Bab.7

1048 Words
"Ka-kamu...?" ucap Zira terbata. ‘Kenapa aku bisa bertemu pria ini lagi? mana disini, lag…,' pikirnya, saat melihat orang yang menegurnya tak lain adalah Steve. Ia sempat terpaku oleh pesona Steve yang berdiri dengan gagah di depannya, aroma maskulin dari tubuhnya sungguh membuat hati terasa ingin mendekapnya erat-erat. Bahkan Zira sempat membayangkan betapa hangatnya ada dalam pelukan pria itu. "Apa kau kesini untuk mencari uang dari pria kesepian untuk melunasi hutangmu?" Tiba-tiba pertanyaan itu seketika menyadarkannya dari lamunan. Ucapan Steve lebih mengarah ke sebuah penghinaan, namun Zira berusaha tetap tenang. Ia mengalihkan pandangannya sebelum menjawab pertanyaan Steve., "Aku kesini hanya untuk menggantikan pekerjaan ayahku, dia sakit dan tidak bisa bekerja," elak Zira. "Heh! ternyata kamu sangat pandai mencari alasan untuk menutupi keburukanmu. Dasar gadis murahan,” ucap Steve sambil kembali melangkah pergi. Mata Zira melotot mendengar gumaman tadi, "Hey tuan, jangan asal bicara! Apa yang kamu katakan itu sama sekali tidak benar!" pekik Zira tanpa di hiraukan Steve. Zira menatap kesal Steve, namun kekesalannya terpaksa ia simpan di hati karena Steve yang begitu cepat berlalu. Dengan cepat, ia pun menarik lengan baju Han yang berhasil ia gapai saat melintas di depannya. "Apa orang tadi ucapannya selalu arogan seperti itu? Kenapa dia begitu angkuh hanya karena setatusnya sebagai orang kaya?" "Menurut anda?" jawab Han singkat. Ia melepas tangan Zira yang masih memegang lengan bajunya dan berlalu. “Kenapa malah balik bertanya?" sahut Zira, tapi Han juga tidak memperdulikan Zira dan melangkah menyusul Steve. Zira hanya bisa melongo dengan sikap keduanya. “Mereka benar-benar pria dingin yang sama-sama menyebalkan! " Ia menghela napas, lalu melangkah hendak masuk kedalam club' tersebut. Namun langkahnya langsung di cegat oleh kedua orang yang tengah berjaga. "Anda mau kemana, Nona?" "Arahku ke sini, tentu aku mau masuk ke dalam!" ketus Zira. Penjaga itu melihat Zira dari atas ke bawah membuat Zira merasa risih. "Kenapa kalian melihatku seperti itu?" tanya Zira kesal. "Lihatlah cara berpakaian anda nona? apa anda tau kalau ini tempat orang-orang khusus? dan tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya?" "Aku tidak tau, aku hanya datang ke sini untuk bertemu tuan Bramanto!" Mendengar ucapan Zira, salah satu penjaga memberikan code pada temannya untuk bertanya ke dalam. "Anda tunggu sebentar, kami akan masuk bertanya terlebih dulu baru bisa memutuskan untuk membiarkan anda masuk, atau tidak!" Zira pun menghela nafas dan menurut, "Ribet sekali mau masuk kedalam?" gumam Zira. Tak berapa lama penjaga tadi datang dengan seseorang dari dalam. "Anda Zira Olivia?" tanya orang tersebut yang di jawab anggukan oleh sang pemilik nama. "Tuan Bram sudah menunggu, tolong ganti pakaian anda dengan pakaian yang suah disediakan sebelum menemuinya. Dan tidak ada penolakan karena ini perintah beliau." ucap seorang pria yang memberikan paper bag pada Zira. Zira memang tidak punya pilihan saat ini, demi ibunya dia menurut dengan apa yang diperintahkan ayah tirinya. Ia menerima paper bag tersebut dan mengikuti pria yang seperti seorang bodyguard tersebut, ke sebuah tempat. "Silahkan anda ganti pakaian Anda dulu, nona Zira," ucap pria tersebut menunjuk arah kamar mandi. Zira mengangguk dan mengayunkan kakinya ke arah kamar mandi, dan ia pun membuka paper bag tersebut. Namun seketika matanya membulat sempurna, saat melihat jenis pakaian yang diberikan orang tadi. "Pakaian apa ini? Mana mungkin aku memakai pakaian seperti ini?” gumam Zira. Ia benar-benar merasa kaget saat melihat isi paper bag yang ternyata, di dalamnya adalah sebuah dress berwarna merah dengan ukuran yang sangat mini. "Bagaimana bisa dia memintaku memakai pakaian anak SD? Ini sama saja mereka memintaku untuk telanjang." Zira kembali memasukkan dress yang harus ia pakai ke dalam paper bag. Dengan perasaan kesal ia keluar menemui pria yang masih menyuruhnya untuk berganti pakaian. "Ini...! maaf Tuan, tapi aku tidak bisa memakai pakaian seperti ini!" ucap Zira menyodorkan dress merah tersebut. "Nona, menurutlah jika tidak ingin mendapat masalah!" ucap pria tersebut. Nada suaranya dingin, dan sorot matanya penuh ancaman. "Tapi aku tidak bisa memakai pakaian seperti ini." "Jika anda tidak menurut, maka jangan menyesali apa yang akan terjadi pada ibu anda malam ini.” Zira Menelan ludah mendengar pria di hadapannya mengancam dengan keadaan ibunya sekarang. ‘Tunggu, kenapa mereka tahu keadaan ibu adalah kelemahanku? Apa mungkin Bapak yang bercerita, atau mereka memang sengaja mencari tahu?’ pikirnya. Zira menatap pria yang tengah menatapnya dengan muka yang menyeramkan, sambil terus mempertimbangkan semuanya. "Apa anda masih akan menolaknya nona Zira?" "Baiklah aku akan memakainya." Zira menyerah dan menurut, ia pun kembali ke toilet untuk berganti pakaian. Mukanya terlihat sangat kesal, karena harus dipaksa memakai dress yang sama sekali tidak nyaman baginya. Bahkan ia merasa sangat malu setelah dree itu menempel di tubuhnya, padahal di sekitar tempat itu banyak yang lebih parah darinya cara berpakaiannya. Setelah keluar dari toilet, ia pun mengikuti langkah pria yang menuntunnya ke sebuah ruangan VVIP. Sesekali ia menarik turun dress merah yang berada di atas pahanya. Ia kesulitan berjalan, malu karena merasa ada yang terus menatapnya, meski itu hanya perasaannya saja. Pintu ruangan terbuka dan langsung menyuguhkan pemandangan luar biasa. Ini pertama kalinya Zira melihat pesta para pengusaha kaya yang dipenuhi kebebasan. Beberapa wanita cantik dan memakai pakaian sexi melayani para pria di dalam sana, tanpa tau malu bergelayut dengan pakaian yang sangatlah minim hingga hampir melihatkan bagian intim. Bahkan ada yang secara terang-terangan bermesraan, padahal wajahnya menunjukkan usianya yang tak lagi muda. "Cepatlah, Tuan Bram sudah menunggumu." Zira tersadar dari lamunannya, lalu kembali melangkah. Perasaan Zira mulai tak enak, ada kegelisahan yang mengusik hati dan pikirannya sekarang. ‘Benarkah ini sekedar menemani, apa mungkin bapak membohongiku?’ batin Zira. Zira melihat pria yang menuntunnya ke ruangan tengah, berbicara pada seorang pria botak yang gendut. Pria itu melirik kearah Zira dengan senyuman yang penuh misteri. Zira tetap termenung, hatinya semakin tak nyaman saat pria botak itu tersenyum m***m ke arahnya. Apa lagi pakaian yang ia kenakan sangatlah mampu membuat setiap pria tergoda, dengan bentuk tubuhnya. ‘Kenapa tiba-tiba aku merasa serendah ini? Aku sudah seperti w************n yang tak tahu malu.’ "Ternyata ayahmu benar-benar memiliki seorang putri yang cantik, dengan tubuh yang indah." ucap Bram. Seketika membuyarkan lamunan Zira, ia terkejut menyadari pria botak yang entah sejak kapan sudah ada di hadapannya. Bram berjalan mengelilingi Zira dengan tatapan penuh nafsu, ia seakan tengah meneliti tubuh Zira dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Tak sia-sia aku membayarmu dengan mahal." Kali ini ucapan Bram membuat Zira sontak menatapnya. “Maksud anda?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD