Bab 48

1123 Words

Amira duduk termenung di sudut kamar kecil di pesantren itu. Tangannya membelai perutnya yang mulai membuncit, sementara pikirannya terus berkecamuk. Setiap kenangan tentang Ali terasa seperti pisau yang menusuk hatinya lebih dalam. "Aku bodoh... terlalu berharap pada orang yang bahkan tak berani memberiku kejelasan," gumam Amira dengan suara bergetar. Matanya yang sembab memandangi pintu kamar. Ia ingat, bagaimana semangatnya saat mendengar Ali datang ke pesantren. Rindu yang membuncah, membuat dia langsung berlari, memeluk pria itu di hadapan Abi Jaffar, berharap Ali akan membalas pelukannya seperti dulu. Tapi yang ia dapat hanya tubuh kaku dan tatapan kosong. Tidak ada kehangatan. Tidak ada kerinduan. Hanya... tubuh yang diam seperti raga tanpa nyawa. Air mata menetes tanpa bisa ia

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD