Syaquilla memandang rumah berlantai dua itu dengan helaan napas panjang. Rumah mewah yang sudah sebelas tahun ini menjadi rumah keduanya itu kali ini tidak membuatnya merasa nyaman. Ia selalu merasa gugup setiap kali menginjakkan kakinya disini. Terlebih selama lima tahun terakhir ini.
Qilla membawa satu paper bag berisi pakaian yang tadi ia sengaja pilih untuk acara ini dan berjalan masuk mengikuti Gilang. Bukannya masuk lewat pintu depan, mereka lebih memilih masuk lewat pintu samping yang langsung mengarah menuju dapur. Asisten rumah tangga yang sudah mengenalnya menyapanya dengan ramah. "Mama udah disini, Bi?" Tanyanya pada salah satu asisten yang Syaquilla tahu paling lama bekerja bersama keluarga Gilang.
"Udah mba, Nyonya di depan rumah sama Bapak." Syaquilla mengangguk.
"Carina?"
"Ada di atas. Sedang bersiap katanya." Syaquilla lagi-lagi mengangguk dan memilih untuk berjalan menaiki tangga menuju kamar sahabatnya. Kamar yang selalu mereka bagi jika mereka berkumpul disana.
Syaquilla mengetuk pintu. Lebih kepada nilai kesopanannya. Ia hanya takut jika ia langsung membuka pintu, bisa saja sahabatnya itu sedang tidak mengenakan baju.
"Masuk!" Perintah pemilik kamar. Syaquilla mengintip sejenak dan tersenyum. "Dikira siapa." Delik Carina dan kembali dengan dandanannya.
"Numpang mandi donk. Asem nih badan." Syaquilla meletakkan tas dan paper bag nya di atas tempat tidur.
"Gak ke rumah dulu?" Tanya Carina melihat penampilan Syaquilla yang sedikit kotor karena kegiatannya di yayasan.
"Uncle ngusir pak Iwan. Jadi tadi gak bisa pulang dulu." Syaquilla yang sedang melepas kerudungnya mendapat tatapan tajam dari Carina.
"Uncle Gilang?" Tanya Carina tak percaya. Syaquilla mengangguk. "Kok bisa?"
Syaquilla mengangkat bahu. "Dokter Aathaf mendadak gak bisa datang karena anaknya sakit. Gak tau kenapa tiba-tiba jadi uncle Gilang yang gantiin."
Mata Carina menyipit. Syaquilla tahu sahabatnya itu sedang bermonolog dengan pikirannya. Memikirkan skenario apa yang sedang terjadi diantara mereka. Carina memang seperti itu. Meskipun tampilannya sangar, tapi dia tipe-tipe wanita melankolis yang terlarut dalam drama picisan yang dibuatnya sendiri.
"Udah, gak usah mikir yang aneh-aneh. Aku mandi dulu. Tungguin ya, jangan dulu turun." Pintanya dan sahabatnya itu mengangguk.
Syaquilla orang yang simple. Hanya butuh lima menit dia mandi. Lima menit untuk mengusap seluruh tubuhnya dengan lotion. Lima menit untuk mengenakan kerudung dan bermake-up. Jadi dua puluh menit sesudahnya mereka sudah berada di lantai bawah. Dimana keramaian diadakan.
"Lho, kalian datang barengan?" Nyonya Nurma. Nenek Carina dan juga merupakan nenek sambung Syaquilla bertanya saat melihat kedua cucunya turun dari tangga.
"Engga Oma. Qilla numpang mandi di atas tadi." Jawab Syaquilla seraya mencium punggung tangan wanita lanjut usia itu.
"Yang punya acara mana, Oma?" Carina bertanya seraya mencomot makanan yang ada di atas meja.
"Ada tuh, lagi ngobrol sama kenalannya." Omanya mengedikkan kepala ke arah ruang tengah. Tepat dimana Gilang sedang berbicara dengan seorang wanita. Mereka tidak bisa melihat dengan jelas karena posisi keduanya sedang menyamping. "Menurut kalian gimana?" Tanya omanya kepada keduanya. Syaquilla memandang Carina.
"Gimana apanya Oma?" Carina bertanya dengan santai. Tahu bahwa sebenarnya itu adalah modus sang Oma untuk menjodohkan pamannya.
"Iya, itu mereka cocok apa engga? Oma denger mereka itu kenalan lama."
Syaquilla dan Carina memandang sosok itu bersamaan. Setelah melihat dengan jelas karena bertepatan dengan wajah si wanita yang melirik ke belakang kepala, keduanya akhirnya mengenali sosok wanita tersebut. Carina memandang Syaquilla, begitupun Syaquilla.
"Bukannya itu..." tanya Carina ragu.
"Dia juga dokter loh. Anaknya temen Oma." Jawab Omanya dengan atusias. "Cocok ya. Umur mereka juga gak beda jauh." Seru Oma nya lagi dengan wajah berbinar. Syaquilla tersenyum seraya menganggukkan kepala. "Ya udah, kalian kalo mau makan, makan aja." Ucap Oma nya lalu berlalu meninggalkan keduanya.
Syaquilla memilih untuk berjalan ke dapur, Carina membuntuti. "Gak nyangka, Syaquilla ada lawannya juga." Ucap sahabatnya itu secara tiba-tiba.
"Maksudnya?" Syaquilla mengerutkan dahi.
"Iya, itu, Dr. Zeemira. Lawan tangguh tuh. Dah bertahun-tahun masih setia ngejar si uncle." Syaquilla tersenyum. "Jangan mau kalah, La. Janur kuning masih belum melengkung.
"Apaan sih, Rin. Kalo ngomong itu ati-ati. Nanti ada yang denger bisa salah sangka." Tegur Syaquilla.
"Salah sangka apaan emang? Faktanya kan emang gitu, La." Carina duduk di salah satu kursi bar, dan Syaquilla duduk di sampingnya.
"Rin.." tegur Syaquilla lagi.
"Iya-iya maaf. Gak lagi-lagi deh." Jawab Carina dengan wajah bersalah. "Tapi, La. Aku bener-bener dukung hubungan kamu sama uncle loh. Aku di garis depan loh.." Carina nyengir kuda.
"Carin ihh..." Syaquilla merengek.
"Apa sayang.." Carina menggoda. Ia mengelus kepala Syaquilla dengan gaya keibuan. "Sayangnya Mama mau apa? Mau Mama suapin? Aaa...." Carina menyodorkan makanan ke arah Syaquilla. Syaquilla mendelik namun tetap membuka mulut dan keduanya tertawa bersamaan.
"Wah, kompaknya." Suara wanita di belakang mereka membuat Carina dan Syaquilla berbalik. Gilang dan Zemira sedang berjalan mendekat ke arah mereka. "Senang rasanya lihat sahabat baik kayak kalian." Ucap wanita itu dengan ramah.
Syaquilla tersenyum, namun tidak dengan Carina. "Kami bukan hanya sahabat, tapi juga saudara." Jawabnya dengan datar. "Udah lama gak ketemu ya, Dok. Terakhir Carina ketemu dokter pas acara nikahan dokter." Sindirnya tajam. Syaquilla memandang Carina, ia sama sekali tidak tahu kalau wanita yang ada di samping pamannya itu sudah menikah. "Tapi kok dokter kesini gak sama suami?"
"Ah.. itu.. anu.." Zemira tampak tergagap.
"Ambilin uncle minum donk, Rin." Pinta Gilang, lebih karena ingin memecah kekakuan.
"Manja, minum aja minta diambilin. Lama-lama makan minta di suapin." Namun meskipun menggerutu, Carina turun dari kursinya dan berjalan menuju dapur. Gilang duduk di samping Syaquilla, di tempat Carina sebelumnya duduk dan secara otomatis Zemira duduk di sisi kiri Syaquilla. Syaquilla merasa diapit oleh sepasang kekasih. Ia hendak turun, namun Gilang menahan tangannya. Qilla meliriknya dan pria itu menggeleng begitu tak kentara. Alhasil Syaquilla hanya bisa menegakkan punggungnya.
"Katanya kamu sekarang jadi model ya?" Zemira memulai pembicaraan. Matanya terarah pada Carina yang tengah menyodorkan gelas berisi air putih dingin kepada Gilang.
"Ya, Alhamdulillahnya begitu." Jawab Carina santai. Karena satu-satunya kursi bar yang tersisa berada di samping Zemira, maka Carina memilih untuk berdiri di seberang meja, berhadapan langsung dengan Syaquilla. "Aunty sendiri, sekarang dinas dimana?"
"Saya di rumah sakit Mitra Medika. Tapi sudah buka klinik kandungan sendiri." Jawab wanita itu dengan nada sedikit jumawa.
"Oh, jadi Aunty ngambil spesialis kandungan?" Wanita itu mengangguk. Ada rasa tak nyaman terlihat dari kernyitan dahi pria itu setiap kali Carina memanggilnya dengan sebutan 'Aunty'.
"Kamu..."
"Syaquilla, Aunty." Ucap Syaquilla dengan senyum di wajahnya.
"Iya, maaf. Saya lupa. Maklum udah lama gak ketemu. Kamu sekarang kerja?"
Syaquilla menggeleng. "Saya masih freelance, Aunty." Jawabnya masih dengan senyum di wajahnya.
"Ohh.." jawab Zemira dengan senyum mengejek di wajahnya. Carina memperhatikannya.
"Gak usah lebay gitu, La." Carina mengibaskan tangannya di depan Syaquilla. "Syaquilla ini anaknya memang suka merendah, Aunty. Padahal dia ini seorang pengusaha loh." Ucap Carina dengan nada bangga. Ia tidak ingin sahabat baiknya diejek begitu saja oleh wanita seperti Zemira.
"Maksudnya?" Zemira memandang Carina dan Syaquilla bergantian.
"Loh, Aunty lupa? Waktu kita pertama kali ketemu lima tahun yang lalu? Kita kan ketemu di ulang tahunnya adik Syaquilla." Carina mengingatkan. Entah Zemira yang tidak menyadari siapa Syaquilla sebenarnya atau memang wanita itu mengira Syaquilla hanyalah sekedar 'sahabat baik' bagi Carina seperti hanya Meyra yang tempo lalu juga ada di acara tersebut. "Syaquilla ini putri sambung dari adik kembar uncle Gilang. Dia putri sulung Adskhan Levent. Pemilik Coskun Company. Aunty tahu kan, Coskun Company?" Carina menatap Zemira. Wanita itu membelalak tak percaya. Dalam hati Carina tersenyum senang. 'Kalah telak kan, loe'. Ucapnya dalam hati.
"Dan keluarganya juga yang selama ini menjadi donatur di beberapa yayasan amal dan juga rumah sakit." Lanjutnya masih dengan maksud mengejek wanita itu.
"Oh, begitu." Ucap wanita itu dengan wajah memucat.
"Iya, begitu." Jawab Carina dengan nada yang sama seperti ucapan Zemira.
"Kalian?!" Seruan itu membuat keempat orang yang ada disana berpaling pada si pemilik suara. Caliana dengan perut besarnya tampak melambai-lambaikan tangan. "Ayo kesini, acara doanya mau dimulai." Keempatnya mengangguk. Carina mengajak Syaquilla, membiarkan kedua orang dewasa di belakangnya berjalan mengikuti mereka.
"Kamu kenapa sih, Rin? Kok gitu amat?" Tegur Syaquilla dengan bisikan pelan.
"Biarin aja. Biar tuh medusa mikir. Emangnya dia pikir aku rela apa uncle aku sama dia? Aku gak rela kali. Mana dia terang-terangan ngejek kamu."
"Tapi gak usah se frontal itu juga, kan?"
Carina hanya mengangkat bahu. Mereka sudah berada di ruang tengah yang telah berubah menjadi tempat lesehan dimana karpet-karpet tebal digelar dan makanan-makanan di sajikan. Seorang ustadz yang sudah diundang oleh Oma Nurma sudah bersiap memberikan wejangan dan doa.
Syaquilla masih berada di rumah kediaman Gilang dan sedang membantu para asisten rumah tangga untuk membereskan bekas-bekas makanan para tamu. Sementara para pria pergi beriringan menuju masjid terdekat untuk melakukan solat berjamaah.
"Kamu nginep disini?" Tanya Carina yang juga sedang membawa piring kotor di tangannya.
"Engga, aku pulang aja." Jawab Syaquilla seraya meletakkan piringan itu di meja bar yang nantinya akan dicuci oleh para asisten.
"Kok? Kenapa gak nginep? Aku juga nginep, gak balik ke apartemen."
"Masih ada kerjaan." Jawab Syaquilla santai.
"Ada kerjaan atau..." Carina menjeda ucapannya.
"Carin, apaan sih."
"Ya habisnya, kamu tuh kalo ada 'dia' berubah jadi gak asyik tau gak sih." Gerutunya. Syaquilla tersenyum.
"Kan kamu tahu alasannya."
"Trus mana jiwa Syaquilla yang dulu? Katanya mau berjuang?"
"Syaquilla yang itu udah pergi sejak lima tahun yang lalu, Rin." Jawab Syaquilla dengan nada sendu.
"Ayolah, La. Apa salahnya berjuang lagi." Rengek Carina. Ia jelas tidak bisa membiarkan dua orang yang dicintainya seperti ini.
"Rin..." Syaquilla berhenti dari kegiatannya. Ia memandang Carina yang juga memandang Syaquilla dengan tatapan tajamnya. "Kamu tahu kalau sejak lima tahun yang lalu semuanya sudah berubah. Aku bukan Syaquilla yang dulu. Tidak ada lagi yang bisa aku banggakan kepadanya. Tidak ada lagi yang bisa aku pertahankan dari dia. Dia lebih pantas untuk orang lain." Syaquilla lagi-lagi tersenyum sedih.
"La..."
"Rin.. please..." Mohonnya. Carina mengangkat tangan, tanda dia menyerah. Syaquilla dan kekeraskepalaannya bukan sesuatu yang bisa Carina lawan.
Syaquilla melipat mukenanya dan meletakkannya di atas tempat tidur Carina. Setelahnya ia merapikan kembali kerudungnya ia membereskan barang bawaannya dan bersiap pulang.
"Beneran mau pulang, La?" Carina yang sedang memainkan ponselnya kini terfokus pada Syaquilla.
"Iya, Rin. Anterin yuk." Bujuk Syaquilla dengan manja.
"Enggak ah, capek. Disini aja nginep." Carina balik membujuk. Syaquilla memberengut. Ia tahu bahwa ayah dan ibunya sudah pergi setelah magrib tadi karena mengira Syaquilla akan menginap di kediaman Gilang.
"Rinn..." Rengeknya lagi.
"Minta anterin aja sama uncle. Dia pasti mau kok." Carina masih tak mau kalah. Gadis itu malah berbaring dan memunggungi Syaquilla.
"Ya udah deh." Jawab Syaquilla. Carina tersenyum dan berbalik. Merasa kalau dirinya sudah menang dari Syaquilla. Namun ternyata perkiraannya salah. Gadis itu terus saja melenggang meninggalkan kamar.
"Lho, La. Mau kemana?" Teriak Carina.
"Pulang, naek taksi online." Jawabnya tanpa menoleh sedikitpun. Carina mencak-mencak. Dengan cepat ia meraih jaket dalam lemari dan kunci mobil dari dalam tas nya. Ia mengejarnya dan bermaksud mengantarkan Syaquilla, namun langkahnya terhenti di tangga.
"Gilang, tolong anterin bu dokter ya." Terdengar suara Nurma memanggil Gilang. "Lho, Sayang. Kamu mau kemana?" Pertanyaan itu kini beralih pada Syaquilla.
"Pulang, Oma."
"Kenapa pulang, Oma pikir kamu mau nginap disini."
"Engga, Oma. Ada kerjaan yang mesti Qilla kerjain. File nya Qilla tinggalin di rumah. Jadi Qilla mau pulang aja." Tutur Syaquilla lagi.
"Kamu pulang naik apa? Papa sama Mama kamu udah pulang duluan. Mereka pikir kamu mau nginep."
"Qilla naik taksi online aja, Omma." Jawabnya lagi dan mencium tangan neneknya.
"Pulang sama Uncle aja." Gilang menjawab dari sisi lain ruangan.
"Gak usah, Uncle. Qilla udah pesan via aplikasi." Tolaknya halus. Dia kemudian berjalan menuju pintu. Namun Gilang mencegahnya.
"Uncle antar. Gak baik malem-malem naik taksi online." Gilang memegang lengan Syaquilla dan menuntunnya menuju pintu depan.
Zemira yang tengah menunggu Gilang mendadak kehilangan senyumnya ketika melihat Gilang menuntun Syaquilla. "Kok?" Tanyanya memandang Gilang dan Syaquilla bergantian. Syaquilla yang merasa tak enak langsung melepas tangan pamannya.
"Uncle anterin Aunty aja. Qilla naik taksi online aja."
"Gak bisa. Lagian barang punya kamu masih ada di mobil uncle. Dan uncle juga ada perlu sama Papa kamu. Jadi sekarang masuk ke mobil. Cancel aja orderannya." Perintahnya lagi.
Tak ingin menambah masalah, Syaquilla membuka pintu belakang mobil. Memberi peluang pada Gilang dan Zemira untuk bisa lebih dekat. Sekilas Syaquilla merasakan tatapan tajam dari Gilang ke arahnya. Namun sebaliknya, sebuah senyuman tampak di wajah Zemira.
Syaquilla memilih bermain dengan ponselnya. Selama perjalanan selalunya Zemira yang memulai pembicaraan. Sementara Gilang hanya menjawab seadanya saja. "Setelah habis kontrak ku dengan rumah sakit yang sekarang. Aku juga akan pindah ke rumah sakit tempat kamu bekerja. Nanti kita bakal sering ketemuan lagi ya, Lang." Syaquilla melijat wanita itu menyentuh bahu Gilang dengan mesra, mau tak mau ada rasa cemburu memenuhi dadanya.
Sementara Zemira memilih untuk bekerja di rumah sakit yang sama dengan Gilang guna lebih dekat dengan pria itu. Maka Syaquilla memilih untuk beralih rumah sakit tempat ia biasa melakukan pemeriksaan guna menghindari pria itu.
_________
Baiknya sebelum baca cerita ini, baca dulu kisah emak bapaknya di Caliana, Bukan Istri Cadangan.
Jangan lupa untuk tap ♥️ ceritanya, follow penulisnya dan pantau informasinya di story ig Restianirista.wp ya