Niko kaget dengan pertanyaan kekasihnya. Dia tidak menyangka kalau Laura tahu soal Andini.
"Calon istri apa sih sayank? Aku ga ngerti deh maksud kamu apaan," tanya Niko berpura-pura.
"Alah bilang aja kalo kamu mau nikah. Kamu mau kita putus kan? Udah mending kamu pulang trus mas urusin itu calon istri kamu."
"Calon istri apa sih, sayank?"
"Semalem kamu makan di tempat Agung ama cwe kan? Trus kamu bilangkan ke Agung kalo dia itu calon istri kamu."
"Oh soal itu. Agung yang cerita ya?" tanya Niko sambil sedikit terkekeh.
"Dengerin aku dulu deh. Emang bener semalam aku ke sana ama cwe. Dia emang calon istriku. Sebenernya papa ingin menjodohkanku belakangan ini, tapi udah aku tolak. Sekarang hubunganku ama dia udah berakhir."
"Perjodohan? Kamu dijodohin?"
"Iya, papa mengatur perjodohanku ama anak temennya."
"Kenapa kamu ga mau? Kata Agung orangnya cantik."
"Cantik dari mana, dia dandan aja ga bisa. Mana bisa dia dibandingin ama kamu. Kamu cantik dan seksi banget. Aku sayang banget ama kamu sayank."
"Kamu yakin?"
"Tentu saja, kalo ga yakin kenapa juga aku di sini sekarang. Udah donk ngambeknya. Kan aku udah milih kamu."
"Makasih ya," ucap Laura sambil meringsak ke dalam pelukan Niko.
"Sayang, kita lama loh ga kencan keluar. Kita jalan yuk?" ajak Laura dengan gaya manja.
"Sekarang? Ini udah malem sayank. Kalo aku libur kerja aja ya. Kamu besok kan juga kerja," kata Niko berusaha menolak.
"Aah tuh kan kamu gitu lagi. Kamu ga sayank ama aku bearti." Laura marah lagi.
"Jangan ngambek lagi donk sayank. Ntar weekend kita jalan deh pokoknya. Kita udah lama banget kan ga nonton."
"Bener ya? Awas aja kalo sampe kamu boong."
Niko dan Laura sedang menikmati malam. Mereka sedang bercanda menghangatkan lagi cinta mereka.
***
Andini sedang membaca novel di kamarnya. Dia ingin mengalihkan pikirannya dari Niko. Dia sudah menyerah dan memutuskan berpisah dari Niko.
Menyakitkan memang, tapi apalah gunanya bila memiliki suami tapi hatinya milik orang lain. Kalau Niko tidak punya pasangan, mungkin Andini akan bertahan. Tapi keadaannya Niko memiliki orang lain dalam hatinya, dan itu pasti sangat tidak menyenangkan berada di antara cinta orang lain.
Pagi ini Andini kembali ke sekolah. Andini mencoba untuk tetap seperti biasa, meskipun dia akui bahwa dirinya pernah sedikit merasa suka dan nyaman bersama Niko, tapi takdir tidak menyatukan mereka berdua.
Andini melajukan mobilnya ke sekolah, dia menyalakan musik di tape yang ada di mobilnya. Suara lagu-lagu kesukaannya mulai terdengar.
"Andin," sapa seseorang di seberang saat tau Andini keluar dari mobilnya.
"Apaan sih kok pake teriak-teriak segala. Berisik tau," kata Andini saat Laras mendatanginya.
"Eh gimana, kemaren jadi ga kondangan ama Niko? Pasti keren donk dia waktu kondangan," tanya Laras sedikit kepo.
"Ga jadi pergi bareng kok," jawab Andini datar sambil berjalan menuju gedung sekolah.
"Loh, kok ga jadi? Dia batalin acara kalian? Ato dia ga mau ikut kalian pergi?"
"Ga keduanya. Tebakanmu salah semua."
"Trus apa donk yang benar?"
"Perjodohan kami selesai. Udah bubar sekarang."
"Haaahh!! Din, jangan becanda kamu. Dia mutusin kamu?"
"Bukan dia, tapi aku."
"Kenapa?"
"Ntar aja ceritanya. Telat kita ntar."
"Janji ntar makan siang kamu cerita ya?"
"Pulang sekolah aja, aku main ke rumahmu."
"Ok, aku suka banget itu."
Andini mengajar seperti biasa. Tidak ada kesedihan dan kehilangan yang dia rasakan. Dia hanya mencoba menyibukkan diri dengan bersama murid dan Laras.
Ya ... nama Niko sepertinya mulai menggelitik hati Andini. Sejak kejadian di warung tenda, saat Niko benar-benar melakukan hal special padanya walaupun itu sangat sederhana, tapi amat berkesan untuk dirinya.
Sesuai janjinya, Andini dan Laras hari ini pulang bersama. mereka mampir di warung makan untuk membeli lalapan ayam kesukaan mereka. Laras sudah memberondong Andini dengan segala pertanyaan, namun Andini lebih pintar, dia tidak menjawab apapun sebelum sampai di rumahnya.
"Teh Andin mau apa? Hari ini ada burung dara loh teh," sapa penjual lalapan itu.
"Burung dara?" seketika pikiran Andini melayang ke Niko. Kejadian malam itu tiba-tiba seolah sedang terulang kembali dalam pikirannya.
"Din, ditanya itu loh. Kamu mau apa?" kata Laras sambil menepuk lengan sahabatnya.
"Eh iya, anu Pak, Andin teh mau burung dara ama pete sepapan ya," kata Andin memesan.
Andini dan Laras duduk di kursi di dalam warung, mereka menunggu pesanan mereka dibuatkan. Menunggu beberapa lama, akhirnya pesanan mereka pun selesai. Mereka membayar belanjaan mereka dan segera pulang.
"Din, kamu nginep rumahku ga?" tanya Laras.
"Emang kenapa kok pake tanya gitu segala?" tanya Andini heran.
"Kalo nginep, aku mau beli martabak. Aku lagi pengen tapi takut ga abis."
"Yeee, pengen ya beli lah. Buruan beli, aku mau ke depan ya, kok pengen es krim aku. Kamu mau juga?" mendengar es krim Laras segera mengangguk.
***
Andini berjalan masuk ke dalam mini market. Dia segera menuju ke sudut yang menyimpan box pendingin es krim. Dia menggeser pintu lemari dan memilih es krim yang hendak di belinya.
"Andin," sapa seseorang dari arah belakang.
Andini menoleh dan melihat sosok Bagas berdiri di sana dengan membawa keranjang belanjaan.
"Mas Bagas. Lagi belanja, Mas?" tanya Andini.
"Iya, kebetulan barang di rumah banyak yang abis," jawab Bagas sambil tersenyum. " Kamu sendirian?" lanjut pemuda itu.
"Lagi ama Laras. Tuh dia di depan lagi antri martabak."
"Din, aku boleh minta tolong ga?" tanya Bagas dengan sedikit malu.
"Minta tolong apa mas?"
Bagas menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia seolah tidak mau ada yang mendengar. Andini bingung dengan tingkah Bagas yang sedikit aneh.
"Hmm anu Din. Adikku lagi nginep di rumah, dia tadi nitip minta di beliin pembalut yang panjang dan bersayap. Aku ga ngerti apa maksud panjang bersayap. Emang barang itu kudu di pakein sayap juga ya?" kata Bagas sedikit pelan dengan wajah bingung.
Andini menahan tawanya, dia hanya sedikit menunduk dan tersenyum mendengar ucapan pemuda di depannya.
"Oh itu. Bentar mas, Andin ambilin ya." Andini berjalan menuju rak yang memajang barang kebutuhan pribadi wanita. Dia mengambil 1 bungkus pembalut yang biasa dia pakai dan sesuai dengan apa yang dipesan adik Bagas.
"Ini Mas, pake ini aja," kata Andini sambil meletakkan barang itu di keranjang yang dibawa Bagas.
Bagas melihat bungkusan warna biru yang diletakkan Andini, "Trus sayapnya mana, Din?" tanya Bagas lagi.
"Sayap? Sayapnya udah di dalem mas," jawab Andini sambil terkikik.
"Oh ya udah deh, kalo emang udah di dalem. Bearti aku ga akan disuruh balik lagi ama adikku ntar."
"Mas ga malu belanja beginian? Ini kan barang cwe, Mas?"
"Malu sih, tapi kan adikku butuh, kasian kalo dia ntar keluar rumah. Sedangkan dia bilang perut ama pinggangnya sakit, ga tega aku."
"Perhatian banget. Pasti istri Mas nanti bakalan seneng dapet suami kayak Mas Bagas."