Klik. Bunyi pintu ruangan terdengar dikunci. Wahda mencoba abai. Ia tetap menekuni dokumen yang harus dibaca dengan teliti. Pria itu lalu mendekat, duduk di meja samping Wahda. “Ehm!” Wahda juga mengabaikan deheman itu. Ponselnya masih ada di atas meja, diambil dan dilihat oleh pria tersebut. “Kenapa tidak diangkat?” tanya Kenrich. Wahda malas menanggapi. “Marah sama saya gara-gara saya marahi tadi?” Wahda yang kesal, berusaha merebut ponselnya. Sayangnya tidak berhasil. Kenrich mengangkat tinggi-tinggi. “Sinikan!” pekik Wahda. Kenrich menggeleng, menyimpan ponsel Wahda di belakang tubuh. Wahda berdiri, kian mendekat dan nyaris memeluk tubuh tegap itu demi mendapatkan kembali ponselnya. Saat itulah, Kenrich menarik Wahda dalam pelukan dan menguncinya. “Lepas!” “Apa perlu s

