Hurt 3

1056 Words
Dia menyuruh ku untuk duduk di kursi. Saat ini aku dan lelaki yang mempunyai bola mata biru itu berada di sebuah ruangan yang di dominasi warna abu-abu. "Jadi kenapa kamu menembak para bodyguard ku?" tanya nya dengan suara yang pelan namun dalam. Dia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kebesarannya itu dengan bersidekap dada. Dan kamu tahu, yang aku lakukan saat ini adalah mengerjap bingung. Karena kedua mata biru itu sungguh menghilangkan semua alasan yang sudah aku siapkan. "A-aku gak pernah pegang pistol," jawabku dengan sebuah ringisan. Menghadirkan dengusan pelan dari sepasang bibir menawan itu. "Tidak pernah memegang pistol? Tapi kedua bodyguard saya saat ini harus dirawat. Bagaimana dong? Apa kamu mau membiayai mereka di rumah sakit?" Dia menatapku dengan memicingkan kedua matanya. "Dan kamu tahu, saat ini saya sedang butuh mereka. Apa kamu bisa mencarikan penggantinya?" Duh, dari mana aku harus mendapatkan tiga lelaki tampan dengan tubuh athletis seperti mereka? Apalagi kemampuannya yang tidak bisa dipandang sepele. Mereka pasti sudah banyak berlatih untuk bisa menjadi pengawal Pak Rama ini. Dengan kondisi keuanganku yang tidak seberapa, bagaimana bisa aku dapat menyewanya. "Saya jual rumah saja sama Bapak, saya punya rumah ko, Pak," jawabku. Dan ya ... rumah Rehan lebih baik aku jual saja padanya. "Rumah saya besar, Pak. Saya juga sedang butuh uang, saya mau minta tolong sama Bapak. Jadi rumah saya yang besar itu akan saya jual ke Bapak. Dan uangnya bisa saya pakai untuk pengobatan tiga bodyguard itu." Untuk sejenak lelaki tampan dengan sepasang alis tebal dan rahang tegas yang memabukkan itu terdiam. Tatapannya menjadi semakin lekat dan seolah sedang meneliti diriku. Dia seperti sedang menimang-nimang apa yang aku katakan itu. "Kalau saya beli, saya harus apakan rumah itu?" Lah, kenapa dia bertanya padaku. Terserah dia, rumah itu akan dia apakan. Yang jelas, aku sudah menjualnya. "Ya, terserah Bapak." Dia berdiri dan menghela napas pelan. Berjalan ke arah jendela kaca besar yang menempus ke arah danau buatan yang ada di belakang Villa indah ini. Dari belakang aku bisa melihat bagaimana tegap dan indahnya punggung itu. Dia lelaki menawan yang aku yakin pasti memiliki ratusan atau bahkan ribuan perempuan di luar sana. Dia berbalik padaku, hingga aku melengos mengalihkan tatapanku ke arah lain. "Saya tidak butuh rumah!" Dia mendekat, dan berhenti tepat di depanku. Merunduk dan meletakkan kedua tangannya di pinggiran sopa, sisi kanan dan kiri tanganku. Menatap kedua mataku lurus, dengan jarak yang hanya sepuluh centi saja. "Saya mau kamu tinggal di sini!" Dia gila! "Untuk apa? Saya tidak mau!" Aku mendorongnya, namun lelaki gagah ini tidak sedikitpun bergeser dari tempatnya. Alhasil, semua ini jadi seperti aku yang menarik jas yang dipakainya. Seolah aku sedang ingin mencium sepasang bibir menawannya itu. Aku jadi kaget, dan melepaskan kedua tanganku. Sedangkan ia terkekeh hingga kedua matanya terlihat menyipit. "Saya Rama, kamu sudah tahu?" Dia perlahan menjauhkan dirinya dan kembali berdiri tegak, seolah tidak terjadi apa-apa di antara kami. Aku mendengus kesal. "Saya sudah tahu, dan saya tidak mau tinggal di Vila ini!" "Kenapa? Apa kamu tidak tahu, kalau di luaran sana banyak sekali perempuan yang ingin berada di posisi kamu?" Dia kembali duduk dan membuka jas yang dikenakannya. Membuatku bisa melihat dadanya yang bidang terbalut kemeja putih yang dipakainya itu. Dia sungguh menawan! Aku mengalihkan tatapanku ke arah lain. Jangan lupakan kalau semua lelaki itu buaya! Rehan yang biasa bisa mendua. Apalagi dia yang menawan dan kaya raya melebihi Rehan. Dia pasti lebih kejam dan gila dari pada Rehan. "Dan aku berbeda dari mereka. Aku gak mau tinggal di sini! Aku enggak tertarik!" "Dan sebenarnya saya tidak peduli, kamu suka atau tidak tinggal di sini. Kamu sudah merusak rumahku dan membuat ketiga bodyguardku harus dirawat. Dan kamu tahu, saya tidak butuh uang. Jadi satu-satunya yang bisa kamu lakukan adalah, jadi pelayanku! Pelayan pribadiku!" Apa katanya! Aku menganga untuk beberapa saat. "Ta-tapi--" "Maaf, Pak Rama. Nona Sonia meminta masuk!" Seorang lelaki berseragam jas serba hitam masuk dan menghentikan percakapan kami. Pak Rama terdengar menghela napas dalam. "Kenapa dia dimasukan? Bukankah saya bilang, dia tidak boleh masuk ke Vila ini?" tanya Pak Rama dengan agak tegas. "Maaf, Pak. Dia ternyata memiliki kunci ganda Villa ini. Saya bahkan tidak tahu, sejak kapan dia memilikinya." Sepertinya Nona Sonia ini adalah salah satu perempuan yang sudah menjadi korban pesona dari lelaki gila ini. Seolah mendengar apa yang aku katakan. Dia menoleh padaku dengan tatapan tajamnya. Seperti dia tidak menyukai apa yang aku katakan. Dan pada saat itu aku langsung menunduk. "Jangan sampai dia--" "RAMA! AKU MAU KETEMU KAMU! KENAPA KAMU TEGA NINGGALIN AKU DI RUMAH ITU! RAMA!" Aku meringis, sepertinya perempuan itu adalah salah satu istrinya, tidak! atau mungkin simpanannya. Lalu bagaimana dengan perempuan lainnya? Apa mereka juga diberikan rumah seperti perempuan yang bernama Sonia itu. Terus apakah aku juga akan menjadi salah satu perempuan yang diberikan rumah seperti Mbak Sonia ini? "Kenapa Pak Rama punya banyak perempuan?! Apakah mereka hamil lalu Pak Rama tinggalkan?!" Aku tidak tahu apa yang salah dengan pertanyaanku. Karena kedua lelaki tampan itu kini jadi menatap padaku. Dan karena tatapan kedua lelaki tampan itu. Aku jadi meringis malu sendiri. Rama kembali menarik tatapannya dan menghadap bodyguardnya. "Segera bawa Sonia keluar dari Vila ini!" "Baik, Pak. " lelaki itu segera keluar namun perempuan yang bernama Sonia itu mendorong lelaki itu dan menyeruak masuk. Membuat bodyguard itu terdorong, karena posisi dirinya yang belum siap, dan mungkin juga karena tidak membaca pergerakan Mbak Sonia. "SIAPA KAMU! KENAPA ADA DI DALAM RUANGANNYA SUAMIKU!" Sonia tiba-tiba mendorongku, dan membuat ku terhuyung hampir jatuh kalau tidak Rama menahan dan menarikku kedekapannya. "SONIA!" Rama mendorong perempuan itu hingga terduduk di sopa. "Jaga sikap kamu!" Tunggu! Kenapa aku merasa dejavu pada kejadian ini? Iya ... Rehan mendorongku kala itu. Dan memeluk perempuan itu di depan mataku. Lalu sekarang, Rama melakukan ini padaku. Dan membuat istrinya sakit hati. Apakah Rama adalah salah satu bajingan yang persis seperti Rehan? "KAMU SELINGKUH DENGANNYA! KAMU MENINGGALKAN KU DI RUMAH MEWAH ITU! DAN BERTEMU JALANG INI!?" Deg! Aku jalang! Kepalaku mendadak pening. Dan bersandar pada dada bidang itu. Sonia menyerang lagi, namun bodyguard itu menahannya. Lalu Rama menatapku cemas. "Kamu baik-baik saja?" Dia bajingan! Dia membiarkan istrinya sendirian. Lalu malah ingin membuatku tinggal di rumah ini. Aku perlahan menegakkan diri dan menatapnya datar. "Kamu baik-baik aja ka--" Plaakk! Aku menamparnya kuat. Membuat Rama mematung kaget, termasuk kedua manusia lainnya yang berada di ruangan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD