Xabiru mengerutkan dahinya dengan tangan yang masih menggantung saat ingin menyimpan salep. Memutar pandangan menatap Grey yang baru saja melontarkan kalimat yang membuatnya tercengang.
"Apa kamu bilang?" Xabiru bertanya kembali seraya mengernyit. "Semudah ini kah?" batinnya.
Grey tersenyum sinis, sesaat menunduk menyembunyikan wajahnya yang menyedihkan.
"Bukankah itu alasanmu mendekatiku? Kamu tahu tau aku sudah menikah, kenapa terus mendekat. Ingin mengajakku selingkuh 'kan?" Katakanlah ia gila. Terlalu sakit membuat ia tidak bisa berpikir dengan tenang.
Xabiru mengangkat sebelah alis, cukup kaget jika Grey tau tujuan utamanya mendekati wanita ini. Ia menatap dalam-dalam wajah Grey, sangat cantik dengan bibir yang seksi. Tawaran dari wanita itu cukup menggiurkan, ditambah ia memang sudah membayangkan hal menyenangkan dengan wanita ini.
"Selingkuh itu terjadi saat ada kesempatan memang benar, ya? Sekarang coba katakan padaku, selingkuh seperti apa yang kamu inginkan?" Xabiru mendekat ke arah Grey, meletakkan kedua tangannya di sisi tubuh wanita itu. Sialnya aroma tubuh wanita ini sangatlah menggoda sekali.
"Bagaimana jika pertanyaannya aku balik? Apa yang kamu butuhkan dariku? Bukankah kepuasan?" Grey cukup gemetar saat wajah Xabiru dekat dengannya, ia mencoba menguasai diri dengan mengelus tangan Xabiru dengan jarinya.
Xabiru melirik tangan itu, terlihat sekali gemetaran, pun dengan tubuh Grey yang berkeringat dingin. Xabiru menyeringai, tiba-tiba menarik tangan Grey lalu mendorongnya hingga terbaring di ranjang. Kedua tangannya di angkat ke atas kepala hingga wanita itu tidak bisa bergerak.
"Tebakanmu cukup bagus, tapi sayang sekali kurang tepat. Aku memang tertarik denganmu, bukan berarti ingin mengajakmu selingkuh!" desis Xabiru menatap Grey sangat tajam.
"Apa kamu yakin tidak menginginkannya?" Grey masih belum menyerah, ia melirik Xabiru dengan tatapan menggoda. Ia merasa cukup tertantang, kenapa para pria itu tidak tertarik dengannya? Apakah memang ia tidak semenarik itu?
Xabiru menyeringai, merasa semakin penasaran dengan wanita yang ada dibawah kungkungannya itu.
"Bukan aku yang meminta, tapi jika kamu berikan, tentu aku tidak akan menolak," bisik Xabiru balas menggoda dengan mengecup bahu Grey.
Grey cukup kaget akan sentuhan itu, bola matanya bergerak-gerak menatap mata Xabiru yang perlahan menunduk mencium bibirnya. Namun, baru saja bibir itu menempel ia merasakan kalau Xabiru tengah menahan senyum membuat matanya terbuka kembali.
Xabiru tersenyum penuh ledekan, tiba-tiba saja melepaskan Grey yang terlihat sudah pasrah. Tatapan matanya tampak kurang berselera kepada Grey.
"Tubuhmu cukup murahan juga ternyata. Pantaslah suamimu suka selingkuh. Wanita pengalaman tidak akan semudah itu memberikan tubuhnya. Maaf, aku menolak tawaranmu," ucap Xabiru acuh tak acuh. Merasa terlalu mudah seperti ini kurang menyenangkan untuknya.
Grey terperanjat tak percaya, untuk kesekian kalinya ia ditolak oleh seorang pria setelah ia memberikan tubuhnya. Rasanya begitu kesal namun juga malu sekali. Rasa malu yang membuat matanya berkaca-kaca.
Grey menggigit bibirnya menahan tangis, ia bangkit dari posisinya dan mengambil kemejanya kembali, memakainya dengan gerakan kasar. Tak sedikit pun melirik Xabiru yang membuatnya sangat marah.
"Tempramenmu juga buruk, aku menolak sekarang karena ku rasa kamu belum punya skil khusus. Kamu tahu, pria itu lebih suka jika wanitanya memuaskan di ranjang, bukan yang berbaring pasrah sepertimu," kata Xabiru diam-diam membenarkan celananya karena sesuatu dalam dirinya sudah bangkit meski tidak melakukan apa pun.
"Sialan!"
"Kamu masih perlu banyak belajar." Xabiru menyering nakal. Cukup heran karena Grey terlihat sangat polos sekali, padahal wanita itu sudah menikah.
"Apa mungkin itu triknya?" batin Xabiru penuh tanya.
Grey menahan gemuruh emosi di dadanya mendengar ucapan Xabiru. Tanpa mengatakan apa pun ia meninggalkan ruangan itu dengan rasa marah dan malu yang luar biasa. Kenapa ia bisa sebodoh ini?
***
Kondisi badan yang remuk serta banyaknya pikiran ruwet di kepala membuat Grey memutuskan pulang sebelum pekerjaannya selesai. Ia berpamitan dengan Bu Widia dan meminta maaf atas ketidaknyamanan yang sudah dibuatnya itu.
"Kamu ada masalah, Greysia? Itu pipi kamu lebam habis dipukul?" Bu Widia cemas tatkala melihat Grey datang dengan wajah lesu seperti itu. Tidak seperti biasa yang selalu ceria dan semangat.
"Bukan, ini aku yang kurang hati-hati, Bu. Jatuh dari tangga makanya lebam seperti ini," jelas Grey yang tak ingin masalah rumah tangganya menjadi bahan asumsi publik.
"Saya bukan anak kemarin sore yang bisa kamu tipu, Grey. It's oke, semua orang punya hak untuk privasi masing-masing."
"Terima kasih, Bu."
"Ya, istirahatlah dulu. Selagi belum benar-benar sehat tidak perlu memikirkan pekerjaan."
"Terima kasih sekali lagi, Bu. Saya permisi dulu." Grey mengangguk hormat, merasa bersyukur punya atasan sebaik Bu Widia.
Grey berpamitan untuk pulang bersamaan dengan Xabiru yang masuk ke dalam ruangan Mamanya. Keduanya saling pandang, namun hanya sesaat karena Grey buru-buru membuang muka.
"Biru, kamu sudah disini?" Bu Widia heran tatkala melihat putranya sudah ada di restoran sepagi itu.
"Biasa, Ma. Aku mau berangkat ke kampus. Ada yang Mama perlukan nggak?" Xabiru menyahut namun tatapan matanya tertuju pada sosok Grey yang menundukkan pandangan.
Grey cukup terkejut mendengar panggilan Xabiru kepada Bu Widia. Itu artinya Xabiru adalah anak dari atasannya di restoran?
"Kayaknya enggak. Bulan depan Mama ada seminar di Bandung. Awas kamu keluyuran, kerjain tuh skripsinya. Mau sampai kapan jadi anak kuliahan terus," omel Bu Widia.
"Gampanglah itu. Kalau Mama nggak di rumah aku nggak ada yang urus, mending nginep di—"
"Nggak ada alasan ya, Biru. Kamu tetap harus pulang di rumah!" titah Bu Widia.
Grey membuka mulutnya, merasa tidak enak terjebak diantara perdebatan Ibu dan anak ini. "Em Bu Widia maaf, saya permisi pulang dulu," ucap Grey.
"Ah Grey, kamu mau pulang? Barengan sama Biru aja. Biru, kamu anterin Grey pulang. Kasihan dia sakit."
Kalimat yang paling tak terduga keluar dari bibir Bu Widia membuat Grey tercengang. Ia memejamkan matanya singkat, mana mungkin ia pulang bersama Xabiru setelah apa yang terjadi antara mereka berdua?
"Tidak perlu merepotkan, Bu. Saya—"
"Oke, Ma." Xabiru langsung menyela sebelum Grey mengatakan apa pun. Ia menyeringai dengan ekspresi wajah puas sekali melihat wajah Grey yang begitu syok.
"Silahkan, Nona." Xabiru mengulurkan tangannya, meminta agar Grey berjalan terlebih dulu.
Grey memejamkan matanya singkat. Mungkin kalau bukan Bu Widia yang menyuruh ia akan menolak mentah-mentah, namun ini perintah langsung dari Bu Widia membuat ia mau tak mau menuruti permintaan wanita itu
Xabiru tersenyum tipis, entah kenapa ia sangat suka sekali melihat wajah Grey yang kesal namun juga tak berdaya seperti itu. Ia merasa menyesal karena tadi menolak tawaran yang diberikan wanita itu.
"Dia kenapa menggemaskan sekali," batin Xabiru tersenyum-senyum sendiri.
"Mikirin apa?" tegur Bu Widia mulai merasakan gelagat aneh putranya.
"Apa sih, Ma?"
"Greysia itu udah punya suami. Jangan macem-macem, ya," tutur Bu Widia.
Xabiru memutar bola matanya malas, ingin sekali menjawab jika memang itulah tantangannya. Xabiru ingin membuat Grey benar-benar bertekuk lutut dibawah kakinya dan membuat wanita itu sendiri yang nanti akan datang padanya untuk meminta hal lebih.
Hari ini mungkin Grey sudah menyerahkan dirinya kepada Xabiru, tapi ia tak suka jika terlalu mudah seperti ini. Xabiru masih butuh sedikit percikan gairah yang lebih besar dari ini.
"Terlalu mudah pun kurang menyenangkan bukan?"
Bersambung~