Bab 12. Terlalu Lelah

1114 Words
Banyak sekali waktu yang telah Grey buang hanya untuk menangisi hal yang sia-sia. Kemarahan dalam dirinya sudah sampai di ujung tanduk, tapi tak pernah sedikit pun Bastian mencoba membujuk. Jangankan membujuk, pria itu justru bersikap seolah tidak terjadi apa pun antara mereka berdua. Yang lebih parah Bastian tidak sekali pun menanyakan bagaimana keadaannya setelah apa yang pria itu lakukan padanya kemarin. Bastian benar-benar tidak peduli. Awalnya Grey memang tidak pernah marah lama, karena setiap marah ia tidak pernah dibujuk sehingga mencoba bersikap baik-baik saja. Lama-kelamaan sudah terbiasa dan bosan dengan situasi yang sama berkali-kali. "Mulai besok kamu nggak usah kerja lagi. Mama marahin aku terus, di rumah aja aku belikan apa pun yang kamu mau." Baru pulang dari kantor Bastian memberikan kalimat yang kurang menyenangkan. Tangan Grey yang semula memegang baju kotor suaminya yang diletakkan sembarangan menggantung begitu saja. Ia menarik napas panjang, terlalu lelah hingga menjawab pun enggan. Setelah mengemasi baju-baju kotor itu Grey langsung merebahkan dirinya di kasur. Hari ini sangat melelahkan membuat ia tertidur lebih cepat. Keesokan paginya Bastian mengulangi perintah yang sama, dimana Grey memang harus keluar dari pekerjaannya itu. Grey menyanggupi saja karena benar-benar sudah lelah. Ia menganggap mungkin memang ini jalan yang ditakdirkan Tuhan untuk dirinya. Menjadi seorang istri patuh dengan hati yang hampa. "Mas berangkat ke kantor dulu. Pulang nanti mau Mas bawakan apa?" Bastian mendekat, mencium kening Grey saat akan pergi ke kantor. "Enggak usah, nggak pengen apa-apa," jawab Grey pelan. Sudah terlalu muak sampai hatinya seperti mati rasa. "Baiklah, Mas berangkat dulu." Bastian mengusap-usap rambut Grey lalu beranjak meninggalkan rumah. Grey hanya berwajah datar, ia memandang kepergian suaminya dalam diam lalu menutup pintu rumahnya. Setelah ini ia harus menghubungi Bu Widia untuk membahas pengunduran dirinya. Grey baru saja melangkah sampai di ruang tengah tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Grey mengerutkan dahi sedikit, cukup heran ada tamu sepagi ini. Atau mungkin suaminya kembali lagi? Grey memutar langkahnya kembali, membuka pintu untuk tamu yang menggedor dengan cukup tak sabar itu. "Iya sebentar," sahut Grey membuka pintu perlahan. Dan ketika pintu itu terbuka ia justru kaget sekali melihat sosok Xabiru yang berdiri seraya menyugar rambutnya ke belakang. "Biru!" seru Grey terkejut luar biasa. "Kenapa lama sekali, Sayang?" Xabiru langsung masuk tanpa disuruh, mendorong tubuh Grey lalu mengunci pintunya dari dalam. Grey semakin kaget melihat sikap Xabiru yang menurutnya sangat aneh. Ditambah saat ini mereka sedang di rumah Bastian, Grey takut jika ada orang atau keluarga yang melihat kedatangan pria ini. "Biru, jangan aneh-aneh. Mendingan kamu keluar dari rumah aku!" Grey mendorong Xabiru agar keluar, namun tubuh pria itu terlalu besar hingga ia tidak bisa menggerakkannya sedikit pun. "Yakin mau pulang? Katanya mau selingkuh?" "Biru!" Grey buru-buru menutup mulut Xabiru yang laknat. Wajahnya panik sekali, meksipun di tempat itu tidak ada siapa pun tapi ia benar-benar takut. "Apa kamu sadar ini dimana!" Xabiru menyeringai melihat wajah panik Grey, ia mencium tangan wanita itu dengan bibirnya membuat Grey semakin syok dan segera menarik tangannya. Xabiru belum melepaskan Grey dengan mudah, sebelum sempat beranjak ia menarik pinggang Grey hingga tubuh mereka menempel. "Kamu sangat cantik kalau panik seperti ini," ucap Xabiru berbisik halus di telinga Grey, dengan sengaja mengecup pelan telinga wanita itu. Grey menahan napas dengan tubuh yang merinding hebat. Ia merasakan jantungnya berdetak tak karuan sekarang. "Apa lukamu sudah sembuh?" Kini giliran Xabiru memegang pipi Grey yang masih lebam meski tak segelap kemarin. "Aku baik-baik saja," sahut Grey gugup, ingin melepaskan diri namun pelukan Xabiru benar-benar erat. "Bisakah kamu berhenti bilang baik-baik saja? Kamu nggak baik-baik saja sekarang," tutur Xabiru dengan suara lembut, memandang Grey dengan tatapan teduh. Grey memberanikan diri mengangkat pandangannya hingga netranya bertemu dengan Xabiru. Tatapan pria itu sangat teduh membuat ia terlena. Xabiru menunduk, tiba-tiba mencium pipi Grey yang terluka membuat mata Grey sontak terpejam. "Aku obati ya, masih sakit 'kan?" bisik Xabiru. Grey seketika tersadar, ia melepaskan dirinya dari Xabiru dengan cepat. "Ini benar-benar sudah tidak apa-apa. Sudah tidak perlu mengkhawatirkan aku." Xabiru menghela napas panjang, ia tidak mengatakan apa pun namun langsung beranjak masuk ke dalam rumah Grey. Lebih tepatnya masuk ke ruang tengah dan menghempaskan tubuhnya di sana. Grey semakin kaget melihat tingkah Xabiru, ia buru-buru menyusul karena takut pria itu akan berbuat aneh-aneh. "Biru, tolong jangan menambah masalahku. Lebih baik kamu pulang," usir Grey. "Aku laper banget, kamu masak apa?" Xabiru memasang wajah bermalas-malasan. "Aku enggak masak, aku capek. Kamu pulang sekarang!" Grey tidak mau mendengar alasan, ia menarik tangan Xabiru agar bangkit dari duduknya. "Enggak!" Xabiru justru menarik balik tangan Grey hingga wanita itu duduk di pangkuannya. "Biru!" "Kenapa kamu terlihat takut seperti itu?" Xabiru menatap Grey lebih tajam dari sebelumnya, kedua tangan itu melingkari perut Grey yang rata. "Apa aku terlihat sangat menakutkan?" Grey menelan ludahnya gugup, posisi Xabiru sangat dekat sekali dengannya membuat ia sangat resah. Ia bahkan bisa mencium harum parfume pria ini yang sangat segar. "Kenapa Grey?" Xabiru bertanya mendesak, mendekatkan wajahnya hingga nyaris bersentuhan dengan Grey. "Aku ...." Sial! Grey tidak bisa menjawab apa pun karena perangkap mata hitam itu membuat ia mati kutu. Seharusnya ia marah karena sikap Xabiru ini, tapi tubuhnya yang merindukan sentuhan ini justru menerima dengan tangan terbuka. Xabiru tiba-tiba menunduk, mencium bahu Grey seraya mengusap lembut punggungnya. "Tenang saja, aku mungkin pecinta wanita. Tapi aku tidak akan memaksa jika kamu tidak memberikan izin. Aku datang karena merindukanmu," bisik Xabiru tanpa ragu memeluk tubuh Grey yang duduk di pangkuannya. "Apa?" Grey bertanya tak percaya. Xabiru tersenyum tipis, bibirnya semakin nakal berpindah ke sisi leher Grey perlahan. "Tawaran yang kemarin ... apa masih berlaku?" Grey memejamkan mata singkat, tubuhnya meremang hebat karena kecupan-kecupan kecil di di sepanjang lehernya. Ia mencoba berpikir keras akan pertanyaan yang diberikan oleh Xabiru. Ia lalu ingat akan ajakan gila yang kemarin pernah terlontar. Ciuman Xabiru semakin nakal, dari leher pindah ke tukang selangka membuat Grey semakin gemetaran. "Tawaran apa?" Grey mencoba menjawab meksi pikirannya kacau. Xabiru mengangkat wajahnya, mengusap lembut pipi Grey. "Tidak mungkin kamu lupa, Sayang. Aku rasa ini waktu yang pas, suamimu tidak ada di rumah." Xabiru berbisik nakal. "Aku juga tidak keberatan ...." Tangan Xabiru semakin berani, mengusap lembut kaki Grey , naik ke atas sampai ke pahanya. "Jika harus menjadi teman kesepianmu," bisik Xabiru menekan pelan tubuh Grey yang perlahan-lahan jatuh ke sofa. Grey pasrah seperti orang bodoh, tatapan dari mata hitam itu berhasil membuatnya hilang konsentrasi. Ditambah usapan lembut di paha membuat tubuhnya gemetar hebat. Pria itu kemudian menunduk, mengecup lembut bahunya. "Katakan apa yang harus aku lakukan?" Xabiru berbisik lembut, mengusap rambut hitam Grey perlahan. Tatapan matanya sejak tadi hanya fokus pada bibir Grey yang seksi, tak sabar sekali ingin merasakan bagaimana manisnya bibir itu. "Biru ..." panggil Grey lirih. "Ya Grey?" "Buat aku melupakan semua rasa sakit ini ...." Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD