"Sini!". Erlangga meraih Qiana ke dalam pelukannya. Mencium keningnya, kedua matanya, hidungnya, dan terakhir bibirnya sekilas. "Jangan nangis lagi," Erlangga membingkai wajah cantik itu. Tadi hatinya amat hancur ketika melihat Qiana lari ke kamarnya. Setelah mengakhiri perdebatannya dan Dion. Dan kini ia menyusul gadis itu kemudian menenangkannya. "Maafkan aku... Maafkan semua sahabat ku..." Erlangga tahu Qiana amat mengerti dengan keadaan Dion saat ini. Namun ia juga tahu, Qiana hanyalah seorang gadis kecil yang membutuhkan banyak dukungan. Qiana sendirian, ia butuh perlindungan. Dan karena hal itu, Erlangga merasa bangga. Bahwa meski gadis itu dalam keadaan terjepit, dalam keadaan tertindas. Ia masih tetap bisa berdiri. Bisa mengendalikan dirinya dengan begitu hebatnya. Bahkan ia t