bc

Madu Yang Kau Hadirkan

book_age18+
1
FOLLOW
1K
READ
fated
stepfather
lighthearted
like
intro-logo
Blurb

Tak pernah terlintas dalam benakku. Akan hadirnya orang ketiga dalam pernikahan kita. Terlebih, kau sendiri yang membawanya. Kau yang terus memohon padaku, untuk membiarkan dia masuk di antara kita. Meski kau tau bahwa, aku teramat mencintaimu.Aku tak kuasa.Pada akhirnya aku pun, pasrah pada keputusanmu itu.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Mobil yang Lathifa tumpangi, memasuki sebuah gerbang perumahan. Melaju perlahan, sepasang mata Lathifa menangkap pemandangan aneh tak jauh di depannya. Ia pun, meminta sang sopir untuk menghentikan lajunya sesaat. Ia ingin memastikan bahwa, apa yang tengah ia lihat kini tak salah. "Aku harus foto, dan jadiin sebagai bukti." Ia merogoh tas tangannya, dan mengambil ponsel dari dalam sana. Setelah berhasil mendapatkan benda pipih tersebut, ia pun, langsung mengabadikan pemandangan di depannya. "Jalan, Pak!" Setelah berhasil membidik beberapa gambar sebagai barang bukti. Ia pun, kembali melanjutkan perjalannya. Tak sampai lima menit, Lathifa sampai di tujuannya. Namun sebelum turun dari mobil. Terlebih dahulu ia mengirimkan hasil gambar yang ia ambil tadi ke ponsel sang anak. Tak mau repot menunggu balasan. Lathifa langsung menyimpan kembali ponselnya di tas, sebelum ia turun dari mobil. "Anna ... Anna ...," panggil Lathifa, begitu ia masuk ke dalam rumah, yang memang pintunya terbuka itu. Sesaat kemudian, sesosok wanita berwajah teduh menghampiri dirinya. "Kok, Anna ga denger Ummi ngucap salam, sih?" Wanita itu adalah, Anna. Menantunya. "Ummi lupa. Soalnya ada hal penting yang kamu harus tau." Anna langsung meraih tangan Lathifa, dan menciumnya takzim. Saat Anna hendak melepas tangannya, Lathifa justru menarik tangannya dan mengajak Anna keluar dari rumah. "Ikut Ummi!" titahnya. Anna terseok, sebab tak siap ditarik sedemikian rupa oleh Lathifa. "Kita mau ke mana, Ummi?" tanya Anna, saat sudah bisa mengimbangi langkah Lathifa. "Udah, kamu ikut aja pokoknya." Lathifa beruntung, sebab sang menantu sudah berpakaian rapih. Jadi ia bisa langsung mengajak Anna keluar rumah, tanpa perlu repot menunggu Anna bersiap lagi. Mereka terus berjalan, dan berbelok di gang sebelah gang rumah Anna. Anna mengerutkan sedikit keningnya. Entah kenapa, perasaannya menjadi sedikit tak enak. "Mi?" panggil Anna, yang Lathifa abaikan. Mata Anna membola, kala Lathifa membawanya masuk menerobos ke salah satu rumah, yang sangat ia kenal. Apalagi, rumah itu memang berada tepat di belakang rumahnya. "Assalamu'alaikum!?" Lathifa sedikit berteriak, padahal posisi mereka saat ini sudah berada di dalam rumah tersebut. Seorang wanita muda muncul dari dalam sambil menjawab salam Lathifa. Lathifa langsung mendekati wanita muda tersebut, dan mendaratkan satu tamparan di pipi kanannya. Wanita muda tersebut terkejut bukan main. Begitu juga, Anna. Ia tak menyangka, ibu mertuanya itu akan langsung bermain tangan. "Ummi!?" pekik Anna, sambil menahan tangan Lathifa. Ia juga memeluk Lathifa, demi mencegah Lathifa berbuat hal lebih. "Lepasin Ummi, Ann. Biar Ummi kasih pelajaran buat wanita pelakor ini. Beraninya dia bermesraan sama Ammar di deket rumah kalian." Anna menarik napasnya panjang, dan memejamkan matanya sesaat. Setelahnya, ia melepas pelukannya di tubuh Lathifa. Dan hal yang tak disangka terjadi. Anna, bersimpuh di hadapan Lathifa. "Kamu lagi ngapain, Ann?" tanya Lathifa tak mengerti. "Maafin Anna, Ummi. Anna yang salah di sini, sungguh." "Apa maksud kamu?" "Perempuan yang Ummi sebut pelakor tadi, namanya Zakia. Istri kedua mas Ammar." Lathifa menatap wanita muda di depannya dengan tatapan tak percaya. "Jadi selama ini, Ammar udah selingkuh di belakang kamu. Terus menikahi wanita ini?" tunjuk Lathifa, tepat mengarah ke wajah Zakia. Anna menggeleng, membantah tuduhan Lathifa. "Bunda, aku udah selesai makannya." Sebuah suara yang sangat familier, tertangkap indra pendengaran Lathifa. Di sana, tepat di samping Zakia. Ada Afika. Putri ketiga Ammar dan Anna, yang berusia tujuh tahun, tengah memegang baju gamis Zakia. Afika menoleh. "Eh, ada nenek. Nenek kapan sampai?" Dengan polosnya, Afika menghampiri Lathifa dan mencium tangannya takzim. "Nenek apa kabar? Udah dua bulan Nenek ga ketemu sama Fika. Kan, Fika kangen sama Nenek." Gadis kecil itu terus memeluk nenek, yang sangat dirinduinya. Lathifa terpaku, berusaha mencerna peristiwa yang saat ini terjadi di hadapannya. Tentang Ammar, yang ia lihat pergi bekerja dari rumah ini. Tentang Anna, yang kini masih bersimpuh di hadapannya. Tentang Afika, cucunya, yang keluar dari rumah ini. Dan juga tentunya, tentang wanita muda bernama Zakia, yang baru saja ia tahu statusnya sebagai istri muda Ammar, anaknya. Melihat Lathifa tak memberi respon atas celotehannya. Afika pun, mulai memperhatikan sekelilingnya. Afika mengerjap, kala melihat sang mamah bersimpuh di hadapannya neneknya. "Mamah kenapa?" tanyanya, saat ia menyadari di wajah sang mamah terlihat muram. Lekas Anna menghapus jejak air mata di pipinya. Kemudian, mengangkat wajahnya menghadap sang anak. "Mamah ga pa-pa, Sayang." Anna meraih lengan sang anak, dan meyakinkan bahwa ia baik-baik saja. "Oh, iya. Udah mau jam tujuh, nih. Kamu berangkat sekolah, gih. Kasian nanti, kalau bunda sampe telat gara-gara kamu ngobrol lama sama nenek," titahnya, berusaha mengalihkan perhatian sang anak. Seolah baru teringat sesuatu. Afika pun, langsung berlari masuk ke dalam. Setelah Afika berlalu. Anna pun, bangkit dari posisi bersimpuhnya dan berjalan mendekati Zakia. "Kamu ga pa-pa, Dek?" tanyanya khawatir. Tak lupa, ia juga mengecek kondisi pipi sang adik madu, yang tadi terkena tamparan ibu mertuanya. Terlihat sedikit merah di sana. Oleh sebab kulit Zakia yang putih bersih. Jejak merahnya jadi mudah terlihat kasat mata. "Aku ga pa-pa, Teh." Sebuah senyum Zakia perlihatkan, untuk meyakinkan Anna bahwa ia, memang baik-baik saja. Anna menghela napasnya. "Kamu berangkat aja, sama anak-anak. Biar Teteh yang urus masalah ini. Ya?" Meski sedikit ragu. Namun Zakia tetap menganggukkan kepalanya. "Kamu salim aja, sama ummi. Setelah itu, berangkat lewat rumah Teteh. Mang Alam kayanya udah nyiapin mobil dari tadi, deh." Lagi, Zakia mengangguk. Setelah mencium takzim tangan kakak madunya. Ia pun, beralih mencium tangan Lathifa dengan segenap keberaniannya. Jujur saja, ia sedikit takut mendekati Lathifa. Tamparan tadi cukup menyakitkan. Ia tak ingin, merasakan hal yang sama untuk kedua kalinya dalam waktu yang dekat. "Saya pamit berangkat dulu, Ummi," pamit Zakia dengan suara sedikit bergetar. Lathifa menarik tangannya cepat. Ia tak ingin berlama-lama tangannya dipegang oleh Zakia, sang pelakor. Sepeninggalnya Zakia, Lathifa pun, mengajak Anna pulang ke rumahnya. "Bentar, Ummi. Anna ambil sendal kita dulu," izin Anna, hendak melangkah keluar rumah. "Tunggu! Kenapa kamu malah mau ambil sendal kita? Bukannya kita mau pulang ke rumah kamu, Ann?" Anna tersenyum kecil, demi mendengar pertanyaan dari ibu mertuanya itu. "Iya, Mi. Kita emang mau pulang ke rumah Anna. Tapi, ga lewat luar. Kita lewat dalem sini aja, ya. Cape, kalau harus muterin gang." Masih dengan senyum kecilnya, ia menjelaskan ke ibu mertuanya. Meski tak mengerti. Namun Lathifa tak lagi bertanya. Ia memilih untuk mengikuti langkah Anna, yang terus berjalan masuk ke dalam rumah Zakia, dalam diam. Lathifa tak menyangka bahwa, ada pintu penghubung antara rumah Anna dan Zakia. Letaknya tepat di antara dapur Anna dan dapur Zakia. Ketika mereka sampai di rumah Anna. Zakia masih membantu Afika mempersiapkan perlengkapan sekolahnya. Dan melihat keberadaan Zakia di rumah Anna. Entah mengapa membuat Lathifa merasa kesal. "Loh, Nenek kapan dateng?" pertanyaan dari Anika, putri kedua Anna dan Ammar, mampu mengalihkan perhatian Lathifa, yang sejak tadi terus menatap Zakia sebal. "Kamu udah mau berangkat sekolah?" Tak menjawab pertanyaan sang cucu. Lathifa justru melontarkan pertanyaan balik untuknya. Anika mengangguk. Lalu meraih tangan sang nenek, untuk ia cium. Lathifa mengusap kepala Anika penuh sayang. "Berangkat sama siapa?" Anika menoleh ke arah Zakia. "Sama bunda," jawabnya, yang membuat Lathifa menarik napasnya dalam. "Hati-hati, ya," pesannya, sebelum sang cucu keluar dari rumah. Mengabaikan Zakia, yang hendak menghampiri dirinya. Lathifa memilih untuk berjalan masuk ke dalam kamar Afika, yang biasa ia tempati untuk beristirahat. Ada rasa sedih, yang menyusup ke dalam hati Zakia, demi melihat sikap sang ibu mertua. Namun demikian, ia paham. Sebab, keberadaannya memanglah, disembunyikan selama ini. Bagi sang mertua ia hanyalah, orang asing belaka. Sepeninggal Zakia dan anak-anaknya. Anna pun, menghampiri Lathifa di kamar Afika. "Jelasin sekarang juga, Ann!" titah sang ibu mertua, tak ingin dibantah. Anna menarik napasnya dalam, sebelum ia memulai ceritanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
462.4K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
496.2K
bc

The Perfect Luna

read
4.0M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
601.2K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
463.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook