Sejak pulang dari acara family gathering, aku banyak merenung. Aku memikirkan pernikahanku dan Mas Hanif yang stuck di tempat karena ulahku sendiri.
Kami sudah tak canggung lagi jika ingin kontak fisik secara lebih. Bahkan terkadang Mas Hanif langsung menciumku tanpa sebab saat aku sedang lengah. Aku pun tidak keberatan. Jangankan keberatan, aku malah bahagia. Sepertinya, aku mulai benar-bener menerima Mas Hanif sebagai suamiku, seutuhnya.
Apa aku telah jatuh cinta padanya? Jawabannya … sepertinya, iya. Aku merasa semakin tidak bisa jauh darinya. Bahkan aku mulai ingin tidur di kamarnya, hanya saja terlalu malu untuk mengutarakan ini karena dulu akulah yang meminta untuk pisah kamar.
Rasanya memang aneh dan serba nanggung. Kami sudah bisa bermesraan layaknya suami istri, tetapi tidur ma
