Chapter 5

1156 Words
Setelah selesai kuliah, Mei langsung menuju ke kosan Ivanka untuk melihat keadaan sahabatnya tersebut. "Ternyata wonder woman bisa tumbang juga," ujar Mei ketika melihat kondisi Ivanka yang lemah. "Kena setan mana lo tiba-tiba sakit begini?" Ivanka memutar bola mata malas. "Gara-gara kemarin gue pulang malem, terus nggak pakai jaket juga. Jadi begini hasilnya," jawabnya. "Emangnya lo habis dari mana sampai pulang malem?" tanya Mei heran. "Ketemu Epril. Pak Arthur bilang Epril lagi sakit, terus dia nggak mau makan sebelum ketemu gue. Makanya gue langsung ke sana habis selesai kuliah. Sebenarnya gue nggak mau datang ke rumahnya pak Arthur, tapi gue nggak tega sama Epril," sahut Ivanka. "Tapi pas gue mau pulang, Epril nggak mau ditinggal. Dia sampai nangis kejer dan nggak mau lepasin tangan gue. Jadi gue nunggu sampai Epril tidur. Makanya jam setengah sepuluh gue baru pulang," imbuhnya. "Terus si pak dokter itu biarin lo pulang malem-malem sendiri? Dia nggak nawarin tumpangan gitu?" tukas Mei sinis. "Dia udah nawarin mau anterin gue pulang, terus motor gue suruh tinggal di sana. Tapi gue yang nggak mau," ungkap Ivanka. "Bukannya lo harusnya seneng dianterin pulang sama gebetan lo?" goda Mei. "Tau, ah. Males gue. Liat mukanya aja udah bikin kesel," pungkas Ivanka ketus. Mei terkekeh. "Dulu aja lo ngejar-ngejar dia. Sampai gue gedek sendiri karena omongan gue nggak pernah lo dengerin. Syukur deh kalau sekarang lo udah sadar," cibir Mei. "Ya kan gue juga punya harga diri. Ngapain gue ngejar cowok yang ternyata suka sama cewek lain? Lebih baik gue milih mundur daripada sakit hati," jelas Ivanka. "Nah, gitu. Untuk masalah cinta, lo harus pakai logika. Jangan pernah mau dipermainkan sama yang namanya cinta," ujar Mei. "Orang pinter aja kalau udah jatuh cinta pasti jadi b**o. Apalagi elo yang udah b**o dari lahir. Jadi b**o kuadrat malahan," cibirnya. Ivanka tertawa. "Kadal lo!" "Hahaha!" Mei juga ikut tertawa. "Oh iya, tadi mantan gebetan lo dateng ke kampus nyariin lo," ungkap Mei. "Karena lo nggak masuk, jadi dia nanya alamat kosan lo," imbuhnya. "Oh, jadi lo yang ngasih tau alamat kosan gue?" tukas Ivanka. "Sebenernya mau gue kasih alamat palsu, tapi gue takut disamperin besoknya," ungkap Mei. "Jadi ya terpaksa gue kasih tau, hehe," lanjutnya. "Emang dia beneran nyamperin lo ke kosan?" Ivanka mengangguk. "Dia ke sini mau ngasih bubur sama obat," jawabnya. "Terus lo terima?" tanya Mei. "Gue terima, tapi gue kasih ke tetangga kosan gue," sahut Ivanka. "Hahaha! Wah, parah lo," ujar Mei tampak senang dengan sikap Ivanka yang kini berubah tegas kepada Arthur. "Salah sendiri! Dulu aja waktu gue deketin, dia nggak mau. Terus sekarang setelah gue nyerah, dia malah sok-sokan perhatian pakai acara bawain gue bubur segala. Siapa coba yang nggak kesel digituin, hah?" "Emangnya gue cewek apaan? Dia pikir gue bakalan luluh kalau disogok pakai bubur?" tukas Ivanka emosi. "Bener, ini baru sahabat gue. Akhirnya lo kembali lagi ke Ivanka yang dulu," sahut Mei tersenyum bangga. "Btw, gue nggak bisa lama-lama di sini. Soalnya gue harus ke warung bantuin nyokap. Katanya warung lagi ada banyak pesanan, jadi nyokap nyuruh gue ke sana," imbuhnya. "Iya, nggak pa-pa. Makasih udah nengok gue," sahut Ivanka. "Tadi sebenarnya anak-anak yang lain juga mau ikut jenguk. Tapi mereka lagi banyak tugas, jadi belum sempet," ungkap Mei. "Udah, santai aja. Lagian gue juga cuma sakit biasa," kata Ivanka ringan. "Oh iya, gue baru inget. Tadi ada senior yang nanyain elo," ujar Mei. Ivanka menaikkan alisnya ke atas sebelah. "Siapa?" "Kak Niko," jawab Mei. "Niko yang mana?" tanya Ivanka bingung. Mei melotot ke arah Ivanka sembari ternganga lebar. "Masa lo nggak tau?!" tukasnya benar-benar tidak habis pikir ketika Ivanka tidak mengetahui Niko. "Kan banyak yang namanya Niko. Jadi Niko yang mana?" jelas Ivanka. "Kak Niko yang jadi Presiden Mahasiswa itu, loh! Yang gantengnya nggak ada obat," ungkap Mei sedikit ngegas. "Nih pasti gara-gara pak dokter itu, makanya lo jadi buta. Sampai cowok yang paling populer di kampus aja lo nggak tau," cetus Mei menyalahkan Arthur. "Oh yang itu. Tau gue mah," sahut Ivanka. "Mending lo sama dia aja, Van. Udah ganteng, keren, pinter, tajir lagi. Dan yang pastinya masih perjaka ting-ting. Pak dokter lo mah, lewat," ujar Mei antusias. "Lah? Emangnya dia mau sama gue?" sahut Ivanka. "Dia juga pasti milihnya yang spek bidadari, lah. Mana mungkin dia mau sama cewek yang modelan boneka annabelle kayak gue? Udah b**o, pemalas, nggak pernah dandan lagi. Komplit nggak, tuh?" "Mungkin karena ini juga pak Arthur nggak mau sama gue. Secara dia kan dokter, dan selera dia juga pasti tinggi. Makanya dia nyari pasangan yang setara sama dia," imbuhnya. "Eh, lo itu sebenernya cantik. Tapi ketutup aja sama sifat lo yang sedeng. Kalau lo mau dandan, gue yakin pak dokter juga pasti klepek-klepek," kata Mei. "Udahlah, nggak usah banyak menghalu. Mungkin emang gue yang harus sadar diri. Udah tau blangsak, tapi maunya sama cowok spek dewa," pungkas Ivanka jengah. "Kayaknya semua ciwi-ciwi juga pinginnya dapet cowok yang ganteng, deh. Gue aja yang mukanya pas-pasan gini juga nyarinya yang ganteng," sahut Mei. "Makanya itu kita jomblo," celetuk Ivanka membuat Mei tertawa sambil menangis. ***** "Pa, kak Vanka nanti ke sini lagi nggak?" tanya Epril ketika tengah disuapi oleh Arthur. "Kak Vanka lagi sakit, jadi nggak bisa datang," jawab Arthur. "Sakit kenapa, Pa?" "Panas juga kayak kamu. Gara-gara kemarin nggak dibolehin pulang sama Epril, jadi kak Vanka kena angin malem karena pulang telat," sahut Arthur. "Lain kali Epril nggak boleh gitu lagi, ya? Kasian kak Vanka, dia juga butuh istirahat. Kak Vanka pasti capek habis kuliah langsung datang ke sini nemenin Epril," tuturnya dengan nada suara halus. "Habisnya Epril nggak mau ditinggal kak Vanka," lirih Epril lesu karena merasa bersalah telah membuat Ivanka sakit. "Kak Vanka juga punya kesibukan lain, jadi dia nggak bisa nemenin Epril setiap hari," kata Arthur. "Tapi Epril nggak mau jauh dari kak Vanka, Pa. Epril mau sama kak Vanka terus," ujar Epril dengan raut wajah memelas. "Kenapa?" tanya Arthur. "Karena Epril sayang sama kak Vanka," jawab Epril begitu dalam. "Epril mau kak Vanka jadi Mama Epril," imbuh anak itu polos. Arthur tertegun. "Siapa yang ngajarin kamu ngomong gitu?" Epril menggeleng. "Nggak ada. Epril sendiri yang bilang." "Kak Vanka cocoknya jadi kakak kamu, bukan jadi istri Papa. Jadi nggak bisa dia jadi mama kamu," ujar Arthur. "Kenapa? Kak Vanka orangnya baik dan sayang juga sama Epril," tanya Ivanka dengan raut wajah yang tampak kecewa. "Epril mau punya mama juga kayak temen-temen Epril," pintanya memelas. Arthur terdiam. Hatinya berdenyut nyeri ketika mengingat Epril tidak pernah merasakan hadirnya sosok ibu sejak bayi, karena istrinya meninggal saat melahirkan Epril. Meskipun ia sanggup memberikan kasih sayang sebanyak yang Epril inginkan, tetapi anaknya tetap membutuhkan kasih sayang seorang ibu. "Epril nanti pasti punya mama, tapi bukan kak Vanka," kata Arthur. "Aku nggak mau punya mama yang lain. Aku maunya kak Vanka yang jadi mama Epril," ujar anak itu bersikeras. "Nggak bisa, Epril. Kak Vanka masih muda, dia nggak cocok jadi mama kamu," kata Arthur. "Pokoknya Epril maunya kak Vanka!" teriak Epril. Arthur terdiam karena kehilangan kata-kata. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD