Eps. 3 Meretas Informasi

1112 Words
Berlian menyusun rencana dengan rapi untuk membebaskan Hayu dari tangan penagih hutang. Dia tahu bahwa dia memiliki kemampuan bela diri yang cukup untuk menghadapi kedua pria bertampang sangar itu. 'Daripada membayar hutang yang tidak jelas, lebih baik aku usir mereka.' Berlian menatap satu per satu pria penagih hutang di hadapannya. Dengan gerakan yang cepat dan tepat, Berlian menyerang salah satu pria itu dengan pukulan yang kuat. Pria itu tidak siap dan terjatuh ke tanah. Berlian kemudian menyerang pria lainnya, yang juga tidak mampu menahan serangan Berlian. Setelah beberapa kali pukulan, kedua pria itu terjatuh ke tanah dan tidak bisa bergerak lagi. Berlian kemudian membebaskan Hayu dari tangan mereka. “Ibu, kamu nggak apa-apa?” tanya Berlian dengan khawatir. Hayu mengangguk, masih terlihat ketakutan. “Ibu baik-baik saja, Nak,” balasnya dengan suara lemah yang menyiratkan sisa ketakutan yang masih ada. Berlian tersenyum dan memeluk Hayu. “Kita aman sekarang,” balasnya dengan nada menenangkan agar ibunya itu kembali tenang seperti sedia kala. Berlian mengunci pintu rapat setelah berhasil mengusir penagih hutang pergi dari rumahnya. Dia merasa lega, tapi juga khawatir bila ada penagih hutang lain yang mungkin akan datang. Berlian tidak punya uang untuk membayar semua hutang Hadyan, dan dia tidak tahu bagaimana cara untuk mengatasi masalah hutang itu. Hutang sebelumnya belum lunas ditambah lagi hutang untuk diinvestasikan pada aplikasi wphone. “Untuk sekarang, aku harus memastikan keberadaan kami aman di rumah.” Berlian mengamati sekitar sembari mengunci pintu dan jendela. Dia berharap bahwa dengan mengunci pintu, dia bisa menghindari penagih hutang lain yang mungkin akan datang. Berlian duduk di sofa, merasa lelah dan khawatir tentang masa depan. Dia tidak tahu bagaimana cara untuk membayar hutang Hadyan, dan dia merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Hayu tidak bisa melakukan apa-apa selain menatap putrinya, Berlian, dengan mata yang berkaca-kaca. Dia masih syok dengan kedatangan penagih hutang tadi dan tidak bisa menahan air matanya. Berlian melihat putrinya yang ketakutan dan segera memeluknya. “Maaf, Nak. Ibu tidak ingin kamu mengalami ini,” ucapnya lemah, sambil membelai rambut Berlian. Sebenarnya dia tidak tega saja melihat putrinya yang baru berusia 25 tahun ini harus menanggung hutang besar Hadyan. Padahal Berlian sendiri juga sedang susah, diceraikan oleh Duta. Tapi dia bisa apa, selama ini juga dia selalu menggantungkan hidupnya pada Berlian. “Aku janji, Bu, kita akan melewati ini bersama. Aku akan mencari cara untuk menangkap orang yang telah menipu ayah.” Hayu menangis lebih keras, merasa sedikit lega dengan kata-kata Berliam. “Tapi bagaimana, bila mereka datang lagi? Mereka datang ke rumah kita,” ucapnya sambil mengusap air matanya. "Aku akan berusaha, Ibu. Aku tidak akan membiarkan mereka mengancam kita,” balas Berlian, sambil memeluk Hayu lebih erat. Dia merdeka untuk menangkap tersangka pemipuan itu dan menyerahkannya pada polisi. ** Berlian mengamati Mahesa dari kejauhan, penasaran dengan pria itu. Dia mengikuti Mahesa dari jauh, melihat kemana pria itu pergi dan apa yang dia lakukan. Berlian berharap bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang Mahesa dan kemungkinan besarnya tentang penipuan yang dilakukan olehnya pada Hadyan. Ketika Mahesa membawa laptopnya keluar dari kantor polisi, Berlian semakin penasaran. Mungkin saja ada sesuatu yang menarik di dalam laptop itu yang bisa mengungkap penipuan itu. Berlian memutuskan untuk mencari cara untuk mendapatkan akses ke laptop Mahesa, entah dengan cara apa pun. Dia memperhatikan setiap gerakan Mahesa, mencari kesempatan untuk melihat isi laptop itu. Berlian tidak akan menyerah sampai dia mendapatkan informasi yang dia cari. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dan siapa yang bertanggung jawab atas penipuan itu. Dengan kesabaran dan ketekunan, Berlian berharap bisa mengungkap kebenaran dan membersihkan nama Hadyan. Dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan keadilan untuk suaminya dan keluarganya. “Aku sudah berjanji pada ayah dan ibuku untuk mengungkap semua ini di atas perceraianku. Kamu juga harus bertanggung jawab pada penderitaanku. Karena kamu statusku berubah menjadi seorang janda,” desis Berlian sekilas memperlihatkan kesedihannya di tengah tekad dan amarahnya yang membuncah. Berlian mengikuti Mahesa ke kafe dan menunggu kesempatan untuk mengambil informasi dari laptopnya. Ketika Mahesa pergi ke toilet, Berlian melihat kesempatan emas. Dia dengan cepat masuk ke kafe dan menuju meja Mahesa. Dengan tangan yang gemetar, Berlian menancapkan flashdisk ke laptop Mahesa. Dia menunggu beberapa saat hingga proses transfer data dimulai. Dalam waktu dua menit, Berlian berhasil mengambil semua informasi dari laptop Mahesa dan memindahkannya ke flashdisk miliknya. Berlian merasa lega dan puas dengan hasilnya. Dia berharap informasi yang dia dapatkan bisa membantu mengungkap penipuan yang menimpa Hadyan. Dengan flashdisk yang berisi informasi penting, Berlian meninggalkan kafe tanpa menarik perhatian. Dia tidak sabar untuk menganalisis data yang dia dapatkan dan mencari bukti yang cukup untuk menyeret pria itu ke meja hijau. Mahesa kembali ke meja setelah selesai dari toilet, dan dia melihat seorang pria m sudah duduk di mejanya. Pria itu memandang Mahesa dengan serius. “Apa yang kamu inginkan?” tanya Mahesa sambil memperhatikan pria itu. “Aku ingin bicara tentang WPhone,” balas pria itu, sambil menatap Mahesa dengan tajam. “Kamu tahu bahwa namamu diseret dalam kasus penipuan WPhone, kan?” Mahesa mengangguk, merasa sedikit khawatir. “Ya, aku tahu. Tapi aku tidak tahu apa-apa tentang itu.” Pria itu tersenyum sinis. “Jangan bermain-main denganku, Mahesa. Aku tahu kamu terlibat dalam proyek itu. Aku ingin tahu apa yang kamu ketahui tentang WPhone.” Mahesa merasa semakin khawatir, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa dirinya disangkut pautkan dengan masalah itu? Sementara dirinya hanya diserahi tugas menangani kasus itu. Di tengah pembicaraan,tiba-tiba, pintu kafe terbuka dan beberapa anggota polisi masuk. Salah satu dari mereka melihat Mahesa dan langsung mendekatinya. “IPTU Mahesa, kamu ditangkap atas tuduhan penipuan WPhone,” ucap polisi itu, sambil menunjukkan surat perintah penangkapan. Mahesa terkejut dan berusaha kabur, tapi polisi lain sudah siap dan langsung menangkapnya. “Tunggu, apa yang terjadi?” Mahesa bertanya, sambil berusaha melepaskan diri. “Kamu sudah lama dicari,” balas polisi itu sembari mengeluarkan borgol. “Kamu terlihat kasus korupsi terlibat juga penipuan WPhone dan sudah banyak orang yang dirugikan.” Pria yang sedang berbicara dengan Mahesa sebelumnya tersenyum puas. “Terima kasih, Pak. Saya sudah memberikan informasi yang cukup untuk Anda.” Barulah masak sadar bila dia dijebak oleh pria yang ditemuinya ini. Semuanya seperti benang kusut yang harus diurai perlahan. Mahesa berusaha melawan karena merasa tidak bersalah dan di sini hanya dijadikan sebagai kambing hitam. Namun dia masih belum mengantongi cukup bukti. “Kamu tidak akan bisa kabur lagi!” seru polisi itu, mengikis jarak untuk menagkap Mahesa. Masa merasa terperangkap sekarang. Namun dirinya tidak ingin berakhir di sini. Dia putar otak cepat dan tidak mau dijadikan bulan-bulanan oleh rekannya sendiri di kantor kepolisian. 'Aku harus kabur sekarang.' Mahesa berlari cepat mungkin keluar dari kafe menuju ke tempat mobilnya terparkir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD