Bab - 10

1357 Words
Rendra sudah sampai di rumah. Laki-laki itu langsung menuju kamarnya, dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Matanya menatap langit-langit kamar. Tangan kirinya terangkat ke udara. Kemudian mata elangnya menatap sesuatu yang tersemat di jari manisnya. Sebuah cincin melingkar dengan sempurna di jari manisnya. Senyuman mengembang di wajahnya. Dia merasa lucu. Bagaimana tidak? Dengan mudahnya dia menerima perjodohan ini, dan lagi ... wanita yang dijodohkan dengannya adalah wanita yang bar-bar. Yang sudah jelas memiliki sifat yang sangat berbeda dengan Michelle. Rendra bangkit dari duduknya, mengambil sesuatu dari dalam nakas yang terletak di samping tempat tidurnya. Laki-laki tampan itu mengambil sebuah pigura, yang terdapat foto seorang wanita yang memakai baju toga dengan senyuman manis yang mengembang di wajahnya. Rendra mengusap foto itu, lalu tersenyum. "Kamu dimana, Chell? Kamu tau? Hari ini aku baru aja tunangan. Kamu liat ini? Iya, ini cincin pertunangan aku sama wanita lain, wanita yang udah jelas bukan kamu. Padahal, aku pernah punya harapan, kalo suatu saat nanti aku bisa menyematkan cincin di jari manis kamu, dan sebaliknya. Tapi, aku sadar diri. Aku hanya manusia biasa, yang memiliki sejuta impian, harapan dan rencana. Selebihnya aku serahkan semua ini pada Tuhan, yang memiliki kuasa." Kemudian dia pun mendekap erat pigura itu, sambil membayangkan jika yang saat ini dia Michelle yang asli, bukan yang berada dalam sebuah pigura. Saat Rendra sedang sibuk dengan kerinduannya, pintu kamarnya diketuk dari luar oleh seseorang. "Ren, lagi apa?" Ternyata Mama Mirna yang memanggil dirinya. Buru-buru dia masukkan kembali foto milik Michelle, takut disemprot oleh mamanya. "Masuk, Ma. Nggak di kunci, ko," sahut Rendra sambil duduk di tepi ranjang, dan memainkan ponselnya. Pintu terbuka, Mirna masuk ke dalam kamar anaknya, lalu duduk di samping Rendra. "Ren, gimana Mawar? Cantik, kan?" tanya Mama Mirna kepo. "Ma, cantik belum tentu baik, lho." Mama Mirna mendelik ke arah anaknya, lalu membuang muka. "Kalo ada paket komplit, kenapa nggak? Mawar itu, udah cantik, rajin, sayang sama mamanya, pinter masak juga." Mirna memuji calon menantunya. Rendra hanya diam. Tetap saja, mau sekeras apapun Mirna menyebutkan kebaikan dan kelebihan Mawar, jika di hati Rendra masih terukir nama Michelle, maka semuanya akan sia-sia. "Bilang makasih ke mama dong, udah nyariin calon yang bagus buat kamu. Sungkem kalo bisa." Mirna menyenggol lengan anaknya. "Jangan lupa bikinin mama cucu yang lucu ya ...." Mirna berbisik. Rendra melotot, terkejut. Baru saja tunangan, tapi sudah ditagih cucu! Start juga belum! Jangan start, pemanasan juga belum ia lakukan! "Mama!" "Kenapa? Mama udah nggak sabar pengen nimang cucu hasil cetakan kamu sama Mawar. Kalo anak kalian laki-laki, pasti bakal ganteng kayak kamu. Kalo perempuan, bakal cantik kayak Mawar." Mirna senyam-senyum sendiri, sambil membayangkan dirinya menimang cucunya. Rendra hanya memijit pangkal hidungnya. "Jadi, kapan kalian mau nikah?" tanya Mama Mirna nggak sabar. "Ya ampun, Ma. Tunangan aja sehari juga belum, udah ditanya mau nikah kapan," keluh Rendra sambil melihat ke arah mamanya, yang duduk di samping dirinya. Mirna tersenyum, merasa senang. Akhirnya kini anaknya sudah bertunangan. Perkara ada perasaan atau tidak, itu urusan belakangan. Cinta akan hadir di antara anaknya dan Mawar, seiiring dengan berjalannya waktu. "Kenapa, Ma? Jangan senyum-senyum gitu, dong! Aku takut!" protes Rendra. Mirna bangkit, lalu menepuk bahu anaknya. "Semangat! Mama mau kamu menikah secepatnya, ya? Maksimalnya satu bulan, kalo kamu udah nggak sabar, besok juga boleh ko," kata Mirna sambil mengedipkan sebelah matanya. Rendra hanya mengangguk, setuju dulu aja. Nanti dia nyari cara buat mengulur waktu untuk menikahi Mawar. ___________ Sedangkan di rumah Mawar setelah kepulangan Rendra dan keluarga, gadis itu masih duduk dengan manis di sofa. Tatapan matanya kosong, entah apa yang sedang ia pikirkan. "Nak, ko melamun?" Desri menyapa. Mawar mengangkat wajahnya, menatap mamanya yang tepat berdiri di depannya. "He-he-he, nggak ko, Ma." Desri duduk di samping anaknya, lalu menatap putri semata wayangnya. Desri bahagia, akhirnya Mawar bertunangan juga. Sebagai seorang ibu, Desri hanya bisa berdoa, semoga anaknya bisa menemukan kebahagiaan di dalam rumah tangganya nanti. Tidak seperti dirinya, yang malah berujung pada sebuah perpisahan. "Mama cuma bisa berharap, semoga pernikahan kamu langgeng sampai maut memisahkan, selalu diberikan kebahagiaan oleh Tuhan," ucap Desri sambil membawa kepala anaknya ke dalam dekapannya. Mawar hanya mengangguk, sambil membalas pelukan mamanya. Kepala gadis itu disandarkan pada d**a mamanya, matanya mulai terpejam. Memang, pelukan dari seorang ibu mampu membuat kita menjadi tenang dan nyaman. ____________ Rendra sedang melihat pantulan dirinya dari cermin, laki-laki itu sudah siap untuk kembali ke Jakarta. Dia sudah terlalu lama cuti, tak enak pada yang lain, bukan pada bos-nya sendiri, Max. "Ren, mau pulang sekarang?" tanya Mirna dari ambang pintu. "Iya, Ma. Nggak enak aku sama yang lain, cuti sampe lupa waktu gini. Belum lagi nanti cuti pas aku nikahan juga kan, ya." Mirna terkekeh. "Aduh, udah nggak sabar buat nikah, ya?" goda Mirna pada anaknya. Rendra hanya menatap ke arah mamanya, lalu kembali melihat ke arah cermin. Sedangkan Mirna, wanita itu sedang senyum-senyum sendiri karena tak kuasa menahan kebahagiaan. "Ma, jangan senyum-senyum sendiri, dong. Horor tau!" "Nggak apa-apa, mama lagi kelewat seneng nih!" balas Mirna. "Mama mau sampe kapan di sini?" tanya Rendra sambil mengambil jam tangan yang ia simpan di atas nakas, lalu memakainya. "Entahlah ... mungkin mama akan berada di sini sampai satu bulan?" Rendra terkejut. Dia melihat ke arah mamanya. "Serius? Lama banget!" Mirna melayangkan jarinya, lalu mendarat di telinga Rendra dan menjewer telinga laki-laki itu. "Anak nakal! Mama di sini juga kan buat nyiapin pernikahan kamu! Kalo mama nyuruh kamu, yang ada gagal total nanti! Rencana mau nikah bulan depan, terlaksananya tahun depan!" Rendra hanya diam. Benar apa yang dikatakan oleh mamanya. Dia akan mengulur pernikahannya selama mungkin, jika bisa sampai Michelle kembali. "Kamu, lebih baik lupain gadis itu!" Mirna melepaskan jewaran nya di telinga sang anak. Rendra hanya diam, tak membalas ucapan mamanya. "Mama nggak mau kamu sampe nyakitin Mawar, gara-gara kamu masih belum lupain Michelle." Mirna memperingati. "Ma, Mama juga tau kan kalo Michelle itu segalanya buat Rendra? Aku nggak bisa hidup tanpa dia, Ma!" Mirna menghela napas. Ternyata usahanya untuk membuat anaknya lupa pada wanita itu masih kurang. Tapi, setidaknya sekarang ada sedikit kemajuan. Rendra mau melakukan perjodohan, bahkan kini sudah berada di tahap pertunangan. "Mama cuma pesen, jangan pernah bikin Mawar sedih, apalagi sampe dia nangis! Kalo kamu berani nyakitin dia, itu berarti sama aja kamu nyakitin mama. Kamu mau jadi anak durhaka? Hem? Nanti mama kutuk baru tau rasa!" ancam Mirna dengan mata yang hampir keluar dari sarangnya. "Kalo dikutuknya jadi makin ganteng, aku juga mau, Ma." "Dasar anak durhaka!" kata Mirna sambil mencubit lengan anaknya. "Sakit, Ma!" rengek Rendra. "Kamu ngerti apa yang mama omongin tadi?" Rendra hanya mengangguk pertanda mengerti. "Apa coba?" Mirna bertanya, agar anaknya tidak lupa. "Jangan pernah sakitin cewek bar-bar itu, apalagi sampe bikin dia nangis. Itu sama aja bikin mama sakit. Kalo masih berani macem-macem, nanti aku jadi anak durhaka dan dikutuk jadi makin ganteng." Mirna tersenyum. Lalu wanita itu sedikit berjinjit, dan mengelus-elus pucuk kepala anaknya, dan mendaratkan sebuah kecupan di pipi Rendra. "Hem, good boy!" puji Mirna. "Mama!" pekik Rendra. Aneh rasanya, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga, tapi masih saja mendapat Kecupan dari mamanya. __________ Rendra sudah masuk ke dalam mobil, dia membuka sedikit jendela mobilnya untuk berpamitan pada kedua orang tuanya. "Hati-hati, Sayang ...." Mirna melambai-lambai pada anaknya. "Iya, Ma." "Pamitan dulu sama Mawar, Ren," imbuh Herman sebelum mobil anaknya melaju. "Nah, iya! Pamitan dulu sama Mawar. Hari ini dia nggak ke restoran, tapi Desri. Bawain makanan sama bunga juga, Ren!" teriak Mirna. Rendra hanya mengangguk, lalu ia pun melajukan mobilnya membelah jalanan. Perjalanan menuju rumah calon istrinya, Rendra ditemani dengan alunan lagu milik seorang artis cantik, Nike Ardilla. Jemarinya ia ketuk-ketuk pada setir kemudi, dengan kepala yang sesekali mengangguk-angguk mengikuti irama lagu, dan mulutnya pun ikut bernyanyi. Hingga akhirnya Rendra sampai di sebuah minimarket, ia masuk ke dalam. Mengambil keranjang, dan berjalan menuju bagian makanan. Laki-laki itu mengambil roti, s**u, biskuit, dll. Dia memilih makanan yang biasa dulu ia berikan untuk menengok temannya yang sakit, saat masa sekolah dulu. Rendra lupa, jika dirinya akan menengok Mawar, yang berstatus sebagai tunangannya, bukan teman sekelasnya. Setidaknya, berikan sesuatu juga yang berbeda, coklat misalnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD