“Jangan bertindak bodoh, Saudaraku.” Mahesa melayangkan peringatan dari ambang pintu. “Rafa, turunkan pistol kamu!” Stevan pun turut memberi peringatan. Aksi Rafandra yang terbilang nekad tidak tergoyahkan oleh peringatan yang dilontarkan oleh kedua orang yang dikenalnya. Tatapan tajamnya mencemooh Mahesa dan Stevan seakan keduanya adalah orang bodoh yang bisa ia permainkan. “I’m not you brother!” tegas Rafandra, “Aku membencimu sejak aku dilahirkan.” “Rafa, dengarkan kakakmu. Kita bisa membicarakan ini baik-baik.” Stevan mencoba mencairkan suasana. Keadaan tidak memberinya pilihan untuk bertindak lebih daripada negosiasi. Apa yang dilakukan Stevan dan Mahesa tidak sedikit pun mengubah keputusan Rafandra. Pria itu masih mengarahkan mulut senjata apinya ke pelipis Ziya. Ia tidak lagi