Malam Tanpa Kendali

1087 Words
"Tuan, apa anda baik-baik saja?" tanya seorang gadis saat melihat Steve yang tengah sempoyongan di lorong hotel, dan hampir terjatuh. Steve menatap gadis tersebut, ia tidak bisa mengingat siapa gadis yang ada di depannya, tapi ia merasa pernah bertemu dengannya. Tanpa diduga Steve langsung menarik pinggul gadis tersebut ke pelukannya. "Tuan, tolong lepaskan saya.” “Temani aku malam ini,” ucap Steve setengah sadar. “A-apa yang sebenarnya terjadi pada anda, Tuan?” tanya gadis itu terbata. Nafas Steve semakin tak beraturan, dan detak jantungnya semakin kencang kala melihat bibir ranum gadis tersebut. Sesuatu yang sering ia lihat, tapi kali ini bibir itu terlihat begitu menggoda hingga ia berulang kali menelan salivanya. Steve pun langsung menarik tangan gadis itu. “Tuan, tunggu.” Steve tak menghiraukan meski gadis itu memberontak. Ia terus menarik dengan kuat ke arah kamar hotelnya. Begitu pintu kamar terbuka, ia langsung menarik kembali gadis yang tak ia kenal sama sekali itu. Sekuat apapun gadis itu memberontak dan mencoba bertahan, Steve tetap menariknya. Hingga akhirnya ia bisa membawa gadis itu masuk kamar, ia pun langsung menghimpitnya di tembok. Steve tidak bisa menahan lagi untuk merasakan bibir yang terlihat menggoda itu, namun ketika ia ingin mendaratkan ciumannya, tangan gadis itu menahannya. "Tuan Steve," Steve terdiam sejenak menatapnya. "Kamu mengenalku?" Gadis tersebut mengangguk, "Tolong biarkan aku keluar, kita tidak bisa melakukannya," ucapnya. Ada rasa takut di hatinya. Melihat gelagat Steve, akhirnya dia tau apa yang sebenarnya Steve alami sekarang. Ya, sebuah obat perangsang tengah menguasai seluruh tubuh Steve, dan jika dia tidak mendapatkan kepuasan malam ini, itu akan sangat menyiksanya. "Aku tidak peduli siapa kamu, tapi lakukan apa yang aku butuhkan saat ini, dan akan aku bayar kamu setimpal dengan apa yang akan kamu lakukan." "Tapi…, emmmm," gadis tersebut tidak bisa melanjutkannya ucapannya ketika mulutnya telah tertutup oleh bibir Steve. Gadis itu terdiam tanpa penolakan dan membiarkan Steve menikmati bibirnya. Bukan karena dia ikut menikmati, tapi ia mengingat kejadian setahun yang lalu. Kejadian dimana Steve telah menolong dan menyelamatkan nyawa ibunya, hingga membuat ia selalu merasa berhutang nyawa pada Steve, dan tidak tau bagaimana cara membalasnya. Dan malam ini ia bertemu Steve dengan keadaan seperti ini. Haruskah dia membalas kebaikan Steve dengan memberikan kesuciannya? Di tengah lamunannya, tiba-tiba Steve menarik tengkuk leher gadis tersebut agar dia bisa merasakan bibir lembut itu lebih dalam. Kini gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa, dia berada di posisi yang sulit. Steve melepaskan ciumannya, terdengar jelas suara nafas yang memburu, gadis tersebut masih terdiam dan tiba-tiba Steve membisikkan sesuatu padanya, "Lakukanlah apa yang seharusnya kamu lakukan untuk menolongku." Gadis itu menatap Steve, ia bisa merasakan perasaan yang menyiksa itu, ia memejamkan mata dan menganggukkan kepalanya, membuat Steve melakukan apapun yang bisa membuatnya terlepas dari siksaan obat yang kini tengah mengendalikannya. >>>>>>>>>>>>>>> Steve membuka matanya. Ia meregangkan tubuhnya yang masih tersisa rasa lelah karena aktivitasnya semalam. Ia pun melihat sekeliling kamarnya yang berantakan, dan pakaian yang berceceran di lantai. “Uh, apa yang sebenarnya terjadi?” lirih Steve. Matanya seketika tertuju pada sebuah tanda merah di kasurnya. Ia pun terdiam dalam pikiran yang bergejolak. ‘Semalam… apa mungkin aku benar-benar telah melakukannya…? Bagaimana bisa?’ Steve mengusap mukanya kasar saat ingatannya sedikit demi sedikit kembali. Desahan, erangan, bahkan tangisan memenuhi kepalanya. Ia berdecak, lalu beranjak dari tempat tidurnya hendak ke kamar mandi. "Uucch s**t! Apa ini?" pekiknya saat sebuah benda yang membuat telapak kakinya terasa sakit. Ia menatap lantai, di sana sebuah liontin berbentuk hati yang terselip foto di dalamnya tergeletak. Ia pun mengambilnya. "Siapa foto wanita tua ini?” ucapnya sambil terus menatap foto tersebut. Namun tiba-tiba pikirannya mengingat sesuatu. ‘Apa mungkin semalam orang yang melayaniku adalah wanita ini. Tapi...?’ Steve mengernyitkan dahinya berusaha mengingat kejadian semalam, tubuhnya pun bergidik sesaat membayangkan jika benar orang yang semalam memuaskannya, adalah wanita yang ada di dalam foto tersebut. "Tidak, tidak, tidak! semalam aku mendengar suara desahannya dengan jelas, dan aku bisa mengingat suara itu dengan pasti, dia seorang gadis muda dan aku yakin tentang hal itu, dan foto ini..., mungkin kakak atau ibunya," gumam Steve meyakinkan dirinya, menghilangkan kengerian di pikirannya. Ia meletakan pecahan liontin itu di meja lalu berjalan ke kamar mandi. Steve berdiri di bawah guyuran air hangat dari shower di kamar mandi, ia meletakkan tangannya yang mengepal di tembok untuk menopang tubuhnya. ‘Brengsek...! beraninya kalian mempermainkanku, aku pastikan kalian akan menerima hukuman yang setimpal,’ gumamnya dengan sorot mata penuh amarah yang seakan siap memangsa siapapun. Setelah menyegarkan tubuhnya, Steve kembali mengenakan pakaiannya, namun ia tidak bisa menemukan kemeja putih yang ia kenakan semalam. "Sial! apa gadis itu ingin aku keluar dari hotel ini dengan cara telanjang? Kenapa tidak semuanya dia bawa saja sekalian?" ucapnya kembali. Ia menggapai ponselnya dan menghubungi seseorang. "Datang ke hotel dan bawa pakaian untukku," ucapnya ketus. Steve mengernyitkan dahinya, matanya tertuju pada ranjang tempat ia menghabiskan malam. ‘Bercak darah, gadis semalam...? mungkinkah dia masih seorang perawan?’ Tiba-tiba ia sedikit merasa bersalah tentang apa yang telah ia lakukan, dia memang dingin dan arogan tapi pada seorang wanita yang menurutnya adalah wanita baik-baik, dia pun masih bisa mempertimbangkan setiap tindakannya. Han, seorang tangan kanan Steve kini tengah menuju kamar VVIP yang hanya di khususkan untuk sang pemilik hotel mewah tersebut. Willson's Hotel salah satu hotel kelas atas dan paling mewah di kota H. Dengan setelan jas yang membalut tubuh tingginya, ia terlihat tampan dan gagah. Namun sifat kejamnya dengan musuh lebih mengerikan dari bosnya, wajah dingin dan tatapan mata elangnya yang tajam membuat setiap orang yang ingin mendekatinya harus berpikir seribu kali. "Tuan ini pakaian yang anda minta," ucap Han. Ia melihat kondisi kamar yang berantakan dan ranjang yang terdapat noda merah. ‘Sepertinya hal buruk telah terjadi semalam,’ tebaknya dalam hati. "Tuan apa semuanya baik-baik saja?" "Hmmm." Jawaban Steve yang seakan semua baik-baik saja tak bisa mengelabui firasat Han, dengan keadaan kamar dan raut wajah Steve yang bisa ia lihat. Bahkan noda merah di atas kasur, cukup menjadi bukti jika sesuatu sudah terjadi di atas sana. "Han cari tau siapa gadis yang semalam bersamaku, temukan dia dan bawa padaku." "Maksud anda...?" Steve menoleh menatap Han, "Jangan berlagak bodoh Han!" hardiknya. Ia tau asisten kepercayaannya bisa menebak apa yang sudah terjadi. Han melihat raut wajah Steve yang dipenuhi amarah, "Temukan dia dan bawa kepadaku, setelah itu pergi dan habisi siapapun yang menjebakku semalam!” "Baik tuan." "Pergilah." Steve menyalakan korek api dan mulai menghisap rokoknya, tatapannya mengarah keluar jendela kamar, namun demikian matanya menyiratkan sebuah amarah. Ia mencoba mengingat setiap kejadian malam di mana dia mulai tak bisa mengendalikan diri. "Casandra...." ucapnya sambil mengepalkan tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD