Pagi datang perlahan, menyusup di balik tirai tipis kamar itu. Cahaya keemasan membias dari sela-sela jendela kayu, memantulkan kilau lembut di dinding berwarna krem. Di luar, suara burung prenjak bersahut-sahutan dari sela semak di pekarangan. Kabut tipis masih menyelimuti kebun bunga, menyembunyikan mawar dan krisan di balik embun yang baru turun. Di atas ranjang berseprei putih, tubuh Norika dan Gyan masih menyatu dalam pelukan hangat. Kulit mereka menyentuh, saling beradu napas. Norika terbangun lebih dulu. Ia tidak langsung bergerak, hanya memandangi wajah Gyan yang tertidur dalam. Ada garis kelelahan di bawah matanya, tapi juga ketenangan yang jarang terlihat. Ia menyusuri garis rahang Gyan dengan ujung jari. Mengingatkan dirinya bahwa ini nyata. Bahwa semalam bukan mimpi. Gyan me