Hari itu, langit Yogyakarta menggantung awan tipis-tipis, seolah enggan sepenuhnya cerah, tapi juga belum siap turun hujan. Di rumah keluarga kecil itu, koper Naya sudah berdiri di samping rak sepatu. Di atasnya, jaket jeans dilipat rapi, dan sepasang sepatu putih bersih menunggu dipakai. “Beneran sudah mau balik ke kosan?” tanya Adinda sambil duduk di tangga, menggigit stik wafer. Naya mengangguk. “Besok aku ngajar, Din. Anak-anak udah pada nanya di grup.” “Padahal di sini seru. Setelah kak Leo datang, kamu jadi gosip satu kelurahan dan perbincangan hangat di grup keluarga besar. Puas banget mendengar mereka iri dengki karena calonmu orang kaya.” "Nggak boleh sombong." "Nggak sombong, tapi bangga." Naya tertawa pelan. “Kalau kamu kangen, aku video call.” Adinda menyipitkan mata. “

