Dear Diary..
Long time no see...
Kalimat yang kusapa untukmu seperti kalimat yang selalu aku dengar dari mulutnya setiap kali ia menyapa orang yang ia kenal, entah itu ia sayang atau hanya sekedar teman...
Long time no see...
Kalimat pertama yang ia tunjukkan dengan sebuah senyuman yang membuat jantungku berdebar tak karuan...
Kalimat yang membuatku tahu apa itu mengagumi, saat usiaku 13 tahun...
Dan kapankah itu? Sepuluh tahun yang lalu? Tak kusangka bahwa si pemilik kalimat itu bisa kulihat lagi sekarang, setelah lima tahun tak bersua...
Ya, tidak denganku, karena dengan keluarga intinya dia selalu bertemu.
Hanya aku yang selalu menghindar setiap kali tahu tentang keberadaannya...
Salahkah aku, Diary?
Sepuluh tahun memendam rasa yang awalnya hanya kukira sekedar kagum akan ketampanannya, kecerdasannya dan humorisnya...
Dia yang awalnya aku kagumi saat aku hanyalah seorang gadis cilik yang masih awam tentang apa itu cinta hanya menganggap dia sebagai sosok kakak yang tak pernah aku miliki.
Tapi sepuluh tahun yang berlalu ini tidak juga merubah kecepatan debar jantungku saat ia melihatku, saat aku menatapnya.
Sampai saat sahabatku menyadarkanku bahwa ini cinta ....
Cintakah aku padanya, Diary?
Jika gelisah saat aku tak bisa bertemu dengannya, tak mendengar kabarnya bisa disebut cinta, maka iya. Kurasa aku mencintainya...
Jika rasa tak rela setiap kali dia akrab dengan seorang wanita dan tersenyum ramah pada mereka adalah cinta, maka iya. Kurasa aku mencintainya...
Jika setiap kali merindukannya aku menangis dan merasakan sesak di d**a, maka iya. Kurasa aku mencintainya...
Tapi sejak awal, aku tahu aku tidak pantas.
Bukankah ia bilang jika gadis seumurku lebih cocok jadi keponakannya?
Aku tidak bisa memaksakan dirinya menganggapku sebagai wanita. Namun aku tidak bisa menghalangi diriku untuk menganggapnya sebagai sosok pria yang begitu kupuja dan kuidamkan.
Dear Diary...
Seandainya aku bisa mengulang waktu ke sepuluh tahun yang lalu... Apakah mungkin jika aku meminta pada Tuhanku untuk menutup mataku supaya aku tak bisa melihat senyumnya, dan menulikan pendengaranku dari sapaannya?
Karena ternyata, setelah sepuluh tahun berlalu, rasa yang dulu kecil itu kini terlalu besar sampai aku takut tidak ada ruang di hatiku untuk menyelipkan sosok lain yang mungkin akan mencintaiku dan kucintai suatu saat nanti.
Seandainya aku bisa meminta pada Tuhanku, mungkinkah Dia akan mengabulkannya? Aku ingin Dia menyentil hati orang itu supaya sedetik saja, dia melihat ke arahku dan sadar bahwa selama ini aku menantinya, merindukannya, mencintainya?
Wahai Sang Pemilik Hati, maafkan aku karena terlalu egois. Mencintai sosok yang seharusnya tak kucintai. Bukan karena tak pantas, karena dia sangatlah pantas untuk dicintai. Tapi karena aku tahu, bahwa baginya, aku bukanlah sosok yang pantas, dan mungkin tidak akan pernah pantas.
Wahai Sang Pemilik Hati, jika Kau tidak tidak memperbolehkannya menyadari keberadaanku, maka ijinkan aku menghilangkan keberadaannya di hatiku. Karena sungguh, hatiku tak sanggup lagi untuk menunggu...
Dear Diary...
Jadilah selalu pengingatku akan cinta tak berbalas ini. Jadilah saksiku akan kebahagiaanku yang akan kucapai suatu hari nanti. Jadilah kenangan yang akan menyadarkanku bahwa suatu waktu, aku pernah begitu mencintai.
Mencintai dia, sosok pengucap kalimat "Long time no see".