Ayu sangat sibuk di butiknya siang ini. Asisten pribadinya sedang menemui klien di luar, karena dua karyawan kepercayaanya sedang mengambil cuti, Ayu tidak ikut dengan Maya, asisten pribadinya itu, yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
Saat sedang sibuk dengan pekerjaannya, dia melihat sepasang suami istri yang berjalan menuju ke meja kerjanya. Ayu mengenal sosok pria yang berada di sisi wanita yang masuk bersama ke dalam butik. Sosok pria yang pernah menorehkan luka cukup dalam di hidupnya, hingga menumbuhkan rasa trauma yang berkepanjangan terhadap pria lain di sekitarnya.
Sebelas tahun telah berlalu dari masa kelam itu. Namun, kenangan pilu itu tidak sedikit pun terhapus dari memori Ayu, karena perbuatan pria yang kini baru saja masuk ke dalam butiknya. Kini, manusia b***t itu muncul di depan matanya lagi, dan terlihat baik-baik saja, seolah masa kelam yang dia ciptakan bukan apa-apa, atau mungkin dia lupa jika kenakalan di masa remajanya telah menghancurkan masa depan seorang gadis.
“Kenapa berhenti sih? Ayo ikut ke sana, baju kamu juga jadi hari ini, kan besok mau kita pakai ke pertemuan kantor, Mas! Apa kamu gak mau mencoba?” ucap wanita itu dengan kesal saat sang pria memilih menghentikan langkahnya dan tidak mau menjawab pertanyaan sang istri, ketika melihat wanita yang selama ini dia cari, wanita yang telah dia hancurkan hidupnya dulu saat masih remaja.
Wanita itu meninggalkannya, karena tahu tabiat suaminya itu. Pasti suaminya tidak mau mencobanya, dan selalu terserah dirinya mau pakai baju seperti apa. Wanita itu dengan perasaan sedikit kesal akhirnya menemui Ayu sendirian, meninggalkan suaminya yang masih saja berdiri terpaku di sana.
“Selamat siang, Mbak, Saya mau ambil baju yang saya pesan seminggu yang lalu, katanya jadi hari ini?” ucap Seorang wanita yang akhirnya dia menemui Ayu sendiri, karena sang pria memilih untuk berdiri jauh dari meja Ayu.
“Oh iya, kalau boleh tahu atas nama siapa, ya? Dan bisa tunjukkan kwitansi untuk pengambilannya?” ucap Ayu, perempuan berambut cokelat sebahu, yang terlihat begitu anggun.
Dia mencoba mengabaikan pria yang tadi berjalan di sisi wanita yang sekarang sedang berada di depannya. Dan, pria itu masih terus memerhatikannya dari jarak cukup jauh.
“Atas nama Syakila Maulida, Mbak, dan ini kwitansi untuk pengambilannya,” jawabnya sambil memberikan selembar kwitansi untuk pengambilan.
“Baik, tunggu sebentar saya cek dulu, ya?” ucap Ayu sambil mengetik sebuah nama dan melihat kwitansi itu untuk melihat kode pelanggannya.
“Oh iya, pesanannya sudah siap. Gaun dan setelan jas ya, Mbak?” ucap Ayu.
“Iya benar, Mbak,” jawab Syakila.
“Mohon menunggu sebentar ya, Mbak. Saya hubungi karyawan saya di bagian belakang untuk menyiapkan baju milik mbak,” ucap Ayu, lalu ia menghubungi karyawan yang ada di dalam.
Pria di sana masih tetap berdiri dengan menatap Ayu, dan sesekali pria itu melihat-lihat busana yang ada di etalase dan rak display untuk menghindarai tatapan Ayu. Sedangkan Ayu, dia menyibukkan dirinya sambil menunggu pesanan atas nama Syakila diantar ke depan oleh karyawannya.
Ayu melihat pintu butik terbuka lagi, dia melihat gadis kecil yang masuk ke dalam, siapa lagi kalau bukan Alina, sang putri kesayangannya yang baru pulang sekolah. Gadis kecil yang cantik, lincah, lucu, menggemaskan, dengan rambut yang dikepang dua. Seperti biasa, ketika melihat Ayu, dia langsung berlari ke arah Ayu.
“Mami ... awwh!” pekik Alina terjatuh saat dia ingin berlari mendekati Ayu, tapi malah menabrak pria itu yang baru saja memutar badannya untuk keluar dari butik.
“Alina!” pekik Ayu, lalu dia berlari ke arah Alina yang jatuh.
“Eh ... maaf, Nak. Kamu tidak apa-apa?” tanya pria itu lalu menunduk untuk menolong Alina.
“Ayo Alina!” Ayu langsung membopong tubuh Alina, sebelum Alina tersentuh oleh pria itu.
“Sakit, Mami ....”
“Kamu sih gak hati-hati, ada orang main trabas saja? Ayo minta maaf sama omnya,” ucap Ayu.
“Maaf ya, Om?” ucap Alina.
“Kamu sih berdiri di sini saja, kan anak ini jadi nabrak kamu, Mas!” ucap Syakila.
“Sudah, Mbak. Gak apa-apa kok Alinanya,” ucap Ayu.
“Ini anaknya, Mbak?”
“Iya, ini anak saya, Mbak,” jawab Ayu.
“Cantik dan manis sekali kamu, Nak? Umur berapa Mbak?” tanya Syakila.
“Sepuluh tahun, Mbak, saya ke dalam dulu, itu juga bajunya sudah disiapkan,” ucap Ayu.
Ayu bergegas pergi dari hadapan mereka dengan menggendong Alina. Ayu membawa Alina masuk, dan menyuruh Alina menganti bajunya, lalu bersiap untuk makan siang, karena Ayu sudah menyiapkan makanan kesukaan putrinya itu.
Sedangkan pria itu, yang tak lain adalah Azmi, pria b***t yang membuat trauma pada hidup Ayu tercengang mendengar perkataan Ayu, kalau anak itu sekarang berumur sepuluh tahun.
“Mami urus depan dulu, ya? Kamu bersih-bersih, lalu makan, mami sudah siapkan makanan kesukaan kamu. Lain kali hati-hati, Nak. Mana tadi yang sakit?”
“Cuma siku sama lutut saja, gak sakit banget, Mi,” jawabnya.
“Ya sudah bersih-bersih dulu gih!” peritah Ayu, lalu dia kembali keluar.
Ayu kembali mengurus kliennya tadi.
Dia harus bersikap profesional, meski suami dari kliennya tadi adalah masa lalunya yang kelam. Ayu dengan dibantu karyawannya menunggu mereka mecoba baju yang dipesannya.
“Ini sangat cantik sekali gaunnya, Mbak. Saya selalu puas langganan di sini, ini sudah kesekian kalinya saya puas dengan pelayanan butik ini, benar kata ibu mertua saya, di sini kwalitas bahan dan hasilnya sangat bagus,” puji Syakila dengan memperlihatkan gaun yang ia coba, memang begitu cantik sekali dia memakai gaun rancangan Ayu.
Mertua? Apa selama ini ibu dari pria itu sering membuat gaun di butiknya? Namun, Ayu menepiskan semua itu, biar saja ibu mertuanya selalu ke sini, toh dia tidak tahu menahu soal Ayu dan anaknya.
“Syukurlah kalau Mbak puas dengan pelayanan butik kami.”
“Mas, jas kamu tidak mau dicoba?” ucap Syakila.
“Tidak usah!” jawabnya ketus.
“Kebiasaan selalu seperti itu!” cebik Syakila lirih.
Setelah Syakila mencobanya, Ayu menyiapkan gaun dan setelan jas itu. Ia membungkusnya dengan begitu rapi. Lagi dan lagi Azmi terus memandangi Ayu. Ayu semakin takut, takut karena nanti Azmi tahu kalau Alina itu anaknya.
“Ini gaunnya, Mbak. Untuk pelunasan langsung ke kasir sebelah sana ya, Mbak?” ucap Ayu.
“Iya, Mbak. Terima kasih, saya benar-benar puas buat gaun di sini. Oh iya minggu depan saya akan ke sini lagi. Saya mau buat gaun untuk acara anniversary pernikahan saya yang ke-4 tahun, bulan depan. Bisa kan, Mbak?” ucap Syakila.
“Iya, bisa. Bisa banget, Mbak,” jawab Ayu.
“Baiklah kalau begitu, nanti saya ke sini lagi minggu depan, saya juga mau cari referensi dulu, seperti apa gaun yang saya inginkan nanti,” ucap Syakila.
“Iya, boleh. Nanti bisa pilih di katalog sini, seperti apa modelnya, banyak model terbaru pekan ini, Mbak,” ucap Ayu.
“Baiklah, saya pamit dulu ya, Mbak?” ucap Syakila, lalu ia ke kasir, membayar pelunasan gaun yang ia pesan tadi.
Azmi masih terus memandangi Ayu dengan tatapan sendu dan penuh penyesalan. Ayu yang melihat Azmi, dia langsung manundukkan pandangannya. Dia takut Azmi memandanginya dengan tatapan seperti itu. Ayu lega sekali saat melihat mereka pulang.
“Aku gak akan membiarkan dia tahu soal Alina. Alina putriku! Hanya putriku!” ucapnya dalam hati.