Meskipun sebelumnya Emy juga sudah siap jika pun harus menerima makian, tapi ternyata Eric malah sangat baik, ramah, dan tampan. Untuk yang terakhir itu poin bonusnya, meski pria tampan sebenarnya agak mengganggu untuk sekedar dipandang tapi untungnya Eric tidak dapat melihatnya.
Emy mendapatkan kamar yang cukup luas dan nyaman dengan jendela besar yang menghadap ke halaman belakang. Nampak dari kamarnya hamparan perkebunan teh yang tarlihat hijau menyelimuti lereng-lereng perbukitan. Emy suka suasananya yang sejuk dan asri, ada halaman rumput luas di belakang villa yang di kelilingi pagar tanaman hijau dan beberapa pohon bunga yang sedang mekar tanpa daun. Terlihat indah dan sempurna meski mungkin tidak akan terlalu berguna untuk Eric. Dunia yang gelap pasti akan sangat membosankan, dan pastinya juga akan menjadi tekanan yang berat bagi orang seperti dirinya. Jujur saja Emy prihatin dan rasanya wajar jika pemuda itu menjadi sensitif dan pemarah. Siapapun pasti akan depresi jika mengalami kejadian seperti Eric. Dia memiliki kehidupan yang sempurna tapi sekarang harus mengasingkan diri seperti ini.
Kadang menyendiri adalah satu-satunya pilihan untuk dapat berdamai dengan kemalangan.
Saat supir Mr. Hardy menjemputnya kemarin, dia memang hanya mengatakan jika tuan mudanya menempati sebuah villa di kawasan Puncak. Emy hanya tidak pernah menyangka jika Eric benar-benar tinggal sendiri di rumah sebesar ini.
Villa ini benar-benar besar, dengar pekarangan yang juga sangat luas walaupun lingkungannya agak sepi. Tapi bagi Emy yang sudah biasa tinggal di kampung tentunya tidak akan terlalu jadi masalah, dia juga lebih menyukai suasana pedesaan dibanding perkotaan yang bising.
Setelah merapikan isi kopernya ke dalam lemari, Emy kembali berjalan menghampiri jendela dan membukanya lebar-lebar. Udara sejuk langsung menyeruak masuk kedalam kamarnya yang semula kering. Emy sengaja mematikan pendingin ruangan karena dia lebih menyukai udara yang alami, ia mendorong pintu balkon yang agak serat karena mungkin sudah lama tidak di buka. Dia benar-benar suka pemandangan dari balkon kamarnya.
Sebenarnya Emy ingin sekali menelpon Anna untuk menceritakan semuanya, tapi dia ingat jika masih ada buku jurnal tebal yang harus ia selesaikan. Emy pun segera mengeluarkan buku catatan yang di berikan Mr. Hardy kemarin untuk dia pelajari, karena ia harus tahu cara mengurus Eric yang rewel.
Walau ternyata Eric bukan anak-anak, tapi paling tidak Emy lega karena sebelumnya dia memang sempat khawatir bila dirinya masih harus memandikan atau membantu balita BAB. Tugas Emy sekarang hanya menyiapkan pakaian yang hendak dipakai Eric setiap hari, menyiapkan bak mandi jika dia ingin berendam dan membantunya makan. Sepertinya tidak ada yang sulit.
Gadis itu kembali meneliti jadwal kegiatan Eric dan mengingat beberapa catatan penting yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sepertinya Eric juga tidak memiliki banyak kegiatan dan lebih sering berada di rumah.
Eric akan sakit kepala jika matanya lelah dan terkena terlalu banyak cahaya. Karena itu Emy harus memastikan Eric cukup mendapatkan jam tidur. Eric tidak boleh tidur lebih dari jam sembilan malam dan harus tidur paling tidak satu jam di siang hari. Walaupun tidak benar-benar tidur, paling tidak Eric harus menutup mata selama satu jam. Akan ada dokter yang rutin berkunjung tiga hari sekali untuk memeriksa matanya, dan dia akan tahu jika Eric kurang tidur. Karena itu ditegaskan di situ jika perawatnya harus memastikan jam tidur Eric dan jangan pernah memberinya kafein.
"Lola!" panggil Eric dan Emy pun langsung berjengit sigap.
Emy buru-buru berdiri dan mengembalikan bukunya ke dalam laci.
Sepertinya Eric baru bangun tidur siang dan memerlukan bantuan.
Eric sudah berdiri di ruang tengah dengan tongkatnya ketika Emy baru keluar dari kamar dan segera membuat ketukan dua kali.
Barulah Erik berpaling, "Kau menempati kamar yang itu? "
Emy mengetuk dua kali.
Ada dua kamar tamu yang terletak di antara kamar utama, satu menghadap ke halaman samping dan yang satu menghadap ke halaman belakang. Dulu Eric juga suka memilih yang menghadap ke halaman belakang meski sekarang sudah tidak ada lagi bedanya.
"Buatkan aku kopi. "
Emy mengetuk satu kali, karena dicatat tegas jika Eric tidak boleh mengkonsumsi kafein.
"Kau bekerja untukku bukan orang tuaku."
Emy tetap mengetuk satu kali.
"Aku yang membayarmu buka mereka!" triak Eric ,membuat Emy berjingkat terkejut.
Emy tidak menyangka jika ternyata Eric bisa berteriak selantang itu hanya karena sedikit saja menyinggung orang tuanya.
"Semua ini milikku dan mereka sama sekali tidak berhak mengatur hidupku!" desis Eric sambil memukul tongkatnya ke lantai.
Jelas ada kebencian luar biasa yang yang sama sekali tidak Eric tutup-tutupi terhadap orang tuanya. Pantas jika Mr. Hardy berpesan tegas, jangan sampai Eric tahu tentang semua catatan yang telah dibuatnya, karena Eric pasti akan sangat tersinggung.
"Sekarang buatkan aku kopi." Suara Eric sudah sedikit melunak tapi Emy tetap diam tak bergeming.
"Ternyata kau juga tidak berguna! " kesal Eric yang kemudian langsung berjalan menuju pantry hendak membuat kopinya sendiri. Tapi Emy juga tidak mencegahnya, karena dia tahu jika pria yang marah memang lebih baik di biarkan saja dulu.
Eric ternyata malah membuat meja berantakan, menjatuhkan toples dan gelas-gelas di lemari.
"Lihatlah, aku benar-benar tidak berguna!"_____"Aku lebih tidak berguna dari pada dirimu! Aku tidak akan pernah bisa mengurus diriku sendiri! Bahkan gadis bisu sepertimu pun tidak mau mendengarkanku! "
Emy mengetuk tiga kali.
"Tidak, aku tidak mau kau bicara!" tolak Eric.
"Aku ingin kau juga merasakan seperti apa rasanya saat kau tidak bisa membela dirimu sendiri!"
"Karena apapun itu tidak akan semengerikan saat kau tidak bisa mengurus dirimu sendiri, dan harus bergantung pada orang lain seumur hidupmu."
"Pergilah!" usir Eric dan Emy masih diam sampai benar-benar seperti tidak ada orang lain di sekitarnya.
Karena kesal, akhirnya Eric membanting benda apapun yang dapat dia raih.
Sebuah teko kaca baru saja melayang dan meledak hancur setelah jatuh terpental dua kali di atas lantai. Meski serpihan kacanya tidak tajam tapi biji-biji kaca yang tersebar di atas marmer bisa saja membuat kaki Eric terpleset.
Bukanya pergi Emy malah memunguti serpihan kaca tersebut.
"Apa yang kau lakukan? " Eric mendengar gemericik suara pecahan kaca yang dikumpulkan Emy.
Emy diam dan merasa tidak perlu bersuara karena dia bisu. Walaupun sebenarnya Emy ingin sekali protes tapi ternyata diam juga tidak terlalu buruk, jadi dia memilih bertahan untuk tetap diam selama menyelesaikan pekerjaannya.
Emy sudah cukup terlatih jika hanya untuk menghadapi seorang pemarah. Ayahnya adalah seorang pemabuk yang sering pulang dengan berteriak-teriak hingga membangunkan tetangga. Membanting botol minuman kelantai dan menendang kursi adalah hal biasa yang dia lakukan jika sudah kehabisan uang di meja judi. Biasanya Emy juga hanya diam jika ayahnya sedang murka seperti itu. Menurut Emy, Eric masih jauh lebih beruntung dari pada dirinya. Eric memiliki orang tua yang sangat peduli padanya, tidak seperti Emy yang hanya memiliki ayah pemabuk tidak bertanggungjawab dan ibu yang juga memilih kabur meninggalkannya sejak kecil.
"Berapa ayahku membayarmu? " tanya Eric karena kesal Emy hanya diam mengabaikannya.
"Aku akan membayarmu dua kali lipat jika kau lebih loyal padaku! "
Tapi Emy tetap saja diam tak bergeming.
Dunia Eric sudah sangat gelap, bahkan siluet cahaya pun akan menyakitinya. Jika sekarang dunianya juga harus ikut bisu, lantas apa gunanya dirinya tetap bernafas.
Mungkin Eric juga sudah memilih mengakhiri hidupnya sejak dulu jika bukan karena sisa kebenciannya yang masih ingin menuntut balas.