bc

Cinta Dalam Dendam

book_age18+
250
FOLLOW
4.0K
READ
love-triangle
HE
fated
second chance
kickass heroine
heir/heiress
blue collar
sweet
bxg
lighthearted
city
office/work place
disappearance
office lady
assistant
like
intro-logo
Blurb

Athar (26), seorang pria cerdas dan berdedikasi, tiba-tiba harus menghadapi keputusan besar dalam hidupnya, yaitu menggantikan sang kakaknya Ardi, untuk menikahi seorang gadis yang sebelumnya sudah dijodohkan oleh keluarga mereka. Alasannya? Ardi ternyata telah memiliki kekasih yang sedang mengandung anaknya, sehingga ia memilih bertanggung jawab atas wanita itu.

Zaozah (24), calon pengantin yang cantik, berhijab, dan berpendidikan, awalnya tak pernah menyangka pernikahannya akan berubah begitu drastis. Rasa kecewa muncul karena ia diperlakukan seolah barang yang bisa ditukar begitu saja. Namun, kejutan yang lebih besar datang ketika ia mengetahui bahwa pria yang kini menjadi suaminya adalah Athar—mantan teman dekatnya yang pernah mengisi hari-harinya dengan tawa dan kebersamaan, sebelum hubungan mereka merenggang karena kesalahpahaman di masa lalu.

Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya demi memenuhi harapan keluarga. Namun, seiring waktu, kenangan lama mulai muncul, dan tanpa disadari, perasaan yang dulu sempat terpendam perlahan tumbuh kembali. Di sisi lain, perbedaan prinsip dan luka masa lalu membuat hubungan mereka penuh tantangan.

Akankah Athar dan Zaozah mampu menemukan kembali makna kebersamaan yang pernah hilang? Atau justru pernikahan ini hanya menjadi beban yang semakin menyakiti keduanya?

chap-preview
Free preview
Kenyataan Pahit
Malam pengantin yang seharusnya menjadi malam yang indah itu, menjadi malam yang kelam dan menyakitkan bagi Zaozah. Begitu juga Athar yang merasakan kebencian begitu dalam terhadap Zaozah, meski dia merasakan sakit saat dia menyakiti hati Zaozah ~~~~~~~~~ Malam itu, di ruang tamu sebuah rumah bergaya klasik, dua keluarga bersahabat tengah bercengkerama dengan penuh kehangatan. Pak Faris dan Bu Rina, orang tua Ardi dan Athar, duduk berhadapan dengan Pak Hasan dan Bu Aina, orang tua Zaozah. Secangkir teh hangat terhidang di atas meja, menemani percakapan yang awalnya ringan, hingga berujung pada kesepakatan besar. “Kita ini sudah bertahun-tahun bersahabat. Rasanya akan indah kalau hubungan keluarga kita semakin erat,” ujar Pak Faris, tersenyum penuh arti. Pak Hasan mengangguk setuju. “Betul sekali, Faris. Aku sudah lama menginginkan hal ini. Anak-anak kita sudah cukup dewasa, dan aku yakin mereka bisa saling melengkapi.” Bu Aina melirik Bu Rina, wajahnya penuh harap. “Zaozah itu gadis yang baik, santun, dan berpendidikan. Aku rasa dia cocok sekali dengan Ardi.” Bu Aina tersenyum bangga. “Alhamdulillah, kalau begitu kita sudah sepakat. Aku yakin Ardi bisa menjadi imam yang baik untuk putri kami.” Percakapan itu berlangsung dengan penuh kehangatan, tanpa ada paksaan. Bagi mereka, ini bukan sekadar perjodohan, tetapi juga wujud dari ikatan persahabatan yang telah lama terjalin. Mereka percaya, pernikahan antara Ardi dan Zaozah akan membawa kebahagiaan bagi kedua keluarga. Malam itu, keputusan telah dibuat. Namun, tak ada yang tahu bahwa takdir justru memiliki rencana lain yang jauh berbeda dari yang mereka bayangkan. Malam itu, suasana rumah masih sunyi ketika Ardi akhirnya pulang. Jarum jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Dengan wajah lelah dan sedikit acak-acakan, ia berjalan masuk ke rumah, tak menyangka bahwa seseorang sudah menunggunya di ruang tamu. Pak Faris duduk di sana, tatapannya tajam namun tetap penuh wibawa. Di hadapannya, secangkir kopi yang sudah mulai dingin menjadi saksi betapa ia telah menunggu lama. “Kamu dari mana saja, Di?” suara ayahnya terdengar tegas, namun tidak langsung menyudutkan. Ardi menghela napas, lalu duduk di sofa, mencoba menghindari tatapan ayahnya. “Ada urusan, Yah,” jawabnya singkat. Pak Faris tak ingin berlama-lama berbasa-basi. Ia menyesap kopinya sedikit, lalu meletakkan cangkir dengan mantap. “Ayah ingin membicarakan sesuatu yang penting.” Ardi menoleh dengan malas. “Apa, Yah?” “Kemarin malam, Ayah bertemu dengan Pak Hasan dan Bu Rina. Kami sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan putri mereka, Zaozah,” ucap Pak Faris dengan nada serius. Ardi yang awalnya terlihat lesu, tiba-tiba terkejut. Matanya membulat, dan ia segera duduk tegak. “Apa?” “Kalian sudah cukup dewasa. Zaozah gadis yang baik, berhijab, berpendidikan, dan berasal dari keluarga yang kita kenal baik. Pernikahan ini bukan hanya tentang kalian, tapi juga tentang mempererat hubungan kedua keluarga,” lanjut Pak Faris dengan tenang. Ardi menelan ludah, pikirannya kacau. Ia tahu siapa Zaozah, gadis itu memang cantik dan memiliki reputasi baik. Namun, ada satu masalah besar yang tidak diketahui ayahnya, yaitu Ardi sudah memiliki seseorang. “Ayah, ini terlalu mendadak,” ujar Ardi berusaha menolak dengan halus. “Mendadak bagaimana? Kalian sudah saling mengenal sejak kecil. Ayah dan Pak Hasan sudah membicarakan ini dengan matang.” Ardi menggigit bibirnya, pikirannya semakin kusut. Ia harus mencari cara agar tidak terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkannya. Karena ada satu kenyataan pahit yang belum ia ungkapkan—kekasihnya, Nayla, sedang mengandung anaknya. Ardi mengusap wajahnya dengan frustasi. Baginya ini pernikahan yang tidak dia inginkan. Ardi mencintai orang lain. Dia juga tak menyangka jika ayahnya akan secepatnya menyetujui perjodohan ini. “Ayah, aku tahu Zaozah, dan juga dia memang cantik dan baik” ujar Ardi, berusaha mencari alasan. “Tapi… aku sudah punya seseorang yang aku cintai.”⁰ Pak Faris menatap putranya dengan sorot mata tajam. “Ardi, pernikahan ini bukan hanya tentang perasaanmu. Ini tentang keluarga, tentang tanggung jawab.” Ardi menggigit bibirnya. Kata tanggung jawab yang diucapkan ayahnya justru semakin menekan pikirannya. Karena yang paling membebaninya saat ini bukan perjodohan itu, melainkan kenyataan bahwa Nayla, wanita yang ia cintai, sedang mengandung anaknya. “Ayah, aku tidak bisa menikahi Zaozah,” ucap Ardi akhirnya, suaranya nyaris bergetar. Pak Faris mengernyitkan dahi. “Kenapa?” Ardi terdiam. Ia tahu ia harus bicara, harus jujur, tapi ia takut akan kekecewaan yang akan terpancar dari wajah ayahnya. Namun, semakin ia menunda, semakin rumit keadaannya. “Aku… Nayla sedang hamil, Yah,” akhirnya Ardi mengakui, meskipun suaranya nyaris berbisik. Suasana tiba-tiba menjadi hening. Pak Faris menatap putranya dengan ekspresi sulit ditebak. Ardi menunduk, bersiap menerima kemarahan ayahnya. Namun, yang terdengar justru desahan napas berat dari Pak Faris. “Apa…” Pak Faris terkejut."Kau... sudah melewati batas Ardi, ayah sudah menasihatimu agar menjaga jarak, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dan sekarang..." Ardi mengangkat wajahnya, menunggu reaksi lebih lanjut. Ia tahu perjodohan ini pasti akan batal, tapi ia juga sadar bahwa konsekuensi lain akan menantinya. Pak Faris merasa dadanya sesak. Tangannya yang tadi menggenggam cangkir kopi kini melemah, nyaris terlepas dari genggamannya. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja diungkapkan oleh putra sulungnya. “Kamu serius, Ardi?” suaranya terdengar lemah, berbeda dari nada tegasnya sebelumnya. Ardi menelan ludah, lalu mengangguk pelan. “Iya, Yah… Nayla hamil. Aku harus bertanggung jawab.” Pak Faris menghela napas panjang, lalu bersandar di sofa, merasakan tubuhnya seolah kehilangan tenaga. Ini bukan sekadar kesalahan biasa. Ia sudah berulang kali memperingatkan Ardi agar menjaga batas dalam hubungan, tapi putranya terlalu keras kepala. Dan kini, akibat dari kelalaian itu, masa depan yang sudah ia rancang untuk Ardi berantakan begitu saja. “Kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan?” tanyanya, masih dengan suara berat. Ardi menunduk. “Aku tahu, Yah… Aku sadar ini salah. Tapi aku mencintai Nayla.” Pak Faris membuka matanya, menatap putranya dalam-dalam. “Cinta? Lalu bagaimana dengan janji kita pada keluarga Hasan? Kamu pikir mereka akan menerima begitu saja pembatalan perjodohan ini?” "Ayah sungguh kecewa dengan kamu Ardi, benar-benar kecewa." Ardi terdiam. Ia tahu betul pernikahan ini bukan sekadar keputusan sepihak. Ada harapan dan kepercayaan dua keluarga yang sudah lama terjalin. Namun, ia juga tidak bisa meninggalkan Nayla dan anak yang dikandungnya. Pak Faris mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. Ia tahu ia harus mengambil keputusan secepatnya. “Kamu harus bertemu Pak Hasan dan menjelaskan semuanya,” ujar Pak Faris akhirnya. Ardi mengangkat wajahnya, terkejut. “Aku?” “Ya, kamu,” tegas Pak Faris. “Kamu yang membuat masalah, kamu yang harus menyelesaikannya. Aku akan bicara dengan mereka juga, tapi kamu harus siap menghadapi konsekuensinya.” Ardi mengangguk, meskipun hatinya berat. Ia tahu, setelah ini, bukan hanya keluarganya yang kecewa, tapi juga keluarga Zaozah yang telah berharap banyak. Dan yang paling tidak ia duga, keputusan ini akan membawa perubahan besar dalam hidup seseorang yang bahkan nyaris ia lupakan—Zaozah sendiri. "Tapi ayah, aku mau sama-sama, dengan ayah dan ibu, sungguh aku engga bisa sendirian. " ~~~~~~~ Di rumah keluarga Zaozah, suasana begitu sibuk. Bu Aina dan beberapa kerabat mulai mempersiapkan segala hal untuk pernikahan yang mereka anggap sudah pasti. Meskipun Zaozah dan Ardi belum berkomitmen satu sama lain, keyakinan Pak Hasan terhadap sahabatnya, Pak Faris, membuatnya mantap melangkah. "Zaozah, ibu yakin kamu akan menyukai Ardi," ujar Bu Aina sambil merapikan beberapa contoh kain kebaya yang telah mereka pilih. Zaozah yang sejak awal belum benar-benar diberi kesempatan untuk berpendapat hanya tersenyum tipis. Ia tidak ingin membantah keputusan orang tuanya, apalagi mereka terlihat begitu bahagia dengan perjodohan ini. "Ayah Ardi bilang, putranya itu pemuda yang bertanggung jawab, sukses, dan insya Allah bisa membimbingmu," tambah Pak Hasan dengan penuh semangat. "Apalagi dia pasti akan jatuh hati begitu melihatmu." Mendengar itu, Zaozah hanya menghela napas pelan. Sejujurnya, ia merasa aneh menikah dengan seseorang yang bahkan wajahnya saja belum pernah ia lihat. Namun, karena ia selalu percaya dan patuh pada orang tuanya, ia memilih untuk diam dan mengikuti arus. Bu Aina kemudian menggenggam tangan putrinya. "Nak, ibu tahu kamu pasti sedikit canggung. Tapi ini adalah keputusan terbaik untukmu. Keluarga Ardi itu baik, dan pernikahan ini akan membawa kebahagiaan bagi kita semua." Zaozah tersenyum kecil, meski dalam hatinya masih tersisa sedikit kegelisahan. Ia berharap, apa pun yang akan terjadi nanti, semuanya akan menjadi awal yang baik bagi hidupnya. Namun, yang tidak mereka ketahui, di rumah keluarga Ardi, sebuah kenyataan pahit baru saja terungkap. Dan dalam waktu dekat, harapan yang mereka bangun bisa saja runtuh begitu saja.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
23.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
231.0K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
154.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
182.9K
bc

TERNODA

read
195.2K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
20.1K
bc

My Secret Little Wife

read
129.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook