23. Sosok Bersayap

1256 Words
Setelah memasangkan kalung di leher Adreanne, Edzard duduk di bangku taman sekolah. Ingatannya kembali saat pembicaraannya tadi malam bersama Dante. Masih menjadi misteri kenapa pikiran Adreanne tak terbaca olehnya dan juga Dante, oleh karena itu Dante memberinya kalung untuk diberikan pada Adreanne. Bukan kalung biasa, melainkan kalung yang akan membaca daya kekuatan di dalam diri Adreanne. Di dalam tubuh Adreanne, ada sebuah energi yang tidak biasa seperti manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, keberadaan kalung di leher Adreanne akan sangat membantu. Edzard curiga, bahwa Adreanne bukanlah manusia biasa. Tapi kecurigaannya seperti tidak ada artinya ketika Edzard mengamati keluarga gadis itu yang seperti manusia pada umumnya. Apakah jangan-jangan, Adreanne anak angkat? Edzard menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mungkin Adreanne anak angkat, secara wajah gadis itu sangat mirip dengan Bunda Tika. Mustahil anak angkat. "Kamu mikirin apa sih?" tanya Adreanne, kepala gadis itu miring ke kiri heran dengan raut wajah Edzard yang tampak sedang berpikir keras. Edzard tersentak, lalu tersenyum tipis. Cowok itu menarik Adreanne untuk duduk di sisi kirinya. "Nggak ada, aku cuma kepikiran sama Olimpiade dua hari lagi," alibinya. "Oh gitu, aku juga deg-degan banget sih. Semoga aja tingkat kabupaten ini kita menang." Edzard tersenyum dan mengangguk. Dua menit, keheningan melanda mereka hingga akhirnya Edzard bangkit. "Ayo balik ke perpus," ajak cowok itu. Adreanne mengangguk dan berdiri. Keduanya pun meninggalkan taman belakang sekolah menuju perpustakaan. *** Sewaktu pulang sekolah, Edzard dan Adreanne beserta Dante langsung menuju mobil dan masuk. Namun, sebelum masuk, Edzard tanpa sengaja melihat ke atas rooftop gedung kelas A yang tak jauh dari parkiran. Matanya melotot melihat sosok bersayap yang ia kenal. Untuk memastikannya, Edzard mengusap wajah dan matanya kemudian kembali menatap ke atas rooftop. Nihil. Sosok bersayap itu tidak terlihat lagi. Apakah ia salah lihat? "Kok kamu diam aja? Masuk buruan, Ed!" seru Adreanne yang terpaksa keluar lagi dari mobil. Edzard mengangguk patah-patah merespon seruan Adreanne, namun kepalanya masih terangkat dengan melihat ke atas rooftop yang memang tidak ada siapapun. 'Mungkin iya, salah lihat.' batin Edzard lalu masuk ke dalam mobil. Tak berselang lama, mobil cowok itu melaju meninggalkan pekarangan sekolah. "Hari ini aku mau nagih janji kamu tempo lalu. Masakin untuk makan malam," ujar Edzard tanpa menoleh menatap gadis di sebelahnya. "Iya, aku ingat kok. Tadi juga udah izin ke bunda pulang telat." Senyum tipis terbit di bibir cowok itu. Ia melajukan mobil dengan kecepatan yang ia tambah agar segera tiba di rumah. Sesampainya di rumah Edzard, ketiganya langsung masuk. Dante pergi ke kamarnya, begitu pula dengan Edzard. Sedangkan Adreanne langsung menuju dapur. Ia akan memasak resep sederhana saja. Chicken katsu. Tadi malam ia telah mencatat tiga resep makanan berat. Ia akan memberikannya pada Edzard nanti. Resep itu telah dilengkapi dengan cara-cara pembuatan dengan bahasa yang mudah dipahami. Bagaimanapun juga, Adreanne tidak yakin bisa memasakkan Edzard tiap sore. Jadi, ia memutuskan untuk memberi tiga resep dan ia yakin Edzard bisa mengolahnya nanti. Dua puluh menit kemudian, Adreanne telah selesai melumuri ayam dengan tepung. Ia pun langsung memanaskan minyak goreng. Selagi menunggu minyak panas, gadis itu beralih menuju rice cooker. Ia mencuci beras dan memasukkannya ke rice cooker. "Masak apa?" Edzard tiba-tiba datang. "Chicken katsu." Kepala cowok itu mengangguk paham, bukannya menawarkan bantuan, ia malah duduk di kursi pantri dan memperhatikan Adreanne masak. "Oh iya, aku mau tanya. Kamu orang asli mana?" tanya Edzard. "Asli Indonesia." Edzard menggeram gemas karena jawaban yang tak sepenuhnya salah itu. "Bukan itu maksud aku. Kali aja Ayah atau Bunda kamu bukan orang di kota ini," kata Edzard. "Bunda asli Jakarta, kalau Ayah kayaknya juga. Aku kurang yakin juga sih, soalnya selama ini aku nggak pernah lihat kakek atau nenek dari pihak Ayah. Dan juga, Ayah nggak punya sepupu ataupun saudara kandung," ungkap gadis itu. "Oh begitu..." Edzard memikirkan kembali ucapan Adreanne beberapa detik lalu. Ia merasa ada yang janggal. Tentang keluarga Adam. Asal usulnya tidak terlalu jelas, dan tampak disembunyikan. "Kamu beneran nggak tahu tentang keluarga Ayahmu?" Adreanne menggeleng polos. "Kata Ayah sih, dia hidup sendiri. Semuanya telah pergi." Tiba-tiba mata gadis itu memicing curiga menatapnya. "Kamu ngapain nanya-nanya tentang keluarga Ayah aku?" "Cuma penasaran," elak cowok itu seraya mengangkat bahu. Sebisa mungkin ia atur ekspresinya sesantai mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Aneh banget," gumam Adreanne. Gadis itu berbalik memunggungi Edzard dan kembali fokus pada masakannya. Ia memasukkan ayam yang telah dilumuri oleh tepung ke dalam minyak panas. Sekitar lima belas menit kemudian chicken katsu buatan Adreanne telah siap. Sengaja ia hanya membuat dua chicken katsu karena hanya untuk Edzard dan Dante. "Selagi nunggu nasinya matang, anterin aku pulang Ed. Udah sore banget ini," kata Adreanne. "Nggak ikut makan?" Adreanne menggeleng. "Aku cuma buatin untuk kamu dan Dante. Nanti kamu selesai anterin aku, nasinya udah matang. Jadi kalian bisa makan," jelasnya. Edzard mengangguk paham. "Oh iya, ini ada aku catatkan tiga resep makanan. Lain kali kamu harus coba masak dengan Dante. Cara pembuatannya juga udah aku buat, jadi gampang ikutin instruksi." Edzard menghela napas dan mengangguk. "Nanti aku coba. Ayo aku antar pulang." Adreanne mengangguk, gadis itu berjalan menuju kursi meja makan mengambil tasnya lalu mengikuti langkah kaki Edzard. "Ayah kamu suka galak kalau aku dekat-dekat kamu, dia belum balik 'kan?" tanya Edzard dengan mata yang fokus menatap jalanan raya yang cukup ramai. Adreanne terkekeh. "Ayah belum pulang. Dua mingguan lagi pasti pulang." Edzard mengangguk paham. *** Setelah mengantarkan Adreanne pulang, Edzard langsung pulang ke rumahnya pula tanpa singgah ke mana pun. "Pangeran, ada sesuatu yang harus saya katakan!" Baru saja Edzard tiba di rumah dan keluar dari mobil, Dante sudah berseru keras di depan pintu. "Ada apa?" "Apa anda melihat kalung ruby di leher Adreanne berubah lebih terang saat di mobil tadi?" "Apa maksudmu?" tanya Edzard tak paham. "Batu ruby merah itu, berubah mengkilap dan lebih cerah. Anda tidak memperhatikannya? Dari tadi saya menahan diri untuk mengatakan hal ini ke anda karena ada Adreanne di sekitar kita." "Tidak, aku tidak memperhatikannya. Memangnya kenapa kalau berubah?" "Kalau dipakai oleh manusia biasa tak akan ada perubahan pada batu ruby nya. Saya curiga, gadis itu bukanlah manusia, Pangeran." "Kau salah lihat kali. Aku baru memberikan kalung itu pagi tadi," elak cowok itu. "Dan hebatnya kalung itu sudah bereaksi dalam waktu yang cepat. Seharusnya tidak ada perubahan apapun, Pangeran!" kata Dante geregetan sendiri. Edzard menggigit kuku jari jempolnya, ia menatap sekitarnya dan baru sadar mereka masih berada di luar rumah. "Ada baiknya kita masuk ke dalam dulu. Nanti ada manusia yang mendengarnya." Dante mengangguk patuh dan langsung masuk ke dalam bersamaan dengan Edzard. Keduanya duduk di sofa berhadapan. "Kapan kau akan ke Airya?" "Dua hari lagi, Pangeran." "Tapi kau masih sekolah!" seru Edzard. "Kunjungan akan saya lakukan di malam hari, Pangeran." Edzard mengangguk paham. "Baiklah. Setelah selesai melapor pada Raja tentang diriku. Kau harus mencari tau kenapa batu ruby nya berubah. Pasti ada penjelasan di buku yang ada di perpustakaan Kerajaan." Dante mengangguk patuh. "Baik, Pangeran. Besok, saya akan memperhatikan kembali bentuk batunya. Apakah semakin berubah atau tidak." Edzard mengangguk setuju. "Aku juga akan memperhatikannya." "Oh iya, sewaktu pulang tadi, apa kau ada melihat ke atas rooftop?" tanya Edzard. Tiba-tiba ia teringat dengan sosok bersayap yang ia lihat di atas rooftop ketika pulang sekolah. Dante menggeleng. "Saya tidak melihat ke atas, Pangeran." "Aku yakin sekali ada yang memperhatikan kita. Namun jaraknya terlalu jauh, aku hanya melihat postur tubuh lelakinya dan sayapnya," keluh Edzard. "Sepertinya anda salah lihat, Pangeran. Tidak mungkin makhluk seperti kita dengan asal turun ke Bumi dan menunjukkan diri di tempat umum." Edzard mendesah kecewa. Ia yakin sekali tidak salah lihat, tapi apa yang dikatakan Dante benar adanya. *** to be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD