Chapter 7 : Party Invitations

1730 Words
Beberapa hari terakhir, Caroline sibuk. Mengurus bisnis yang ia janjikan pada Alexander. Meskipun uang investasi yang di pinjamkan Alexander nyaris habis. Caroline tidak hilang akal. Gadis itu menyewa kediaman Elizabet— asisten khususnya, dengan harga rendah, namun, menjanjikan bunga setiap bulan selama setahun kontrak. Sungguh, saat ini tempat itu di sulap. Lebih elegant dan mewah. Sederhananya lagi, Caroline tidak perlu mengeluarkan uang, untuk membeli produk. Ia mengajukan kerja sama. Collaborasi yang langsung di sambut baik oleh produsen barang mewah asal Perancis. Dior. Mereka meminjamkan barang, lalu melakukan sistem bagi hasil yang cukup menguntungkan, dengan produk terbaru CDior bag. Hingga saat ini, pemesanan tas meningkat drastis. Mudah bagi Caroline menaikkan branding-nya, ia terkenal. Kekuatan keluarga Morgan. "Dad..." usik Caroline. Tampil bangga. "Honey," celetuk Lorna. Memeluk erat tubuh padat putrinya. "Congratulation." "Thanks mom, I miss you." "I miss you too," balas Lorna. Melepas pelukan, seakan menyerahkan gadis itu pada Alexander. "Congratulation," sebut Alexander datar. Tersenyum lebar. Ikut memeluk Caroline. "Aku bangga padamu." "Thanks dad. Jangan lupa, kau harus membelikan mom, yang paling mahal!" pinta Caroline. Mengedipkan mata ke arah Lorna. "Ya," singkat Alexander. Mengangguk pelan. Menaruh tangan kirinya di pinggul Lorna, lantas, menggiring wanita itu menjauh untuk melihat-lihat situasi store. "Hola calon menantu...." sindir Milla. Mendekati Caroline sambil memberikan cendramata. "Mom. Aku pikir kau tidak datang," tutur Caroline, menyambut pemberian wanita itu. "Luiz yang memilih hadiah itu." "Mom," tegur Luiz. Berdiri dengan wajah datar, tepat di sisi daddy-nya. Billy Hodgue. "Kenapa? Kau malu kalau aku mengatakan kebenaran?" sindir Milla. Menyentuh lengan Luiz, mencengkeram keras. Luiz mengeluh kasar. Melirik sekilas pada Caroline. Sejenak, tatapan mereka beradu, lekat. "Dimana daddy mu?" tanya Billy. Mengalihkan pembicaraan. Caroline menoleh, mengedarkan matanya ke tiap ruang. "Itu. Sedang memilih hadiah untuk mom," tunjuk Caroline. "Ya. Selamat untukmu!" ujar Billy datar. Membuat Caroline mengangguk. Lantas, melirik kembali ke arah Luiz. Menunggu pria itu memberikan ucapan. Akan tetapi, pria itu malah berpaling. Tampak menghindar. "Okay. Kalau begitu mommy tinggal dulu. Kalian berdua bersenang-senanglah. Siapa tahu, setelah ini kalian bisa merancang cucu untukku." "Ya pasti!" balas Caroline. Membuat Milla mengangkat alis. Billy mendengus. Sontak tersenyum tipis. "Tidak sesederhana itu," ucap Billy. Mengusap pinggul Milla begitu lembut. Tampak memperingati. "Bye. Honey," Milla bergeser. Melangkah meninggalkan Caroline, bersama Billy. Mungkin akan bergabung bersama Alexander. Sungguh, mereka berempat sangat kompak. Seperti tidak ada jenjang sosial di antaranya. Ya, lagipula, Alexander pernah berhutang nyawa pada Milla. "Kau mau kemana?" tahan Caroline. Mengaitkan tangan di lengan Luiz. Pria itu menoleh, menatap dingin. "Caroline..." "Thanks atas hadiahnya. Kau tidak ingin mengucapkan sesuatu untukku?" tanya Caroline. Menatap Luiz lekat. Pria itu diam, mengulum bibirnya yang tipis. "Tidak," ucap Luiz singkat. Membuat senyum di wajah Caroline memudar. "Asshole!" cemooh Caroline pelan. "Apa katamu?" tanya Luiz. "Nothing," cengir Caroline. Menarik napas. "Ayo aku ambilkan minum. Sudah ku berikan racun!" tukas Caroline. Menarik Luiz agar pria itu mengikuti jejak langkahnya. "Caroline...." tegur seorang pria, datang dari sisi kiri. Gadis itu menoleh, lantas, tersenyum lebar. Sudut bibirnya melengkung cantik. "Hay. Kau Elton Sanders, 'kan?" tanya Caroline. Membulatkan matanya. Menyambut ramah. "Ya. Kau masih ingat aku ternyata," Elton bergerak maju. Memeluk Caroline lekat. "Yah. Yah. Aku pasti ingat. Kau model terkenal sekarang. Kenapa kau di sini? Bukannya kau di Perancis?" "Dior membayar ku untuk menjadi brand ambassador." "Oh. Really?" tanya Caroline. "Hmm..." gumam Elton. Melirik ke arah Luiz singkat. "Ah. Sorry. Aku lupa mengenalkan mu. Dia anak dokter Milla, Luiz." "Jadi, ini anak bodyguard itu?" sindir Elton. Tersenyum smirk. Angkuh. Caroline terdiam, menelan ludah. "Ya. Dad ku bodyguard," jelas Luiz. "Aku tidak tahu, kalau kau bergaul dengan orang seperti ini," cebik Elton. Mengangkat kedua bahu. Tampak mengejek. "Luiz dan keluarganya mengagumkan. Dia..." "Nanti malam aku ada acara. Aku berharap kau bisa datang, Caroline," sela Elton. Tidak ingin mendengar penjelasan Caroline tentang Luiz. Tidak penting baginya. "Dimana?" tanya Caroline. Mengambil keuntungan untuk mengalihkan pembicaraan. "Night sky. Keluargaku pemilik kelab mewah itu," jelas Elton. "Caroline tidak akan datang!" tandas Luiz. "Aku tidak mengundangmu!" balas Elton. Menajamkan pandangan. "I will be there right away," sela Caroline. Penuh janji. "Good. Aku akan menunggumu." "Yah. Aku harus pergi. Ayo, Luiz!" Caroline menarik pria itu. Melarikannya segera. Mendadak, ia merasakan Luiz mencengkeram tangannya kuat. Namun, mengikuti langkahnya menjauhi Elton Sanders. "Kau tidak harus datang," ujar Luiz, saat mereka kini berada di sisi ruangan yang jelas jauh Dari Elton. "Aku tidak punya pilihan." "Caroline." "Dia menghinamu. Jadi aku akan datang! Mungkin aku bisa ajak Megan, atau teman-temanku yang lain," tegas Caroline. Luiz merapatkan gigi. Menahan emosi, raut wajah datar nya berubah. Penuh penekanan dan ekspresif. Luiz marah. "Terserah kau!" ucap Luiz, lantas melangkah pergi meninggalkan Caroline. Gadis itu diam, menyelipkan rambut dibalik telinganya. Sial, ia tidak bisa mengambil sikap. Ini acaranya. Penting. *** Night Sky, Naples Tower | 23.40 Caroline nekat, hadir di tengah pesta. Memenuhi undangan Elton. Sendiri. Akhir-akhir ini Megan sulit dihubungi. Gadis itu jarang terlihat di mansion. Entahlah, Caroline tidak ingin memaksa. Bagaimanapun, setiap orang punya dunianya sendiri. Sama sepertinya. Suara musik begitu keras. Memacu jantung Caroline. Ia berdebar, melewati lantai dansa. Menerobos beberapa orang yang menari di sana. Hingga, kedua matanya menangkap sosok yang sangat ia kenal, Elton Grover, bersama salah satu sahabatnya, Olivaye Mavka. Mereka tampak akrab. "Hay!" Olivaye melambaikan tangan. Memanggil Caroline. Ah. Syukurlah. Akhirnya ia punya teman. "Ya Tuhan. Jika aku tahu kau akan ke sini, kita sebaiknya janjian!" tandas Olivaye. "Aku tidak tahu, kelab yang kau maksud adalah Night sky," balas Caroline. Memeluk sahabatnya erat. "Salahku karena tidak memberitahumu," cetus Olivaye. "Thanks karena kau sudah datang. Mau minum?" tawar Elton. "Aku ingin juice." "Juice? Oh. Ayolah. Ini kelab malam. Kau bisa pesan alkohol," bujuk Oliv. "Daddy tidak tahu aku keluar. Jadi, aku menyetir sendiri," jelas Caroline. "Kau kabur?" tanya Elton. Membuat Caroline mengangguk. "It's okay. Aku akan mengantarmu pulang jika kau mabuk," janji Elton. "No. Aku tidak ingin merepotkan mu!" tolak Caroline. "No problem. Jadi, kau mau apa? Jim and tonic, Vodka, atau yang lain?" tanya Elton. "Vodka," jawab Caroline. Elton mengangguk, lekas berdiri dari tempat. Memberi isyarat pada bartender. "Telpon pangeran berkuda putih mu kalau kau mabuk," bisik Oliv. Membicarakan Luiz. Caroline tersenyum, mengangguk pelan, seakan setuju dengan saran yang diberikan sahabatnya. *** Beberapa jam kemudian. Benar. Akhirnya, Caroline mabuk. Ia minum cukup banyak, larut didalam obrolan antara Elton dan Olivaye. Mereka memainkan mini game, membuat Caroline akhirnya berada didalam pengaruh alkohol berat. "Oh God. Kepalaku sakit," cetus Caroline. Memegang kepala. "Aku mau ke toilet!" Olivaye bangkit. Ia mual, habis menenggak sekitar tiga botol minuman. "Aku ikut.." Caroline bergeser. Namun, ia salah langkah. Kakinya tersenggol kaki meja. Beruntung Elton sigap. Menangkap tubuh gadis itu. Memeluk rapat. "Caroline.." "Thanks." Caroline menahan napas. Merasakan Elton mengangkat tubuhnya, kembali ke sofa. Sejenak, kedua pandangan mata mereka bertemu. Saling menemukan satu sama lain. Elton menelan ludah. Mendekatkan diri, ingin mengecup bibir mungil Caroline. Jarak mereka begitu dekat. Ia menahan napas, mengusap wajah Caroline. Mengangkat dagunya sedikit ke atas. "Caroline kau harus pulang!" mendadak. Sebuah suara yang cukup tegas, datang. Menghalangi Elton. Salah satu tangan kekarnya memegang bahu pria tersebut. Menahan kuat. Elton menoleh, mendegus pelan. Pria itu segera mundur, terpaksa melepas Caroline. "Tamu tidak di undang!" sindir Elton. Lekas berdiri dari tempatnya. Menatap tepat wajah pria yang ia temui di store milik Caroline tadi. Luiz Germany Hodgue. "Aku ke sini untuk membawa pulang Caroline," datar Luiz. Dap! Elton mendorong Luiz. Membuat pria itu mundur beberapa langkah kebelakang. Beberapa orang yang ada di sekitar, memilih bergeser. Tidak terusik sedikitpun. Mereka sibuk berpesta. "Kau ingin merusak pestaku?" tanya Elton serak. Tampak marah. Luiz memalingkan wajah, melangkah mendekati Caroline, sengaja mengabaikan Elton. "Berengsek!" Brakk!!! Lagi, Elton mendorong Luiz. Pria itu jatuh, mengenai meja. Geram, Luiz langsung bangkit. Bergerak mendekati Elton dan menarik kerah pakaiannya. Bugh!! Luiz meninju wajah Elton. Begitu keras, dan seketika itu juga Elton ambruk ke lantai. Sesaat pandangannya gelap. Hampir pingsan. "Jangan memancingku!" ancam Luiz sarkas. Menggenggam kedua tangannya. Menatap marah ke arah Elton. Pria itu diam, tidak berkutik. Mengusap darah yang keluar dari hidungnya. Sial. Elton mengumpat dalam hati, menandai wajah pria itu. Luiz segera berputar arah. Meraih Caroline dan menggendong nya. Lekas membawa gadis itu keluar dari kelab. *** "Aku tahu, kau peduli padaku!" racau Caroline. Mengeratkan pelukan pada Luiz. Kedua lengannya melingkar, tepat di leher pria tersebut. Rapat. Dengan sangat terpaksa, Luiz membawanya ke Penthouse. Ia tidak punya alasan, untuk menjawab pertanyaan yang mungkin akan diberikan Alexander. "Luiz.." panggil Caroline parau. "Aku akan hubungi Megan, untuk mengganti pakaian mu!" "Kau saja yang ganti. It's okay.." tunjuk Caroline. Tersenyum santai. Lantas, merasakan tubuhnya ditaruh di atas ranjang. Begitu lembut. "Tunggu di sini..." "Luiz, kau tahu aku menyukaimu." "Caroline..." "Touch me!" pinta Caroline serak. Menahan lengan pria itu. Kuat. Menatap dengan mata binar yang berkaca-kaca. "Aku tidak bisa." "Kenapa? Karena daddy?" tanya Caroline terisak. Luiz menelan ludah. Mengulum bibirnya sejenak. Ia mengeluh pelan, enggan menjawab. Akan tetapi, ia mendekat. Meraih sudut pipi gadis itu. Mengusap nya halus. Menatap tegas. "Aku tidak membencimu." "Apa kau mencoba mengatakan kalau kau menyukaiku?" sela Caroline. Menatap kedua mata Luiz begitu lekat. "Aku akan hubungi Megan," Luiz menarik diri. Meraih ponsel yang tergeletak di samping nakas. Mencari nama adik perempuannya itu. Menghubungi segera. Namun sayang, ponsel Megan mati. Luiz menghela napas. Melirik ke arah Caroline. Gadis itu duduk, tegap di pinggir ranjang. Memegang perut. Ia mual, pengaruh alkohol sangat buruk. Segera, Luiz berlari kembali, mendapati Caroline. "Tahan!" ucap Luiz. Mengangkat Caroline menuju bathroom, dan setibanya di depan wastafel Caroline muntah. Luiz menggeleng kepala, mencium aroma alkohol yang sangat menyengat. Ia benci minuman itu. Luiz tidak kuat. Caroline bergeser. Berlari menuju shower, untuk membasahi tubuhnya. Dingin. Luiz menghela napas, menatap gadis itu sesaat. Caroline butuh setengah kesadarannya. Mungkin, ia ingin mengatasi dirinya sendiri. "Sudah cukup. Kau bisa masuk angin!" tarik Luiz setelah beberapa saat membiarkan. Ia mendekat. Mematikan shower. Memberikan handuk pada gadis itu. "Aku basah. Kau tidak punya pakaian ganti?" tanya Caroline. Menggigit bibir bawahnya sensual. "Akan ku carikan." "Aku tidak bisa bergerak. Bisa bantu aku melepaskan pakaian?" "Caroline kau berlebihan." "Aku kedinginan. Tolong!" pinta Caroline. Memasang raut sedih. Luiz mengeraskan rahang. Menggenggam tangan. Ia berpikir. Mungkin ia bisa minta bantuan dari Milla. Tapi, mommy nya pasti akan salah paham. Tidak. Luiz tidak ingin ambil risiko. "Baiklah! Aku akan ganti. Lagipula, aku tidak melakukan apapun," batin Luiz. Menelan ludahnya kasar. "Aku minta maaf," ucap Luiz. Terakhir kalinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD