Bab 2

1322 Words
"Siapa dia, Met?" tanya seorang pria paruh baya ketika melihat Meta turun dari sebuah mobil mewah. Wajahnya tampak sumringah melihat putrinya turun dari mobil bersama seorang pria tampan. Terbesit dibenaknya ingin menjadikan pria itu sebagai suaminya Meta. "Ini atasanku di kantor, Yah. Sekretariat pak Ganjar." Meta menyahut. Memperkenalkan Alex kepada sang ayah yang kini tidak berhenti memindai Alex dari ujung kaki hingga kepala. "Alex." Alex mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan pria paruh baya itu. "Kekasihnya Meta juga, Om." Meta ternganga. "Ti-tidak ... Ayah, pak Alex bukan kekasihku. Aku dan dia hanyalah,* "Tidak apa-apa. Tidak perlu sungkan seperti itu, Met.. Kalau memang kamu sudah mampu melupakan Ganjar, itu tidak masalah. Malah sangat baik karena dengan Alex kamu bisa tenang. Tidak harus diteror terus menerus oleh kedua orang tua Ganjar." Ayahnya Meta menatap Alex dengan tatapan yang amat serius. "Lebih baik kalian berdua cepat menikah. Agar Ganjar dan kedua orang tuanya tidak mengusik hidup Meta lagi. Bagaimana?" Alex mengangguk cepat. "Tentu saja, Ayah. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini agar bisa hidup bersama Meta. Minggu depan aku akan langsung melamar dan menikah dengannya." Tidak ingin melepaskan sedikitpun celah yang bisa membuatnya bisa benar-benar memiliki Meta, tentunya Alex segera menyetujui. Dan akan mempersiapkan segala sesuatunya yang akan membuat Meta sah menjadi istrinya. "Aku memang memintamu untuk membantu. Ta-tapi tidak seperti ini!" Bantah Meta begitu sang ayah pamit ke dalam rumah untuk menyeru sang istri.. Dengan semangat ingin menyampaikan kepada sang istri jika Meta akan segera menikah. Maka dari itu, setelah ini tidak ada lagi yang namanya harapan palsu untuk menjadi orang kaya. Tidak ada lagi teror dari orang tua Meta yang selalu mengancam impian mereka menjadi kenyataan. "Tapi setelah aku pikir-pikir lebih baik kita jalani saja ini semua dengan serius agar kita bisa bahagia." "Ma-maksudmu?" "Maksudku?" Alex menunjuk dirinya sendiri. "Aku mencintaimu, Met. Maka dari itu sekarang aku akan membuat drama ini serius dan menjadikan kamu istriku. Kamu tinggal melupakan Ganjar dan belajar mencintai aku." "Ti-tidak, aku tidak bisa." Meta menggeleng. Sebelum beranjak meninggalkan Alex yang masih bertahan di depan pintu. Di mata Meta ini tidak benar. Ia tidak bisa menikah dengan Alex yang merupakan sahabat dekat Ganjar. Yang ada Ganjar akan semakin membenci atau malah nekad melakukan sesuatu agar ia bisa kembali padanya. Tidak peduli dengan penolakan dari Meta, Alex tetap melanjutkan rencananya dengan mendekati kedua orang tuanya. Segera membuat janji akan membahagiakan Meta. Dan jalan yang diambil Alex adalah menikahi Meta. Ditempat lain, Ganjar duduk di balkon rumahnya, sambil memandangi langit malam yang sedang dihiasi oleh jutaan bintang. Ia tersenyum miris, membayangkan nasib cinta yang sedang ia jalani. Cinta yang selama ini Ganjar punya sudah berada di tangan sahabatnya sendiri. "Kamu kenapa, Gan?" Seorang wanita paruh baya duduk di samping Ganjar dan mengusap bahunya. "Tidak apa-apa, Ma!" "Kalau tidak apa-apa, kenapa kamu duduk sendirian disini. Ayo, ikut Mama ke bawah, Lusi datang menemui kamu." "Ganjar lelah, Ma! Ganjar tidak bisa menemui Lusi." Ganjar beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan sang mama yang sedang menggerutu. "Gan ... tunggu!" Jani, mama Ganjar meraih tangannya. "Apa lagi, Mama?" "Kamu temui Lusi, Atau mama hapus dari daftar warisan!" Jani mengacungkan telunjuknya kepada Ganjar. Ganjar menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya secara kasar, "Ya... Baiklah!" Ganjar menurunkan bahunya dan mengikuti langkah Jani untuk menemui Lusi. "Lusi, Sayang...," Jani mengembangkan kedua tangannya untuk memeluk gadis cantik yang bernama Lusi tersebut. "Tante...." Lusi membalas pelukan Jani. "Maaf, Tante sudah membuat kamu menunggu lama." Jani mengurai pelukanya. "Ganjar, kamu temani Lusi, ya. Mama mau mengambilkan air minum untuk kalian berdua." Jani meremas lengan Ganjar dan memberikan kode lewat tatapan matanya. Ganjar mendengus kesal dan memilih duduk daripada memeluk Lusi. "Kamu apa kabar?" tanya Ganjar ketus. "Kabarku baik, Sayang." Lusi duduk di samping Ganjar dan memeluk lengan Ganjar, "Aku sangat merindukanmu, Sayang ... aku harap kamu juga merindukanku." Ucap Lusi manja. "Bersikaplah seperti gadis baik-baik, Lusi! Jangan bertingkah seperti jalang." Bisik Ganjar tepat di telinga Lusi. "Kenapa kamu tega mengatakan itu kepadaku, Gan? Aku seperti ini karena kamu calon tunanganmu." "Calon tunangan?" Ganjar membeo. "Iya, sayang. Mama dan Papa sudah mengatur acara pertunangan kalian berdua dan acara pernikahan kalian akan dilangsungkan satu bulan setelah acara pertunangan kalian selesai dilakukan." Jawab Jani, sambil menghidangkan beberapa minuman di atas meja. "Ma, kenapa Mama dan papa merencanakan ini semua tanpa melibatkan aku? Dan bukankah Mama tahu, aku tidak mencintai Lusi?" "Mama sengaja tidak memberitahukan ini semua kepadamu. Karena Mama yakin kamu pasti menolak ini semua." "Tapi aku tidak mencintai Lusi, Ma!" Ganjar menunjuk Lusi yang sedang duduk menghadap kepadanya. "Cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, Gan. Dan Mama tidak ingin menerima bantahan." Jani menekankan setiap kata yang diucapkan, dan meninggalkan Ganjar dengan Lusi. Ganjar mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku mohon, Lus. Batalkan ini semua! Aku tidak mencintaimu. Kamu pasti tidak mau menikah dengan pria yang tidak mencintai kamu." "Aku tidak ingin membatalkannya, Gan. Aku sangat mencintaimu. Aku yakin cinta itu akan segera hadir di hatimu untukku." Lusi memeluk Ganjar, "Percayalah, Gan. Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku." "Tidak! Itu tidak akan pernah terjadi, karena didalam hatiku telah terukir satu nama dan aku akan segera menikahinya." Ganjar melepaskan pelukan Lusi dan meninggalkan gadis tersebut. "Ganjar, kamu mau kemana?" Lusi berusaha mengejar Ganjar yang pergi keluar dari rumah dan menuju ke arah mobilnya. "Itu bukan urusan kamu!" ucap Ganjar, sebelum ia masuk kedalam mobil. Lusi mendecih kesal dan menghentakkan kakinya. Aku tidak akan pernah melepaskanmu, aku akan melakukan segala cara agar kamu bisa segera menjadi milikku." Lusi kembali masuk kedalam rumah untuk berpamitan kepada Jani. Pikirannya yang kacau, membuat Ganjar enggan tidur di rumah. Ia memilih bermalam di apartemennya sendiri. Beberapa menit kemudian, Ganjar sampai di sebuah apartemen yang cukup besar. Ia sengaja membeli unit yang tidak terlalu mewah agar kedua orangtuanya tidak mengetahui dimana keberadaannya. Karena ada kalanya Ganjar ingin sendiri dan tidak ingin diganggu oleh siapapun. Seperti saat ini, ia tidak ingin diganggu karena ia ingin menenangkan pikirannya yang sedang kalut. Dari dulu Ganjar selalu dipaksa untuk menuruti keinginan kedua orang tuanya, bahkan Ganjar tidak menyukai posisinya sebagai CEO di perusahaan. Karena ia lebih suka hidup sebagai seorang fotografer. Ganjar menghempaskan tubuhnya di atas ranjang yang tidak terlalu besar. Di dalam unit sederhana tersebut, hanya diisi dengan barang-barang yang sederhana pula. Sesuai dengan keinginan Ganjar. Ia tidak pernah suka membeli barang-barang branded, karena ia lebih suka hidup dengan kesederhanaan. Sampai kapan aku hidup di bawah bayangan mama dan papa. Jauh didalam lubuk hatiku, aku ingin hidup sesuai dengan apa yang diinginkan oleh hatiku. Hidup sederhana, dengan gadis yang aku cintai serta anak-anak yang akan menemani hari tuaku. Ganjar menutup keduanya dengan sangat rapat. Sehingga bayangan Alex dan Meta menari-nari di dalam benaknya. Ia langsung menggelengkan kepalanya untuk mengusir segala pikiran yang selalu mengganggu pikirannya. Selanjutnya, Ganjar berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya dan menyegarkan kembali pikirannya. Setelah selesai mandi, Ganjar kembali berbaring di atas ranjang. Ia berbaring sambil membuka sosial media miliknya. Di sana Ganjar melihat Alex mengunggah sebuah foto dirinya yang sedang merangkul bahu Meta. Senyum bahagia terbit dari bibir mereka berdua, membuat hati Ganjar semakin sakit. Ganjar memilih berhenti men-stalking akun milik Alex, sebelum ia hatinya hangus terbakar karena api cemburu yang telah menyala dari tadi pagi. Sebelum Ganjar meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, ponsel tersebut menyala dan menunjukkan sebuah pesan yang baru saja masuk dari aplikasi perpesanan yang berwarna hijau. Di sana telah terpampang beberapa pesan dari kedua orang tua Ganjar. Ia langsung menghela nafas berat, membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh kedua orang tuanya itu. Salah satu isi pesan yang membuat Ganjar semakin frustasi adalah keinginan Jani, mamanya, yang tetap pada keputusannya untuk menjodohkan Ganjar dan Lusi. Dan satu minggu dari hari ini, telah ditetapkan sebagai hari pertunangan Lusi dan Ganjar. Tanpa membalas pesan dari Jani, Ganjar langsung mematikan ponselnya dan melemparkan ponsel tersebut ke atas naskah. Lalu ia mengusap wajahnya dengan kasar, sebelum ia kembali berbaring dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Perlahan, rasa kantuk menyergap Ganjar dan mengantarkan CEO muda itu ke alam mimpi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD