangan terlalu naif, Nona. Baik di rumah belum tentu diluar juga seperti itu. Bukankah kamu sudah melihat sendiri bagaimana dia kemarin?" Xabiru tertawa terbahak-bahak, merasa Grey ini memang terlalu naif atau terlalu bodoh? Grey mendesis kesal, tanpa mengatakan apa pun ia langsung memukul lengan Xabiru dengan keras membuat pria itu meringis. "Diamlah! Kamu tidak tau apa pun tentang hidupku, jangan sok tau!" sergah Grey. Xabiru memainkan mulutnya seolah sedang mengunyah, tapi sebenarnya ia sedang kesal saat itu. Tiba-tiba ia mendekat hingga wajahnya nyaris menyentuh wajah Grey. Wanita itu mundur dengan mata melotot kaget. "Kamu mau apa?" Grey mendadak gagap, ia bisa mencium bau napas yang segar dari pria yang ada di depannya ini. "Menurutmu aku ingin apa?" Xabiru menyeringai lebar, melihat wajah panik Grey membuat ia ingin bermain-main sejenak dengan wanita ini. Ia mendekatkan wajahnya kembali membuat Grey kembali mundur. "Sebenarnya aku sangat penasaran, kenapa Tuhan mempertemukan kita?" Wajah itu semakin dekat hingga Grey kesulitan untuk bernapas. "Menjauhlah!" seru Grey. "Jawabannya mungkin ada dua hal." Xabiru berhenti, namun posisinya masih sangat dekat dengan wajah Grey. "Tuhan memang ingin kita dekat, atau memang hanya kebetulan saja. Tapi kalau boleh jujur, aku suka jawaban yang pertama. Tuhan ingin kita dekat," bisik Xabiru sengaja meniup wajah Grey membuat sang pemiliknya menahan napas. "Tapi sayang sekali, kamu sudah bersuami." Sedetik kemudian Xabiru menjauhkan tubuhnya seolah tak terjadi apa pun. Grey merasa tubuhnya masih gemeteran. Xabiru tidak melakukan apa pun padanya, akan tetapi hatinya gugup tak karuan. Dari sorot mata Xabiru seperti punya daya tarik yang membuat Grey seperti tidak bisa berpaling. "Saran saja, kalau kamu memang sudah tidak bisa bertahan, lebih baik mundur. Kamu punya segala hal yang diinginkan para wanita di luar sana. Aku yakin, banyak yang menginginkanmu, termasuk aku." Xabiru kembali memberikan nasehat, namun kalimat terakhirnya ia ucapkan dalam hati. Grey tersenyum kecut, semilir angin malam menerbangkan rambutnya yang panjang. Perlahan ia membenarkan sulur rambut ke belakang telinga. "Semua tidak segampang yang kamu katakan," ucap Grey. Xabiru menarik sudut bibirnya, Grey akhirnya mulai terbuka dengannya. "Aku tebak, kalian menikah tanpa cinta? Dijodohkan?" "Apakah terlalu terlihat?" Grey menunduk menyembunyikan wajahnya yang menyedihkan. "Hahaha, itu hanya tebakanku saja. Ah, sepertinya aku cocok jadi cenayang!" seloroh Xabiru dengan tawa jumawa. Grey tanpa sadar ikut tersenyum mendengar ucapan Xabiru. Pria itu ternyata punya selera humor yang receh. Meski tidak menceritakan semua masalahnya, Grey sudah merasa senang bisa berbicara dengan Xabiru. "Terkadang aku juga tidak mengerti, pernikahan itu apa? Apakah hanya sebuah simbol yang mengikat perempuan agar mereka tidak bisa bebas?" ucap Grey lagi. "Salah itu." Xabiru menggeleng pelan. "Pernikahan adalah hubungan yang istimewa kalau kata Mamaku. Mereka akan bahagia jika menikah dengan orang yang tepat. Jadi bukan salah pernikahannya, tapi salah orangnya kalau pernikahanmu tidak bahagia," ucapnya lagi. "Bahagia?" Grey menerawang jauh. Entah sejak kapan ia merasakan yang namanya bahagia. Xabiru tiba-tiba menarik tangan Grey membuat wanita itu menoleh. Pria itu mengambil pasir lalu meletakkannya di tangan Grey, meminta wanita itu menggenggamnya. "Hubungan itu ibaratkan sebuah pasir, yang semakin kamu genggam akan semakin berkurang. Kamu juga akan menyakiti tanganmu sendiri jika kamu terus menggenggamnya. Jangan terlalu berlebihan, cintai dia sewajarnya saja. Kamu juga punya hati yang harus dijaga untuk tetap baik-baik saja. Mengerti, cantik?" kata Xabiru lembut sekali, suaranya berat bercampur gemuruh angin malam yang kencang. Grey terdiam merenung mendengar perkataan Xabiru yang berhasil membuat hatinya perlahan mulai terang. Ia mencoba mengenggam pasir itu sendiri, memang bukan malah bisa memiliki semuanya, pasir itu justru banyak yang jatuh dan tangannya terasa perih. Ucapan Xabiru juga terngiang membuat Grey terus menatap pria itu. "Pria ini ... terlihat sangat nakal dari penampilannya, tapi kata-katanya membuat hatiku tenang," batin Grey. Xabiru tersenyum manis, bukannya tak sadar jika Grey saat ini terus menatap dirinya. Ia lalu melirik seorang waiters yang baru saja datang, ia melepaskan tangan Grey. "Makanan datang," kata Xabiru menerima nampan itu lalu meletakkannya di depan Grey. "Ayo makan dulu, Nona?" Xabiru menggantung ucapannya, merasa belum tahu nama wanita bersuami yang menjadi incarannya ini. "Grey," sahut Grey singkat, ia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain karena sejak tadi terus terpaku pada wajah Xabiru. "Grey? Ah, namamu saja seindah wajahmu, Nona. Aku yakin Ayahmu berpikir keras untuk memberimu nama itu," seloroh Xabiru mengerlingkan sebelah matanya menggoda. Grey tersenyum tipis, baru kali ini ada yang memuji dirinya. Dan sialnya itu bukan suaminya. "Makan dulu, habis ini aku antar ke hotel lagi. Sakit hati juga perlu tenaga untuk nangis," celetuk Xabiru sembari mendorong satu piring makanan yang ia pesan untuk Grey. "Biasanya cewek tuh suka makanan pedes kalau galau, aku pesenin ini nggak apa-apa?" Xabiru terkekeh-kekeh, terlihat sangat santai sekali. "Tidak apa-apa," sahut Grey malah kaget karena Xabiru juga memesankan dirinya makanan. Tanpa sadar hatinya mulai membandingkan, Bastian saja tidak pernah seperhatian ini padanya. "Baiklah, selamat makan." Grey mengangguk mengiyakan, diam-diam ia melirik Xabiru yang mulai memakan makanannya. Entah apa yang Grey pikirkan, ia seperti tidak bisa berpaling saat melihat pria itu. Penampilannya yang berantakan itu justru menjadi daya tarik sendiri bagi setiap wanita yang memandang. "Kalau tidak keberatan, bolehkah aku meminta antar ke Bandara saja? Aku ingin kembali ke Jakarta, besok pagi pesawatku—" "Oke." Xabiru menyetujui tanpa banyak berkata, ia harus menundukkan wajahnya dalam-dalam untuk menyembunyikan senyuman di bibirnya. "Sekarang kamu hanya memintaku mengantar ke Bandara, aku yakin nanti kamu akan memintaku untuk naik ke ranjangmu. Oh, Mrs. Grey tarik aku sekarang ..." Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD