Prolog

496 Words
"Katelyn Maddison benar?" Pria gempal itu meeletakan berkas itu di atas meja kerjanya sembari menatap gadis berambut coklat di depannya dan menyerahkan amplop coklat itu pada gadis tersebut. "Ya itu saya." Katelyn mengambilnya dan langsung beranjak pulang. Katelyn Maddison, gadis berambut coklat bermata hezel, dan berkulit bersih. Dia disana untuk mengambil hasil lamaran kerjanya. Dengan cepat Kate membuka amplop itu berharap nasib yang bagus untuknya. Tapi sorot mata hazel itu langsung berubah kala mendapat hasil yang tidak ia harapkan. Betapa susahnya mencari uang di kota besar ini. Kate memijit pangkal hidungnya, udara dingin semakin menusuk ditambah dengan semua ini berhasil membuat kepala gadis itu pening bukan main. Tiba-tiba ponsel di sakunya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. "Kate disini." Ujarnya. "Bagaimana ini? Sudah tengah bulan dan kau belum kunjung mengirim uang mu? Dasar anak tidak tau diuntung, dimana rasa terimakasih mu pada ibu mu." Bentak ibunya di ujung sana. "Bu, aku belum punya uang untuk bulan ini." Kate menggigit ibu jarinya. "Banyak alasan, bagaimana ini? Aku perlu beli berlian untuk arisan ku bodoh, adik mu butuh gaun pernikahan dan ayah mu ingin mobil porche keluaran terbaru." "Bu, aku tidak punya uang sebanyak itu." "Begitu? Memang kau anak tak tau diri." Tuuuuttt... Telefon ditutup sepihak oleh ibunya. Katelyn dibesarkan di keluarga yang gila harta, di desa sana ibu dan ayahnya suka berjudi dan menghamburkan uang yang diberi olehnya untuk hal yang tidak penting. Sementara dia harus mati-matian bertahan di London untuk dirinya dan keluarganya. ** Katelyn tinggal di salah satu kamar apartemen yang disewanya. Bukan apartemen mewah sekelas Hyde Park Penthouse, hanya apartemen kuno yang setidaknya masih layak untuk ditinggali di tengah kota London ini. Bahkan untuk mencapai kamarnya yang berada di lantai lima, Kate harus menaiki satu persatu anak tangga untuk sampai di lantai kamarnya berada. "Sore Mrs. Madison." Sapa Sammy tetangga kamarnya. "Sore uncle Sam." Bagi Kate mungkin menaiki anak tangga bukanlah perkara sulit, tapi untuk orang paruh baya seukuran Sam adalah beban tersendiri. "Biar aku bantu paman." Katelyn membantu Sam membawakan kantung kertas belanja milik Sam. "Kau sangat baik, bagaimana kau diterima?" Tanya Sam. Katelyn hanya tersenyum miris sembari menundukan kepalanya. "Oh sayang, tidak apa mungkin memang bukan jalan mu di situ." Ujar Sam menguatkan. Hingga sampailah mereka di lantai yang mereka tuju, betapa terkejutnya Katelyn saat melihat tas-tas besarnya berada di luar kamar dengan pintu tertutup. "What the...."Katelyn mencoba membuka kunci kamarnya namun nihil pintu lusuh di depannya tidak dapat terbuka. "Kenapa Katty?" Tanya Sam. "Aku diusir." Katelyn tetap tersenyum pada pria tua itu. "Kau bisa tinggal bersama ku, Katty." Sam menyentuh bahu Kate dengan lembut seperti dia adalah ayahnya. "Ah, tidak paman. Lagipula aku masih memiliki sedikit uang untuk kembali mengontrak kamar." Katelyn mulai menata tasnya agar mudah di bawa. "Sampai jumpa paman, sehat selalu." Katelyn memeluk singkat Sammy sebelum pergi dari sana dengan berat hati. Betapa sempurnanya hari ini, dia yang ditolak, orang tuanya berulah, dan sekarang dia terusir dan entah harus tinggal dimana. Sempurna bukan? Sempurna dan lengkap sudah penderitaannya. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD