bc

BEAUTIFUL DISASTER

book_age16+
846
FOLLOW
3.9K
READ
dark
forbidden
independent
stepbrother
drama
twisted
city
first love
secrets
sisters
like
intro-logo
Blurb

Katanya obat patah hati adalah mencari cinta kembali. Namun, apa bisa Rima melakukannya jika si pria sumber patah hatinya adalah sosok nyaris sempurna dan tanpa cela?

Di saat para gadis di luar sana patah hati karena ditinggal atau dikhianati kekasihnya, Rima justru sebaliknya. Ia dan kekasihnya patah hati karena saling mencintai. Patah hati karena takdir tidak bersahabat dengan mereka.

chap-preview
Free preview
Satu
Panggil saja dia Rima. Tak perlu tahu nama lengkapnya karena ia tak suka menyebutkan nama belakang yang merupakan nama keluarga ayahnya. Ia enggan orang-orang di sekitarnya mengenal siapa sebenarnya dirinya. Semua orang di kota ini pasti tahu nama keluarga yang tersemat di belakang namanya. Ia tak pernah bangga dengan nama itu, pun tak mampu menghapus nama itu agar lenyap selamanya. Nama yang akan membuat sebagian orang merasa kagum, sekaligus bernafsu untuk mencibirnya secara bersamaan. Bagaimana tidak, ibunya adalah istri kedua dari sang ayah yang suka menikah itu. Jujur, Rima tak sudi menyebut orang itu sebagai ayahnya. Mari kita panggil saja ia dengan sebutan suami ibunya. Sang pejabat. Sang pengusaha sukses. Rima heran, semua orang hormat padanya padahal dunianya hanya seputar harta, tahta, dan wanita. Memang, pria itu punya semuanya. Dengan sifatnya yang tak pernah perhitungan saat merogoh kantongnya, tak heran banyak wanita yang berlomba-lomba mendekatinya. Salah satunya adalah ibu kandung Rima. Wanita bodoh itu benar-benar naif memaknai hidupnya. Bagaimana bisa wanita muda, cantik, cerdas, dan mempunyai karir cemerlang tertarik dengan pria yang sudah beristri? Ck, Rima benar-benar merutuki kebodohan ibunya di masa lalu—yang berlanjut hingga detik ini. Kebodohan itu berujung pada kelahiran kakak lelakinya dan dirinya. Meskipun mereka lahir dalam ikatan pernikahan yang sah, cibiran dari orang-orang di sekitar membuat keduanya bersikukuh menolak masa lalu orang tua mereka. Yang membuat Rima heran, hingga detik ini ibunya tak pernah sekalipun kehilangan rasa cinta kepada  suaminya itu. Ibunya selalu menceritakan masa lalu mereka dengan bangga. Masa lalu yang benar-benar membuat Rima dan kakaknya mengelus dada. Jelas-jelas sang ibu adalah perebut suami orang. Apa yang bisa dibanggakan dari itu? Pria itu memang memberikan segalanya untuk Rima dan Reno, kakaknya. Rumah mewah, hingga sejumlah uang untuk kebutuhan Rima, Reno, dan ibu mereka tak luput diberikannya. Namun, rasa kecewa itu seolah tak akan pernah sirna. Pria itu tak pernah menetap di rumah mereka. Ia hanya sesekali mengunjungi ibu mereka. Paling sering pun hanya tiga sampai empat kali kunjungan dalam seminggu. Itu pun sekadarnya saja. Baik Rima maupun kakaknya tak pernah ingat kapan terakhir kalinya mereka merasakan buaian lembut pria itu. Kapan terakhir mereka merasakan pelukan hangatnya? Atau, mungkin sebenarnya mereka tak pernah mendapatkannya? Ah, mereka juga tak tahu. “Rim, sepertinya mulai saat ini lebih baik kamu berhenti bekerja. Kamu sebentar lagi mulai mengerjakan skripsi. Ibu khawatir konsentrasi kamu terbelah,” ucap Eliya saat ia dan kedua anaknya tengah menikmati sarapan pagi. Gadis di hadapannya tak segera menjawab karena sedang mengunyah makanan. “Biarin aja, Bu. Selama Rima bisa bagi waktu, nggak masalah. Kan sambil belajar mandiri juga. Nanti kalau sudah wisuda, dia bisa meninggalkan pekerjaannya yang sekarang untuk mendapatkan yang lebih baik lagi.” Reno membantu Rima menjawab kekhawatiran ibunya. Reno tahu, adiknya itu tak akan mudah meninggalkan pekerjaan yang sudah setahun digelutinya itu. Rima selalu berpikiran sama dengan dirinya, tak mau bergantung dengan uang kiriman ayah mereka. Mereka ingin mandiri tanpa campur tangan orang itu, sama seperti ingin mereka agar sang ibu tak selamanya menjadi persinggahan yang hanya dituju ketika butuh. “Kamu juga gitu, Ren.” Eliya malah balik menyerang putra sulungnya. “Kenapa nggak terima aja tawaran ayah? Dengan kerja di tempat ayah, masa depan kamu lebih terjamin. Kamu bisa mendapatkan posisi yang bagus dengan gaji yang besar.” “Kami ingin mandiri, Bu. Kami nggak ingin terus menerus bergantung pada ayah. Ibu harusnya juga melakukan itu. Bukankah sejauh ini kita tetap baik-baik saja tanpa ayah? Mas Reno sudah punya penghasilan sendiri, aku juga. Kita nggak akan kekurangan.”Akhirnya, Rima angkat bicara. Semenjak Reno menyelesaikan kuliahnya dua tahun lalu, pria itu sudah mendapatkan pekerjaan yang cukup bagus. Ia bisa membantu keuangan keluarga dan mampu membiayai pendidikan Rima. Saat di bangku kuliah pun ia juga bekerja paruh waktu demi bisa hidup mandiri. “Kalian kalau sama ayah kok gitu, sih? Kita harus bersyukur, ayah selalu memperhatikan kita. Menjamin kenyamanan kita. Beliau selalu menyayangi kita.” Eliya berusaha membuat anak-anaknya menerima ayah mereka. Ia ingin anak-anaknya mencintai ayah mereka seperti dirinya mencintai pria itu. “Bu, kita nggak usah bahas ini lagi, ya? Masalah ini nggak akan selesai. Kalau ayah memang sayang kami, dia akan selalu berada di sisi kita, menemani aku dan Rima tumbuh hingga sebesar ini, bukannya hidup dengan istri dan anak-anaknya yang lain. Tolong, jangan bahas kebaikan ayah yang selalu Ibu agung-agungkan itu. Lagi pula, kalau ayah sebaik itu, kenapa sampai sekarang kita nggak pernah diizinkan tinggal dengan dia?” “Mas!” potong Rima keras. Ia tak ingin kakaknya mengungkit hal itu lagi, setidaknya di depan ibu mereka. “Apa pun keputusan Ibu, kami dukung, yang penting Ibu bahagia. Kebahagiaan Ibu adalah kebahagiaan kami,” putus Rima yang sudah tak ingin memperpanjang perdebatan mereka. Gadis itu menahan diri untuk tidak mendengkus. Pembicaraan tentang sosok ayah tak pernah berakhir mulus di rumah ini. Lebih baik tak membahasnya jika hanya menyisakan kedongkolan di hati masing-masing orang. Hari masih pagi, ia harus menjaga suasana hatinya. Di kampus nanti, Rima akan menghadapi dosen yang rewel luar biasa. “Kami berangkat, ya, Bu,” lanjut Rima sambil membawa piring kotornya ke dapur. Setelah meraih tasnya di sofa ruang tengah, ia pun meraih tangan ibunya dan mendaratkan ciuman di punggung tangan wanita yang begitu disayanginya itu. Tak lupa diciumnya kedua pipi yang agak tirus itu. “Kami sayang Ibu,” ucap Rima sebelum akhirnya pergi meninggalkan rumah. Reno melakukan hal yang sama. Mereka memang sering berangkat bersama jika Rima ke kampus pada pagi hari. Namun, jika tidak, Rima akan membawa sepeda motor atau terkadang naik angkutan umum. Terbesit rasa bersalah di hati kedua kakak beradik itu tentang pembicaraan pagi mereka yang tak mulus. Namun, mau bagaimana lagi? Mereka benar-benar tidak ingin bergantung pada pria yang telah membuat mereka ada. Mereka tidak ingin ada yang menghina mereka seperti istri pertama ayah mereka, beberapa tahun yang lalu. Ya, hidup sebagai anak dari istri kedua seorang pria bukanlah hal yang membanggakan. Banyak yang mencibir status mereka meski banyak pula yang mengatakan mereka beruntung mempunyai ayah seperti orang itu. Ayah yang dibenci sekaligus dirindukan keberadaannya.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook