BAB 1

1132 Words
Anna POV Aku duduk di bangku SMA kelas X di salah satu sekolah swasta di Ibu Kota. Aku baru 2 bulan tinggal di sepetak kosan berukuran 3x5 sendiri karena mulanya aku tinggal bersama mamaku namun mama memilih untuk pindah ke desa. Aku menolak untuk ikut pindah ke sana karena aku lahir di kota ini dan juga semua yang ada di sini cukup familiar untukku. Aku tidak ingin beradaptasi dengan lingkungan baru. Mama pun mengizinkan ku kos di Ibu kota ini sendiri. Tok tok tok Ceklek "Adek jual pulsa?" Tanya seorang lelaki yang aku tau dia tinggal di kamar sebelah "Iya om" jawabku "Saya mau beli pulsa 50ribu bisa?" Tanya-nya yang aku iyakan Aku mengambil ponselku dan bertransaksi seperti biasanya. Yah aku memang berjualan pulsa dan juga menjual make up, skin care juga aksesoris HP secara online untuk menambah uang saku ku. Kling "Dek saya yang tinggal di kamar sebelah kamu. Saya mau beli pulsa 50 ribu bisa?" Tanya-nya melalui pesan ke nomor ku yang memang aku tinggalkan di depan pintu agar orang yang ingin membeli pulsa ataupun pulsa listrik padaku lebih mudah "Iya bisa. Maaf ini tante Irene atau kak Manda ?" Tanyaku kembali "Saya suaminya tante Irene" jawabnya yang aku tau itu adalah om Javier yang baru kemarin membeli pulsa padaku "Ouh iya aku ingat ini kan nomor yang aku isikan pulsa kemarin. Di makan kali yah pulsa-nya masa dia beli sehari sekali" gumam ku "Iya om, kirimkan saja nomornya. Pembayarannya bisa melalui transfer saat sudah saya kirimkan pulsanya" balasku diiyakannya "Siapa An?" Tanya Jessie teman sekelas ku "Bukan apa-apa cuman tetangga mau beli pulsa" jawabku didehumkannya Aku bukan termasuk anak yang suka bermain dengan teman sebaya atau bisa dibilang introvert karena memang aku lebih mencintai kasur dan ponselku juga uangku dibanding keluar bersama temanku menghabiskan uang ataupun mengunjungi tempat ramai. Tempat yang sesak penuh dengan orang-orang membuatku merasa pusing bahkan aku akan merasa sangat pusing dan mual saat berada dikerumunan orang banyak contohnya saja di mall Kali ini guru seni budayaku meminta kami bekerja secara kelompok. Ini juga salah satu yang paling tidak aku sukai. Berkelompok.. Why.. Karena aku lebih suka bekerja sendiri. Tetapi tidak dengan teman-teman sekelasku. Mereka justru lebih suka berkelompok denganku. Alasanya ialah aku akan bekerja sendiri dan teman sekelompok ku mendapatkan nilai yang sama dengan ku. Semalaman aku tidak tidur karena mengerjakan tugas sekolahku hingga kelaparan. Pukul 5 pagi aku memutuskan untuk keluar mengendarai motorku pergi ke sebuah minimarket yang buka 24 jam untuk membeli cemilan Namun sayang saat di perjalanan aku terjatuh karena menghindari seekor kucing yang hendak menyeberang. Meskipun kaki ku terluka karena jatuh aku tetap melanjutkan perjalanan menuju minimarket membeli sebotol air mineral dan roti. Aku menyiram kaki ku yang tergores cukup parah dan jelas ini sangat sakit. Setelah membersihkan luka-ku, aku kembali ke kos dan bersiap untuk pergi sekolah. Aku mengeluh kesakitan di depan pintu kamar "Ada apa denganmu ?" Tanya om Javier yang melihat ku duduk mengangkat rok ku sampai diatas lutut "Tidak apa om hanya luka kecil" kataku seraya meniup luka tersebut "Coba saya lihat" ucapnya yang berjongkok di depanku melihat luka ku Om Javier masuk ke kamarnya mengambil obat merah dan meneteskan pada luka ku. Sakit.. Rasanya sangat sakit namun aku tetap kekeh untuk berangkat ke sekolah. Kenapa ?? Apa aku serajin itu ?? Haha.. Jawabannya bukan.. Itu karena agar guruku tau aku tengah sakit sehingga mengizinkan ku untuk tidak sekolah beberapa hari kedepan. Jika saja aku tidak masuk sejak hari ini wali kelas ku tidak akan percaya jika aku tengah sakit dan pastinya ia akan meminta orang tua ku datang ke sekolah sedangkan ibuku saja di kampung "Terimakasih" ucapku seraya berdiri menutup pintu kamar "Mau kemana?" Tanya-nya "Sekolah" "Kenapa gak izin aja kalau sakit" katanya "Gak om, kalau cuman kayak gini saya bisa tahan kok" sergah ku "Mau saya antar saja?" Tawarnya yang aku tolak dengan cepat Aku mengendarai motor ku hingga ke sekolah dengan menahan sakit di lutut ku sampai di kelas saat jam olahraga aku sepertinya sudah tidak bisa menahan rasa sakit ini dan meminta izin pada guru piket ku untuk pulang Namun pihak sekolah mengizinkan ku pulang jika ada seseorang yang menjemput. Karena aku tinggal di sini sendiri pada akhirnya aku meminta bantuan om Javier untuk menjemputku karena hanya dialah orang yang lebih tua dariku yang aku kenal. Om Javier datang ke sekolah ku dengan mengaku sebagai sepupuku bersama temannya. Om Javier memboncengku dengan motor CBR nya yang itu sangat membuatku kesusahan dan motorku dibawa oleh temannya. "Kenapa aku tidak dibonceng temannya saja tadi" Sesalku dengan menahan tubuhku agar tidak merosot membentur punggungnya Teman om Javier memberikan kunci motor ku sesampainya kami di kosan. "Terimakasih om sudah membantu saya" ucapku sesampainya di kosan "Tidak apa kok dek. Senang bisa membantu" jawabnya yang lalu aku pamit masuk ke kamar dan meninggalkan mereka Tiga hari sudah aku tidak keluar kamar dan tidak juga berangkat ke sekolah. Om Javier selalu mengirimkan pesan padaku menanyakan kabarku dan juga sesekali ia mengirimi ku makanan tentunya disaat tante Irene tengah bekerja. Ahh iya aku hampir lupa dengan itu.. Tante Irene bekerja sebagai sales di sebuah mall yang aku tau om Javier selalu mengantar jemputnya setiap hari sedangkan om Javier ialah manager sebuah penerbangan. Yang sekarang membuatku bingung ialah.. om Javier memiliki jabatan tinggi mengapa tante Irene bekerja dan mereka menyewa kamar sepetak? Ahh sudahlah itu bukan urusanku juga.. kami hanya tetangga.. "Bagaimana kaki mu ?" Tanya om Javier melihatku keluar kamar yang hendak pergi ke sekolah "Lebih baik. Terimakasih" cuek ku yang kemudian pergi meninggalkannya yang masih duduk diatas motornya "Aku melihat mu mengendarai motor malam-malam kemana ?" Tanya-nya melalui pesan "Apaan sih nih orang ganggu banget" aku terus bergumam kesal menerima pesan darinya yang hampir setiap hari Tuhan please hentikan pesan konyolnya.. Aku mulai geram dengan pesan-pesan yang ia kirimkan pada akhirnya aku tidak lagi membalas pesannya untuk beberapa saat meskipun ia mengatakan ingin membeli pulsa hingga ia mengetuk kamarku kembali Ceklek "Ada apa om?" Tanyaku menyambutnya "Kenapa tidak membalas pesanku ??" Tanya baliknya mambuatku mendengus kesal "Maaf jika hanya untuk bertanya mengenai itu saya sangat sibuk" kataku menutup pintu kamar "Tunggu" sergahnya menahan pintu "Ada apa lagi" kini aku mulai menaikkan nadaku "Tante Irene bukan istri ku" ucapnya Aku menaikan satu sudut bibirku dengan mata kesal. "Aku tidak tertarik dengan hubungan kalian" ucapku kemudian aku mendorong pintunya dengan keras hingga tertutup dan aku mengunci pintu Apa peduliku kau menjelaskan hal itu. Keberadaannya sangat menggangguku. Aku malas mendengar ataupun melihat si om.. om.. itu Namun Dia tak menyerah begitu saja, ia berusaha menghubungiku tetapi tidak juga aku membalas pesannya bahkan ia juga meneleponku dan aku pun tidak mengangkat telepon darinya. Setelah hampir satu minggu dia menghubungiku, aku pun mengangkat telepon darinya. Dia mengajakku keluar untuk berbicara dan aku menyetujuinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD