When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Caroline, boleh aku masuk?" usik Milla serak. Berdiri tegap di ambang pintu. Caroline menoleh cepat. Menyeka mata. Ia mengangguk. Menahan tangis. "Yah, Mom. Masuklah!" Milla mengulum bibir. Mempercepat langkah, bergerak mendekat. Ia duduk, tepat di samping Caroline, meletakkan kedua tangan di paha. Melirik sekilas. "Kau bisa mengandalkanku untuk memberi pelajaran pada si kulkas itu," ujar Milla. Melempar senyum tipis. Caroline menoleh. Mendegus kasar. Hampir tersedak. Turut melebarkan bibir. "Mom, kau sedang membicarakan putramu," ucap Caroline memberi peringatan. "It's okay. Tidak akan ku iarkan putri sahabatku menangis. Terutama karena putraku." "Aku tidak menangis, Mom." "Really? Jadi ini apa? Air wastafel?" Milla mengusap sisi mata Caroline. Menekan lembut. Caroline bungka