Hari itu adalah salah satu hari paling bersejarah dalam hidup Dias. Sejak kecelakaan yang merenggut kebebasan langkahnya, ia tidak pernah berhenti bermimpi suatu saat bisa kembali berdiri, meski sekadar beberapa detik. Terapi panjang, latihan tanpa henti, air mata, juga doa—semua melebur menjadi satu perjuangan yang berat. Dokter pun tidak pernah berani memberi janji pasti. Namun pagi itu, matahari terasa lebih hangat, udara lebih segar, dan hatinya penuh harap. Dias dibantu fisioterapisnya berdiri di sisi parallel bar. Napasnya tersengal, tubuhnya bergetar, tapi matanya berkilat penuh tekad. “Saya… saya bisa, Bu…” gumamnya lirih. Ibunya yang mendampingi menatap dengan air mata menetes, sambil menahan napas seolah tak ingin suara sekecil apa pun mengganggu konsentrasi putrinya. Langkah p