Menjelang pernikahan, aku tetap disibukkan dengan internship. Tidak banyak yang kulakukan untuk persiapan pernikahan meski acara akan digelar cukup besar. Semuanya sudah diurus WO yang disewa oleh Ibu dan Ibunya Mas Hanif. Percayalah, mereka adalah pihak yang paling bersemangat menyambut pernikahan ini. Karena baik aku ataupun Mas Hanif sama-sama orang Semarang— sama-sama Gunung Pati pula, kami sepakat untuk menjalankan akad dan resepsi jadi satu. Kami tidak ada waktu kalau harus melaksanakan dua acara besar sekaligus. Sejujurnya, aku ingin acara yang biasa-biasa saja agar tidak terlalu menelan biaya. Akan tetapi, Ayah dan Ibu menentang. Pasalnya, ini pertama kalinya mereka mengadakan hajat besar. Jadi inginnya mereka totalitas. Ya sudah. Toh yang menanggung mereka, jadi aku ikut saja.