Pagi itu Eric benar-benar berenang dan Emy menunggu cemas di tepi kolam sambil membawakan handuknya dengan berjalan mondar-mandir. Sebenarnya bisa saja dia duduk, tidak perlu panik seperti itu.
Kelihatanya Eric juga perenang yang cukup handal meskipun harus berenang di air sedingin ini. Harusnya Emy tidak perlu cemas, tapi bagaimanapun Emy masih trauma dengan wanita yang kram di tengah kolam renang kemarin. Bagaimana Jika sampai terjadi apa-apa pada Eric.
Emy juga heran kenapa sepertinya hari ini semua orang tidak ada yang datang. Bahkan Bi Hanun dan suaminya juga tidak ada muncul.
Emy segera menghampiri Eric yang baru keluar dari kolam renang, buru-buru membantunya memakai handuk dan kemudian mengikat simpulnya di pinggang. Sebenarnya Eric bisa melakukanya sendiri tapi sepertinya Emy saja yang spontan melakukanya karena tidak ingin lama-lama melihat detail tubuh pria seperti itu di depan mata. Sebenarnya Emy lah yang aneh jika masih sering merasa canggung dengan tubuh pria yang harus diurusnya dua puluh empat jam. Padahal apa warna pakaian dalam Eric setiap hari pun dia juga yang menentukan.
"Apa sudah ada makanan? Aku lapar."
Baru saat itu Emy ingat jika Bi Hanun tidak datang maka tugasnya juga yang harus menyiapkan makanan.
Emy membawa tangan Erik dan mengajaknya duduk menunggu di depan meja pantry, sementara dirinya akan menyiapkan sarapan.
Siapa pun akan lapar setelah berenang bolak balik selama satu jam. Seharusnya Emy sudah menyiapkan makanan dari tadi bukannya malah cuma mondar-mandir di tepi kolam renang.
Emy segera mengeluarkan wortel dan brokoli dari kulkas. Menyerut wortel dengan cepat dan menyincang brokoli sekenanya sambil memanaskan wajan anti lengket yang sudah dia beri sedikit minyak zaitun. Rencananya Emy akan membuat omlet sayuran. Satu-satunya jenis makanan yang paling ahli untuk dia kerjakan, dan Anna akan selalu memuji hasil masakannya yang satu ini.
Setelah mengocok telur dengan suara berisik Emy segera menuangnya ke atas wajan yang sudah sangat panas dan buru-buru dia kecilkan agar matang merata.
"Kau hanya menggoreng telur?" tanya Eric dan Emy memukul tepi pengorenganya dengan spatula dua kali karena gemas. Maksudnya, 'Ya, dan jangan sepelekan telur goreng buatanku' pikir gadis itu begitu mendengar pertanyaan Eric yang terkesan menyepelekan kemampuan masaknya.
Begitu matang Emy membaginya menjadi dua satu untuk Eric dan satu untuk dirinya sendiri yang pastinya juga lapar. Sebenarnya apa saja akan enak di makan jika sedang lapar. Karena itu Emy harap Eric tidak akan protes karena dia hanya bisa menyajikan telur goreng.
Walau biasanya dia sangat percaya diri dengan kemampuanya menggoreng telur tapi setelah kejadian tumis brokoli yang masih mentah dan keasinan kemari, ternyata Emy cemas juga waktu menunggu Erik menelan makanan pertamanya. Emy hanya berharap Eric tidak akan memuntahkan omletnya ke tempat sampah seperti Dokter Daniel.
Eric memang tidak berkomentar apa-apa, tapi dia menghabiskannya lebih cepat dari pada Emy. Eric sepertinya memang bukan tipe orang yang suka membuang banyak waktu hanya untuk makan. Emy ingat apa yang sering dikatakan orang tua dulu 'jika orang yang makannya cepat juga suka bekerja dengan cepat' Eric adalah tipe orang yang bekerja praktis dan tidak suka membuang waktu. Karena itu Emy jadi ikut bersemangat dan buru-buru mengambilkan minum untuk Eric.
Untuk satu sesi sepertinya dia sudah terselamatkan meski Emy belum terpikir harus membuat apa lagi untuk makan siang mereka nanti. Karena itu Emy kembali berdoa, semoga terjadi keajaiban dan ada yang tiba-tiba datang mengirim makanan untuk mereka. Atau kalau tidak Emy akan memesan makanan delivery, sementara cuma itu rencana Emy.
Emy kembali melihat Eric yang sudah menyelesaikan sarapannya. Sebenarnya Emy ingin bertanya kenapa Bi Hannun tidak datang hari ini,tapi sepertinya obrolan itu akan sangat sulit untuk dilakukan. Selama ini Emy memang menghindari obrolan yang sifatnya rumit. Biasanya Emy hanya bisa menulis beberapa kata di telapak tangan Eric karena tidak mungkin juga di menulis satu paragraf di sana. Tapi untungnya Eric selalu cepat tanggap. Itulah kenapa Emy tahu jika Eric adalah orang yang cerdas, bahkan sangat cerdas. Bukan hanya karena dia selalu benar mencerna tulisan Emy yang belepotan, tapi Emy tahu jika Eric sejatinya adalah orang yang tenang dan jeli, mungkin akan sedikit berbahaya jika dia dalam keadaan normal.
Untung sekarang dia tidak bisa melihat jika Emy sedang memperhatikan tulang hidungnya yang tinggi dan alisnya yang tebal. Emy pikir tidak ada salahnya juga menikmati sedikit keindahan. Secara fisik Eric adalah tipe pria yang mencolok dan pastinya akan selalu menarik perhatian. Mungkin sekarang Emy termasuk yang beruntung karena semujur ini bisa memandanginya sesuka hati sambil mengunyah omlet. Kedengarannya konyol, tapi Eric benar-benar keindahan yang mubazir untuk diabaikan, walau tetap saja saat marah 'dia seperti tidak peduli sama sekali jika wajahnya tampan!'
"Apa sarapanmu belum selesai? " tanya Eric, dan Emy sempat gugup karena kelamaan bengong.
"Jika sudah aku ingin kau siapkan air hangat di jacuzzi."
Eric sudah berdiri dan Emy segera Buru-buru merapikan semua piring bekas sarapan mereka berdua. Sekali lagi, untungnya Eric tidak bisa melihat hal-hal memalukan seperti ini.
Emy menaruh piring di wastafel untuk dia cuci nanti karena Eric sudah pergi lebih dulu meninggalkannya. Eric sudah hapal semua ruangan di rumahnya jadi dia sudah bisa berjalan sendiri tanpa perlu di bantu lagi.
Emy berjalan cepat untuk menyusul dan membukakan pintu meski sebenarnya Eric juga bisa melakukannya sendiri, tapi Emy pikir lebih baik itu menjadi tugasnya sebagai asisten. Emy mengakui jika dirinya memang harus banyak belajar untuk bisa benar-benar menjadi asisten yang baik dan benar.
Eric yang masih mengunakan jubah handuknya ternyata menyusul Emy yang sedang menyiapkan air di jacuzzi. Emy masih jongkok untuk memastikan suhu airnya. Uap dari air hangat membuat udara di ruangan tertutup itu sedikit beruap dan ikut menghangat. Rasanya nyaman untuk Emy yang tidak terlalu cocok dengan udara dingin. Udara di luar memang semakin dingin memasuki akhir Agustus, bahkan Emy tidak akan berani lagi mandi tanpa air panas meskipun di siang hari bolong.
"Jangan keluar dulu, mungkin aku masih perlu bantuanmu," kata Eric dan Emy sempat kaget jika tugasnya juga harus membantu Eric mandi.
"Kau tidak perlu khawatir aku tidak akan mandi dengan telanjang. "
Eric memang masih mengenakan celana selutut yang tadi juga dia gunakan untuk berenang.
"Ambilkan spon dan sabun cair. "
Walau Eric tidak telanjang tetap saja rasanya aneh bagi Emy. Emy segera berdiri untuk mengambil spon yang sudah dia remas dengan sabun cair dan menyerahkan pada Eric.
Dalam hati Emy mulai berdoa semoga dia tidak disuruh untuk menggosok tubuh Eric.
Selama ini Emy memang tidak pernah terpikir bakal serepot apa jika Eric harus menyiapkan semua keperluan mandinya sendiri. Biasanya Emy memang tidak pernah membantunya mandi karena dia pikir Eric memang tidak suka di temani. Tapi jika melihat Eric yang sepertinya juga sudah tidak risi sama sekali dengan keberadaanya, artinya dia memang sudah bisa dilayani saat mandi. Padahal itu semua wajar saja jika menjadi tugas Emy, mungkin para asistennya yang dulu sudah tahu tanpa perlu di suruh karena mereka sudah melalui pendidikan sesuai profesinya tidak seperti Emy yang ternyata masih banyak tidak tahu tanggung jawabnya karena dia pikir semuanya sudah tertulis di buku.
"Lola, apa kau masih di situ?"
Tanya Eric karena Emy hanya diam seperti patung dan baru kemudian dia mengetuk dua kali.
"Siapkan handukku di dekat sini. Baru kau bisa pergi."
Emy segera melakukan apa yang di perintah Eric, dia mengambil handuk baru dari rak yang setiap hari rutin di ganti dan di rapikan oleh Mia. Emy meletakkan handuk putih yang kemudian dia letakkan di sampiran dekat jacuzzi.
"Pergilah," perintah Eric dengan sabar.
Emy pun langsung pergi dan Eric mendengarnya saat Emy menutup pintu.
Selama ini Eric mengira gadis itu tidak akan pernah mau membantunya, karena dia selalu kabur setelah menyiapkan pakaian. Eric pikir mungkin karena asistennya kali ini masih muda dan lajang jadi wajar jika agak canggung saat harus melayani keperluan pribadinya. Bagaimanapun Eric tidak bodoh, meskipun dia tidak bisa melihat bukan berarti dia tidak bisa merasakan tangan Emy yang gugup tiap kali mereka bersentuhan. Dari situ Eric tahu jika gadis itu masih sangat polos meski masih agak konyol jika mengingat usinya yang sudah 24 tahun.
****