12. Modus Edzard

1016 Words
Di sebuah Negeri, yang jauh dari Bumi... Edrea sedang bersiap-siap memakai gaun pestanya. Hari ini ia memakai gaun berwarna dusty pink yang tampak indah. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan tambahan aksesoris jepitan, membuat penampilannya tampak indah. Setelah dirinya siap, ia mematut dirinya di depan kaca dan tampak puas dengan hasil kerja para pelayannya. "Yang Mulia Raja dan Ratu sudah menunggu anda, Putri," ucap salah seorang pelayan pribadi Edrea. "Baiklah, Lulu." Edrea berjalan dengan anggun meninggalkan kamarnya. "Ayah, Ibu, aku telah siap," kata Edrea. Raja Philips dan Ratu Marsyalia sontak berdiri dari kursi mereka dan menuruni tangga kecil menghampiri sang Putri. "Kita berangkat sekarang," kata Raja Philips, berjalan lebih dulu berdampingan dengan sang Ratu. Sementara Edrea mengikuti keduanya dari belakang. Tujuan mereka adalah Kerajaan Voresha. Putri Isabella hari ini berulang tahun, dan kerajaan tersebut mengundang beberapa kerajaan lainnya agar memeriahkan acara ulangtahun sang Putri. Kereta kuda telah disiapkan oleh pengawal. Mereka bertiga memasuki kereta yang sama. Beberapa pengawal juga ikut dan menaiki kuda masing-masing. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, kereta itu berjalan meninggalkan pekarangan halaman depan istana Airya. *** Hari ini Edzard datang ke sekolah lebih awal dari biasanya. Tentunya ia tidak dapat menjemput Adreanne karena gadis itu diantar langsung oleh sang Ayah. Jujur saja, sikap protektif Adam membuatnya merasa sangat dibatasi bergaul dengan gadis itu. Edzard menghela napas. Dengan bosan ia menjatuhkan kepalanya di atas meja. Olimpiade akan diadakan dua minggu lagi, dan tadi malam Edzard sudah menyelesaikan membaca beberapa buku terkait mata pelajaran olimpiade yang akan ia ikuti. Semua materi yang ia baca sudah hafal di luar kepala. Sebuah ide melintas di benak Edzard. Senyum lebar pun terbit di wajahnya. Ia akan mengajak Adreanne belajar bersama nanti, pasti ia diperbolehkan masuk ke rumah gadis itu dan Adam tak bisa protes atau mengusir dirinya. Ya, itu ide yang bagus. Brak! "Woi, masih pagi diam-diam bae!" celetuk Nicholas setelah menggebrak mejanya sendiri. Edzard mengangkat kepalanya dan menatap teman manusianya itu dengan sinis. "Jangan mulai ribut." Nicholas nyengir kuda, melihat ekspresi datar dan sinis dari Edzard entah mengapa selalu membuat dirinya menciut dan tidak berani mengganggu cowok itu lagi. "Tumben amat lo datangnya cepat, Ed," komentar Nicholas. Padahal baru dua menit cowok diam, dan kini kembali bersuara. "Lagi mood aja," jawab Edzard seenaknya. Nicholas mendengus samar. "Serah dah serah. Eh, lo benaran mau ikut olimpiade, Ed?" "Iya, kenapa? Lo kira gue bodoh terus nggak pantas ikutan lomba?" Lagi, Edzard berujar sinis. Cowok itu sudah seperti perempuan yang sedang datang bulan, sangat sensitif. Nicholas mengelus dadanya. "Sabar, sabar, Nic. Temen lu emang lagi sensitip," gumamnya pada dirinya sendiri. "Gue nggak berpikiran begitu ya, cuma heran aja. Kok lo niat gitu ikutan olim," lanjut Nicholas. "Karena Adreanne ikut juga." Edzard menjawab jujur. "Anjir bucin," umpat Nicholas lalu tertawa. "Lo segitu sukanya sama Adreanne? Sampai ikut-ikutan ikut olimpiade?" Edzard mengangguk tanpa ragu. "Iya," jawabnya kalem. "Buset, saingan si Abian tambah lagi haha." Nicholas terkekeh. Mendengar nama Abian disebut-sebut, kedua alis Edzard berubah menukik tajam. Abian, cowok yang mendekati Adreanne di perpustakaan tempo lalu. "Abian? Dia anak kelas berapa?" "Anak kelas sebelah, dari kelas sepuluh gencar banget deketin Adreanne. Tapi apalah daya, doi nggak peka." Nicholas terkekeh lagi. Edzard sudah mempelajari bahasa-bahasa gaul di dunia manusia ini, dan ia paham maksud peka dari ucapan Nicholas. Tidak bisa ia pungkiri, ia sangat bersyukur Adreanne cuek kepada pria manapun. Setidaknya ia merasa aman, tidak ada yang benar-benar official menjadi kekasih Adreanne selama ini. Dan di kemudian hari, kemungkinan ia yang akan menjadi kekasih gadis itu. Ya, itu harus. Bercakap-cakap dengan Nicholas, tanpa terasa waktu terus berjalan. Kelas pun mulai dipadati oleh siswa dan siswi. Edzard dapat melihat gadis pujaan hatinya sedang berjalan dengan Lily memasuki kelas. Senyum tipis pun tersungging di bibirnya melihat penampilan Adreanne dengan rambut yang digerai. Biasanya gadis itu akan mengepang satu rambutnya atau mengikatnya. Tapi sekarang ia tampak berbeda jika rambutnya digerai dan di hiasi oleh jepitan rambut yang lucu. Ah, Edzard semakin gemas melihat gadis itu. Aktivitas Edzard memandang wajah cantik Adreanne terhenti karena bu Erni selaku guru fisika memasuki kelas dengan buku tebal di pegangannya. *** Saat istirahat, Edzard tak melihat adanya Adreanne dan Lily di kantin. Padahal kedua gadis itu lebih dulu keluar dari kelas. Namun, fokus Edzard tiba-tiba buyar ketika melihat Adreanne memasuki kantin dengan Abian di sebelahnya. Rasa kesal muncul begitu saja dari dirinya. Nicholas yang berada di sebelah Edzard mengikuti arah pandang Adreanne. Cowok itu berdecak pelan melihat Abian kembali mencoba mendekati Adreanne dan membuat temannya kesal. "Lihatin apa sih kalian?" tanya Akira heran. "Oh, itu bukannya Adreanne dan Abian? Terus si Lily sama si Arsen," celetuk Azriel setelah mengunyah bakso di dalam mulutnya. Akira mengikuti arah pandang ketiga temannya. "Tumben banget lo nggak sama si Adreanne, Ed." "Samperin gih," suruh Nicholas seraya menyikut lengan Edzard. Edzard mengangguk. Ia mengangkat piring nasi goreng sosis miliknya dan berpindah duduk ke sebelah Adreanne. Tatapan Edzard memandang Abian sinis, sedangkan Abian hanya menatap Edzard dengan alis tertaut. "Ngapain lo duduk di sini?" "Ini tempat umum, suka-suka gue lah," sahut Edzard sewot. Adreanne menepuk dahinya melihat Edzard. "Udah, kamu pesan aja sana, Bi. Aku seblak ya." Abian mengangguk. Namun sebelum pergi ia ditahan oleh Edzard. "Seblaknya jangan banyak cabai," katanya. "Hm." Abian berlalu begitu saja. Edzard mengalihkan asistensinya pada Adreanne. "Re, nanti pulang aku ke rumahmu ya?" Mata Adreanne memicing curiga. "Mau ngapain?" "Belajar bareng, bentar lagi kita kan lomba." Gadis itu tampak berpikir sejenak. "Tapi kan kita beda mata pelajaran." "Gampang itu mah. Lagian ada beberapa materi juga yang mau aku tanya sama kamu," ujar Edzard segera mencari alasan. Mau tidak mau Adreanne mengangguk. "Okay. Lagian hari ini juga nggak ada bimbingan sama bu Delina." Edzard tersenyum puas. "Baiklah, nanti pulangnya sama aku aja. Nggak usah minta Ayah kamu jemput." Lagi, Adreanne mengangguk. "Iya." Tak lama kemudian Abian datang dengan membawa dua mangkuk seblak. Adreanne menyambut makanan kesukaannya dengan gembira. "Makasih, Bi." Abian menganggukkan kepalanya, lalu mata cowok itu beralih menatap Edzard yang duduk mepet sekali di sebelah Adreanne. Dalam hati ia menggerutu, harusnya ia yang berada di sebelah Adreanne, bukan Edzard. Edzard benar-benar mengganggu! *** to be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD