Lawan Sepadan

1346 Words
Tiga bulan sebelumnya, "Kamu nggak sempat dandan atau gimana? Wajah kamu pucat kayak orang baru bangun tidur," tegur dr. Arshaka Narendra, dengan nada bicara serius dan wajah datarnya kepada Savanya Arnaldi alias Anya, asisten pribadinya yang baru satu bulan bekerja dengannya. "Uhm... sejujurnya iya sih, Pak. Saya bangun terlambat hari ini, tapi masih pakai pensil alis sama lipstik kok, tadi kayaknya nggak pucat-pucat amat," jawab Anya, mencoba terdengar santai meski sebenarnya malu, apa iya dia kayak wajah bantal? Demian, tangan kanan Shaka di bisnisnya yang berdiri tak jauh dari mereka, tampak hanya bisa menahan senyum mendengar jawaban itu, Anya ini memang sering terdengar polos, santai, tidak ada beban walau kadang sering juga sok tahu dan cerewet, kata Shaka dia mirip sama bestie-nya yang sedang ambil S2 di UK itu. Anya sempat melirik tajam ke arah Demian dengan bibir cemberut, dia menyadari bahwa pria itu sedang menahan tawanya karena ia ditegur Shaka. Kini mereka bertiga baru masuk ke dalam lift, dalam perjalanan menuju lantai dasar untuk pergi meninjau gudang baru milik perusahaan Shaka di Cikarang. Bekerja dengan Arshaka Narendra, menurut Anya, bukan hanya bekerja dengan orang ganteng, tetapi juga bekerja keras bagai kuda. Baru tiga minggu menjadi asistennya, tubuh Anya sudah sering terasa pegal, dan kepalanya sering berdenyut. Bagaimana tidak? Belum selesai satu tugas, sudah muncul tugas berikutnya. Kadang Shaka bahkan mengulangi perintah yang sama berulang kali, dia seolah memastikan Anya tidak lupa. Padahal, Anya merasa sudah bekerja dengan sangat gesit, Anya ini sudah berpengalaman di dunia kerja walau pekerjaannya itu online sebagai virtual assistant. Namun, ada perbedaan besar dari pekerjaan yang dulu, yaitu tidak adanya lembur. Kini, menjadi asisten pribadi Shaka yang hobi kerja sampai malam itu membuatnya hampir setiap hari pulang malam, paling cepat pukul sembilan malam sampai di rumah. Bahkan tadi malam, ia baru tiba di rumah pukul sebelas! Tak heran jika pagi ini ia terlambat bangun. "Nya, kamu sudah reservasi tempat di hotel untuk lunch meeting dengan Pak Toni, kan?" tanya Shaka tiba-tiba saat mereka dalam perjalanan menuju kawasan pergudangan di Cikarang. "Ckk, kan udah gue laporin tadi pas baru datang, Son!" gerutu Anya dalam hati, "Kebiasaan banget deh Pak, perfeksionis boleh aja, tapi jangan kayak orang tua juga, ngomongnya selalu berulang- ulang!" "Sudah, Pak," jawab Anya tenang dan tidak terlihat dia baru saja mengomel dalam hati. Shaka mengangguk, ia tampak puas dengan jawaban Anya tanpa prasangka. Perusahaan Shaka bergerak di bidang alat kesehatan, namanya Bintang Royal persada, yang sudah dibangunnya dari tiga tahun yang lalu sejak dia memutuskan tidak melanjutkan karir dokternya setelah selesai masa internship. Dan, kini ia sedang melebarkan sayapnya lagi dengan memasarkan produk skincare dan bodycare asal Korea. Ia baru saja mendapatkan hak penjualan eksklusif untuk produk tersebut di Indonesia. Dua bulan lagi, produk ini akan diluncurkan, dan bulan depan barang-barangnya akan tiba dari Korea. Saat ini, persiapan sedang dilakukan, termasuk menyiapkan gudang penyimpanan di kawasan pergudangan di Cikarang yang menjadi tujuan mereka hari ini. "Jangan lupa pake masker, mungkin nanti di sana banyak debu," ucap Shaka ke Anya. "Ya, Pak." Anya memang suka teledor untuk urusan sepele seperti itu, beda sama Shaka yang memang lebih mengerti soal kesehatan dan sangat peduli soal polusi, debu, kebersihan di sekitarnya. Anya hanya ikut meninjau tanpa memberikan pendapat apapun kecuali bilang 'bagus' ketika Shaka bertanya bagaimana menurutnya soal gudang ini. Selebihnya hanya Shaka dan Demian yang tampak berbicara serius ketika berdiskusi dengan penanggung jawab proyek ini. Kurang lebih satu jam mereka berada di gudang baru itu, banyak hal-hal teknis yang ditanyakan oleh Shaka dan Demian kepada Teguh, dia yang bertanggung jawab mengurus gudang tersebut. Setelah urusan gudang selesai Mereka pun menuju hotel tempat meeting bersama Pak Toni, beliau juga salah satu importir alat kesehatan, dan ingin bekerja sama dengan perusahaan Shaka. "Dem, kayaknya kita sudah harus menyeleksi calon Brand Ambassador ya," ucap Shaka ketika mereka dalam perjalanan. Maksud Shaka tentu brand Ambassador untuk produk skincare-nya "Mau ambil dari artis atau influencer, Ka?" tanya Demian yang memang memanggil nama saja pada Shaka karena mereka teman sekolah, tapi kalau di depan karyawan dan klien mereka memakai panggilan resmi, kecuali di depan Anya. "Artis aja, cari yang lagi naik daun lah. Ini kan produk mahal. Eh atau nanti gue kontak om Dio, deh," tiba - tiba Shaka teringat om Dio, omnya Dhevi. Beliau salah seorang kerabat keluarga yang memimpin perusahaan manajemen artis. "Pihak Korea ada nentuin speknya nggak, Ka?" "Nggak, yang penting cantik, ada prestasinya, kulitnya mulus, kalau bisa nggak kelihatan ada pori-porinya." Anya langsung memegang pipinya dan gerakan itu membuat Shaka menoleh. "Kamu kenapa?" tanya Shaka heran. "Saya mendadak insecure kalau denger cewek tanpa pori-pori di wajah, Saya kok mendadak pengen oplas di Korea deh, Pak," jawab Anya dan membuat Demian yang duduk di depan terkekeh sambil menoleh ke belakang. "Oplas banget? Pake plastik ember?" tanya Demian. "Saya serius nih pak, kan banyak tuh artis sana wajahnya mulus sampe nggak ada pori - porinya, bisa kali dibikin gitu." "Saya kan bilang yang nggak kelihatan ada pori-pori, bukan tanpa pori-pori. Mana ada wajah nggak ada pori-porinya, mau operasi plastik yang canggih juga nggak mungkin lah bisa bikin kulit nggak ada pori-pori, kamu dulu nggak belajar yang kayak gitu?" tanya Shaka. "Lupa, pak. Saya kan dulu sekolah negeri,” jawab Anya yang seolah ingin menyalahkan sekolahnya, padahal itu kesalahannya sendiri. "Kamu SMA mana, memangnya?" tanya Shaka, sangat ketara dia tidak baca CV Anya. "Bulungan Pak." "O ya? Harusnya kalau reuni kamu akan ketemu saya sama Demian." "Beneran, memangnya kita satu almamater ya, pak?" "Harusnya sama kalo kamu bilang Bulungan. Tapi kok kami tahu wajah orang itu nggak mungkin nggak ada pori-pori, kecuali dia saudaranya cacing, sedangkan kamu nggak ngerti, waktu sekolah emang ngapain aja?" sindir Shaka. "Mungkin Saya kebanyakan nongkrong di FM doang, Pak." Demian malah tertawa, Shaka menahan senyumnya. Anya jadi ikut tersenyum, padahal dia tidak bermaksud melucu. "Anak FM ternyata, pantas nggak ngerti pori - pori." Anya tidak peduli diledek oleh Shaka, Persetan dia tidak mengerti pori-pori... yang penting dia lulus kuliah dan bisa bekerja. "Sama siapa kamu dulu nongkrong di FM, pacar?" tanya Shaka lagi. "Sama Adek, adik sepupu Pak Shaka." Anya memang bersahabat dengan Dhevi yang biasa dipanggil Adek sejak sma, dan dia adalah adik sepupu Shaka, dan dia juga yang merekomendasi Anya untuk bekerja dengan Shaka. "Oh sama Miss glowing, kamu nggak belajar sama dia soal wajah yang glowing dan cara menutup pori-pori?" "Kalau soal itu kami beda aliran Pak, saya alirannya cuma moisturizer sama sunscreen, dah mentok sampe sana, nggak sampai tahap glowing." "Kalau gitu nanti kamu bisa coba produk dari Korea ini biar glowing seperti Adek, nanti saya kasih diskon." "Kirain kalau bosnya yang ngomong langsung dikasih free. Kalau diskon doang cukup jalur pak Demian aja, Pak. Bener nggak, Pak Dem?" tanya Anya ke Demian dan membuat Shaka melotot, dia tidak menyangka Anya dengan santainya menjawab seperti itu. Demian sepertinya sangat terhibur dengan obrolan itu, dia tidak henti tertawa, sampai mas Edo, supir Shaka ikut senyum-senyum. Shaka itu disegani karyawannya sekaligus diidolakan, ya namanya juga CEO, ditambah dengan postur tubuh yang tinggi, wajah indo yang didapatnya dari ibunya, dan kalau sudah tersenyum, rasanya nyess. Karyawati di kantornya sudah dipastikan 'klepek-klepek' kalau sudah melihat senyuman CEO mereka. Anya bisa dibilang beruntung selalu berada didekat Shaka, tapi dia susah sekali jaga imej agar bagus di mata bos-nya ini seperti karyawan lain, karena memang Anya bersikap apa adanya dan spontan, dia juga sering sekali sulit mengerem komentarnya. "Memangnya sama Demian kamu akan dikasih diskon? GR amat!" Nah kan, Shaka langsung julid. "Saya nggak punya kuasa ngasih diskon, Nya, Semua under pak Shaka," tambah Demian memperkuat ucapan Shaka. "Serius, Pak? Yah... yaudah deh, kalo gitu saya pake resep leluhur saya aja deh, pak, nggak usah leluhurnya orang Korea. Nenek saya ngajarin pake masker bedak beras, gitu aja udah cantik," ucap Anya sangat percaya diri. "Jadi kamu nggak makan?" "Ya makan dong, Pak. Apa hubungannya masker sama makan?" "Itu berasnya kamu bikin jadi masker?" "Ckk.. Pak Shaka sama aja polosnya kayak Adek, yaa, masa gitu aja nggak mudeng," ucap Anya menyindir balik. "Eh, malah ngatain," kata Shaka jadi sewot. Terdengar lagi tawa Demian yang duduk di depan. Shaka dapat lawan sepadan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD