Lima - Kedatangan Azmi Lagi

1204 Words
Siang ini Ayu cukup sibuk dengan pekerjaannya. Kesibukan memang sudah menjadi rutinitas Rindang Ayu Maeta, seorang perempuan yang sudah mengganti namanya menjadi Ayu Utami. Usahanya yang ia bangun mulai dari kecil, sekarang sudah berkembang dan bertambah besar. Nama butiknya sudah terkenal di mana-mana, bahkan istri pejabat, istri pengusaha, dan konglomerat lainnya sudah kenal dengan butik milik Ayu. Tak jarang Ayu pun sering mendapat pesanan dari oran teranama juga, seperti para selebritis terkenal juga pun sering memesan gaun di tempat Ayu. Seperti saat ini, Ayu sedang disibukkan dengan pesanan milik Selebritis ternama. Yang sudah menjadi klien tetap Ayu. Jadi Ayu tidak mau mengecewakannya, dia benar-benar teliti membuat gaun yang sangat mewah dan mahal itu. “Mbak, hari ini suplier kain datang, terus aku mau keluar mau ketemu sama klien. Mbak tahu Artis kemarin yang ke sini, kan? Dia gak bisa datang ke sini, jadi aku saja yang ke sana menemui, mau bagaimana permintaannya,” ucap Maya yang menghampiri Ayu di dalam ruangannya. “Boleh, pergilah dan hati-hati bawa mobilnya. Mbak bisa minta tolong nanti kalau pulang sekalian mampir ke sekolahan Alina? Jemput Alina sekalian, ya? Sopir kan lagi kirim seragam ke Pabrik. Mbak sibuk sekali, May,” ucap Ayu. Bukan hanya butik yang menyediakan gaun-gaun mahal. Ayu juga menerima pesanan seragam dari Pabrik dan Seragam Kantor lainnya. Ada karyawan yang memang ditugaskan untuk membuat seragam kantor atau pabrik. Karena Ayu pernah ikut konveksi rumahan, dan awalnya dia hanya menjadi penjahit biasa, sebelum ia memperdalam bakatnya itu, yang sekarang menjadi perancang busana. “Siap, Mbakku!” jawab Maya. “Maaf, ya, Mbak merepotkan kamu, mbak lagi sibuk sekali. Kamu tahu kan gaun ini dua hari lagi mau diambil pemiliknya?” ucap Ayu. “Santai saja, Mbak. Lagian aku ketemu klien satu arah kok sama sekolahan Alina, jadi sekalian saja,” ucap Maya yang sudah menganggap Ayu adalah keluarganya sendiri. “Ya sudah kamu hati-hati ya, May?” Maya pun akhrinya pergi meninggalkan butik yang sudah hampir lima tahun ini menjadi tempatnya mencari nafkan dan bisa membanti perekonomian keluarganya yang terbilang sangat sederhana itu. Sepeninggalan Maya, Ayu masih disibukkan dengan gaun milik selebritis ternama dengan para tim nya di ruangan. Mereka sibuk dengan tugasnnya masing-masing, dan mereka bekerja dengan sangat hati-hati. Tidak mau ada sedikit salah, karena kliennya sedikit cerewet dan teliti sekali. “Bu Ayu, ada tamu di depan,” panggil karyawan Ayu. “Oh, iya, sebentar,” jawab Ayu. “Tolong selesaikan bagian ini dulu, ya? Saya ke depan,” pamit Ayu pada beberapa karyawan di dalam ruangannya itu. Ayu keluar dari ruangannya, dia melihat sosok pria yang berdiri tegap dengan melihat-lihat gaun yang Ayu display di etalase khusus. Ayu tahu siapa pria itu. Jantung Ayu berdegup sangat kencang, ia begitu takut untuk menghadapi pria itu yang datang lagi ke butiknya. Siapa lagi kalau bukan, Azmi. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Ayu. Dengan susah payah Ayu berusaha bersikap profesional kepada kliennya. Meski saat ini dia begitu sulit untuk melakukannya. Tubuhnya kembali dibuat gemetar kala pria itu berbalik badan menatap dirinya dengan tatapan tajam. Pria itu bergeming, tetapi netranya terus saja tertuju pada wajah yang kini terlihat lebih cantik dan anggun dalam balutan dress biru muda dengan lengan tiga perempat dan panjang selutut, yang memberikan kesan begitu anggun saat dipakai Ayu. “Maaf, Tuan, ada yang bisa saya bantu?” tanya Ayu lagi, saat tidak ada jawaban dari pria yang memakai setelan jas lengkap, degan dasi yang melingkar indah di lehernya. Membuat pria itu tampak gagah dan tampan. Ya, tampan, Ayu memang sempat mengagumi sosok Azmi yang sangat tampan itu, tapi itu dulu, sebelum Azmi mengubah hidup Ayu menjadi mimpi buruk. “Apa kabar, Rindang?” tanya pria itu dengan suara yang tercekat. Jantung Ayu berdetak lebih cepat saat nama Rindang lolos begitu saja dari mulut pria itu. Ayu memundurkan langkahnya, hingga tubuh rampingnya itu menabrak meja yang ada di belakangnya. Tubuh Ayu kembali dibuat bergetar kala kejadian demi kejadian di masa kelamnya dulu kembali terlihat jelas diingatannya. Ia mengingat semuanya, bagaimana dulu Azmi melakukan perbuatan keji itu kepada dirinya, dan ingat dengan ucapan pedas Azmi kala itu. Belum juga saat Azmi mengingkari bahwa dialah sang pelaku pelecehan yang sampai membuat Ayu hamil, dan dikeluarkan dari sekolahan secara tidak hormat. Ayu kembali mengingat semua itu, namun Ayu sadar dirinya harus bersikap profesional kali ini, karena berada di dalam tempat kerjanya. “Maaf, Tuan, anda salah orang. Di sini tidak ada yang namanya Rindang. Jika tidak ada kepentingan lain, silakan pergi, karena saya sedang sibuk di dalam,” ucap Ayu, meski hatinya masih tidak tenang. Azmi hanya tersenyum menanggapi jawaban dari Ayu. “Kamu mungkin bisa menipu semua orang di dunia ini, Rindang. Tapi, tidak denganku. Azmi Fahriza tidak akan pernah salah mengenali orang!” jawabnya dengan penuh keyakinan. “Benar kah begitu? Jika seperti itu, lalu kenapa dulu sampai salah menilai orang?” Entah mendapat kekuatan dari mana, Ayu bisa berkata seperti itu. Ayu mengucapkannya dengan raut wajah penuh dengan kekecewaan. “Waktu itu aku tidak .....” “Cukup! Tidak usah diteruskan! Semua sudah berlalu, pergilah! Anggap saja kita tidak pernah saling kenal satu sama lain. Dengan begitu, kita bisa hidup dengan baik, dengan versi diri kita masing-masing tanpa harus mengingat masa lalu yang tak pantas untuk diingat kembali!” potong Ayu dengan tegas. “Rindang, aku mohon, beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya. Aku mohon, Ayu ...,” ucap Azmi dengan raut wajah penuh penyesalan. “Menjelaskan? Apa yang harus dijelaskan lagi? Lagi pula, semua sudah berlalu, jangan pernah ungkit lagi. Pergilah, aku sibuk!” ucap Ayu dengan mengusir Azmi. “Aku mohon, Rindang,” ucap Azmi dengan raut wajah penuh permohonan dan memelas pada Ayu. “Berhenti memanggilku Ridang! Tidak ada yang namanya Rindang di sini! Rindang sudah mati saat kamu dengan kejamnya merampas satu-satunya yang paling berharga yang dia punya! Rindang sudah mati saat kamu bilang kalau dia adalah w************n! Rindang sudah mati sejak kamu mengingkarai jika kamulah pria b***t yang telah membuatnya hamil! Jadi saya mohon kepada Anda, Tua, jangan mencariya lagi, dan sekarang pergilah! Aku mohon, pergilah dari hidupku!” sarkas Ayu, ketika Azmi terus memanggilnya dengan sebutan Rindang. Mendapat ucapan seperti itu dari Ayu, jantung Azmi kembali terasa hilang dari tubuhnya. Apalagi melihat tatapan penuh luka dan kehancuran di mata Ayu untuk kedua kalinya. Yang pertama, dulu saat Azmi mengingkari jika dirinya lah ayah dari janin yang Ayu kandung. Dan, yang kedua, saat ini. Saat Azmi kembali datang dengan membawa sebongkah luka yang sudah berhasil Ayu sembuhkan, lalu kin Azmi membuat luka itu kembali menganga. “Oke, aku aka pergi. Tapi ingat, aku aka tetap kembali ke sini, sampai kamu mau bicara denganku.” Azmi akhirnya mengalah untuk pergi. Dia tahu jika Rindang atau Ayu tidak akan semudah itu menerima dirinya meski hanya untuk sekadar berbicara dan meminta maaf padanya. Akan tetapi, Azmi tidak akan pernah menyerah sampai Ayu mau mendengarkan semua yang ingin dia sampaikan sejak sebelas tahun yang lalu. Termasuk permintaann maaf yang sejak sebelas tahun yang lalu ingin dia sampaikan pada Ayu. Bahkan Azmi berniat untuk bertanggug jawab, tetapi melihat reaksi Ayu saat ini, sepertinya Azmi hrus sedikit bekerja lebih keras lagi untuk bisa berbicara dengan Ayu dari hati ke hati. Setidaknya, sampai Ayu mau mendengarkan semua yang ingin Azmi sampaikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD