“Mas, tolong ralat kata-katamu,” iba Wirda sambil menangis. “Maaf, tapi mulai sekarang, kita bukan suami istri lagi, Wi.” “Kamu ingkar janji! Katanya setelah aku jujur–” “Kamu pikir aku akan menyentuhmu setelah kamu jujur?” Damar tersenyum miris. “Justru itu caraku agar kamu mengaku.” “Jahat kamu! Pembohong!” “Ya! Kita sama-sama penjahat, sama-sama pembohong! Kita impas sekarang. Kebohonganku bahkan tidak sebanding dengan kebohonganmu padaku selama ini.” “Apa ini karena Mbak Wahda? Apa dia yang menyuruhmu menalakku?” “Jangan libatkan dia dalam masalah kita ini” “Dan kamu akan kembali sama dia?!” “Mungkin. Aku akan memperjuangkan apa yang seharusnya jadi milikku.” Damar segera keluar kamar setelah menyambar handuk. Ia menuju kamar mandi untuk menuntaskan secara solo apa yang sudah

