Happy Reading
Suara decapan memenuhi ruangan berukuran 5x6 meter itu. Valen mencium penuh gairah wanita di bawahnya, cahaya lampu temaram membuat wajah cantik wanita itu terlihat mempesona.
Dorongan hasrat semakin kuat membuat Valen tidak bisa tahan lagi. Pengaruh alkohol juga membuat juniornya tegang sejak tadi.
"Kamu siap?" bisik Valen sensual.
Kinan tertegun, pesona pria asing ini benar-benar luar biasa. Wanita itu hanya mengangguk karena gairah telah menyelimutinya.
Malam itu, dua orang saling asing menyatu, jerit desah mengalun di ruangan temaram tersebut.
***
Valen membuka matanya perlahan, kepalanya terasa begitu pusing dan berat. Perlahan dia berusaha menggerakkan tubuhnya, tetapi gerakannya yang halus terasa menggesek sesuatu yang lembut. Valen langsung membuka matanya lebar-lebar dan dia menoleh ke samping.
Kali ini bukan hanya matanya yang melotot sempurna, tetapi jantungnya berdetak dengan keras. "Sial, aku benar-benar tidur dengan wanita ini? Ternyata itu bukan mimpi," batinnya.
Valen ingat dengan samar, meskipun dia mabuk berat, tetapi secuil ingatannya masih mampu membuatnya mengingat kejadian semalam. Dari yang melihat pertengkaran seorang wanita yang diselingkuhi dan dia yang memberikan kartu kreditnya untuk wanita itu karena merasa jika wanita itu menarik dan Valen mengatakan jika dia ingin dilayani.
"Arrgk!" Valen menjambak rambutnya. Lepas sudah perjakanya semalam. Valen ingat sedikit demi sedikit, dia menawarkan sebuah hubungan semalam dengan kartu kreditnya pada seorang wanita yang tengah membutuhkan uang.
Jelas sekali Valen ingat percakapan wanita itu dengan temannya. Tetapi dia masih tidak menyangka kalau semuanya jadi seperti ini. Apakah dia menyesal?
Velan meraba hatinya, hati yang sudah patah karena ditinggal wanita yang dicintainya menikah, membuatnya khilaf dengan mendatangi tempat ini. Dia merasa tidak menyesal sama sekali. Entahlah, apakah karena hati Valen terlanjur remuk redam karena Vanessa, membuatnya melakukan hal gila dengan pikiran yang kacau.
"Euhmm."
Valen menoleh ketika mendengar wanita asing di sampingnya itu melenguh. Entah kenapa tiba-tiba Valen penasaran dengan rupa wanita yang telah mengambil perjakanya. Wanita itu tidur membelakanginya. Kulitnya putih, mulus, rambutnya yang hitam jatuh di atas bantal. Wangi sampo yang menguar membuat inti Valen mengedut.
"Sial, kenapa aku merasa terangsang hanya karena melihat tubuhnya dan mencium aroma samponya," gumamnya.
Valen tidak berani membangunkan wanita itu. Dia akan pergi setelah ini, Valen akan menuliskan pasword kartu kredit yang telah dia berikan dan mereka tidak akan ada hubungan apa-apa lagi. Ya, anggap saja malam itu hanya one night stand atau kekhilafannya?
Khilaf? Valen tahu itu. Dia memang Khilaf, sebagai seorang pria yang menyandang nama Xanders di belakangnya, Valen memang terkenal dengan nama baiknya dan juga sikap sopan santunnya yang begitu berwibawa. Lalu, bagaimana bisa dia harus mencoreng nama baiknya dengan melakukan khilaf sesaat seperti ini?
Valen tidak akan berhubungan dengan wanita itu lagi, ini hanya hubungan semalam dan bisa dipastikan mereka tidak akan pernah bertemu lagi.
Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Valen tahu jika itu adalah nada deringnya. Pria itu melihat ponselnya di atas nakas dan dengan malas Valen mengambilnya.
Nama "Mami" tertera di layar. Valen tahu, pasti Maminya mencarinya karena semalam tidak pulang.
"Halo, assalamualaikum?"
"Waalaikumsalam. Valen, kamu di mana?" Suara Maminya terdekat di seberang, terdengar khawatir.
Pria itu melihat sekeliling, kamar dengan nuansa gelap itu membuatnya tertegun.
"Aku nginap di rumah Rama, Mi. Setelah ini aku akan pulang."
Maafkan Valen yang kali ini harus berbohong. Dia berdoa dalam hati, semoga saja perbuatannya ini tidak diketahui oleh siapapun.
"Oh, Mami khawatir, Vanessa telepon Mami barusan, katanya kamu semalam pergi nggak pamit. Mami kira kamu nginap di rumah Juna. Kan sekarang Juna sudah nikah, nggak pantes kamu nginap di sana."
Ya, setelah Arjuna menjadi pacar Vanessa, tentu saja Juna juga menjadi sahabatnya.
"Nggak kok, Mi. Valen ada di rumah Rama. Udah dulu, ya? Valen mau mandi terus pulang."
"Ya sudah, Mami tunggu di rumah. Kamu dicari Brian, cepat pulang, ya? Brian barusan datang."
"Iya, Mi. Valen tutup dulu, assalamualaikum."
Setelah itu Valen mengakhirinya panggilannya, dia meletakkan ponselnya dan menoleh ke samping.
Valen tertegun, wanita itu ternyata sudah membuka matanya. Matanya hitam pekat dengan bulu mata tebal dan lentik, seperti ditambal sulam, tetapi rasanya itu memang bulu mata asli. Valen menatap bibirnya, mungil dan tipis, tetapi bagian atasnya sedikit bengkak. Valen ingat, semalam dia menghisap kuat bibir itu.
Entah kenapa Valen merasa sedikit canggung, mungkin karena dia belum pernah melakukan hubungan intim dengan seorang wanita sehingga membuat Valen berdebar-debar.
"Kamu sudah bangun?" tanya Valen berusaha menguasai diri.
Kinan mengangguk pelan, entah kenapa tiba-tiba dia merasa tidak nyaman dengan tatapan Valen. Pria itu terlalu tampan, memiliki karisma yang membuatnya langsung tertarik, tetapi aura dingin masih menyelimutinya membuat Kinan merasa jika pria yang mengambil kesuciannya ini bukanlah orang biasa.
"Aku mau mandi," ujar Kinan berusaha bangun. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh bagian atasnya dan mencari pakaiannya.
Valen sendiri langsung memakai celana bokser yang tergeletak di samping ranjang saat Kinan tidak melihat. "Pakai saja selimutnya, aku sudah pakai celana," ujar Valen.
Kinan menoleh sekilas, kemudian dia mengangguk lagi dan mengambil selimut itu untuk membelit tubuhnya. Kinan memunguti pakaiannya dan membawanya ke kamar mandi.
Valen yang tidak ingin berurusan dengan wanita itu memilih untuk pergi. Dia memakai pakaiannya dan akan mandi di kamar yang baru. Valen akan menyewa kamar lagi karena dia harus cepat-cepat pulang. Bukan karena Valen sedang ditunggu Brian, tetapi dia ingin menghindari wanita itu.
Namun, sebelumnya dia harus mencari pena dan kertas untuk menulis pasword kartu kreditnya. Saat Valen menoleh ke arah ranjang, pria itu terkejut karena melihat noda merah di atas sprei berwarna putih itu.
Jelas Valen tahu itu artinya. Wanita yang semalam melayaninya ternyata masih perawan. Valen tidak ingat pasti karena dia di bawah pengaruh alkohol, tetapi noda merah itu sudah membuktikan jika wanita itu masih segel dan suci.
"Sial, sial, sial!" Valen kesal sekaligus ada perasaan aneh di hatinya. Bukankah itu artinya dia juga yang pertama untuk wanita tersebut?
***
Sementara di dalam kamar mandi, Kinan merasa bagian intinya sangat perih, dia bahkan hampir tidak bisa berjalan tadi, tetapi Kinan tahan, berusaha tidak memperlihatkan kepada pria yang telah mengambil kesuciannya semalam.
Kinan tahu jika setelah ini kehidupannya tidak akan sama lagi dia sudah tidak suci dan dengan sadar dia menjual kesuciannya kepada pria asing yang dia temui di klub malam. Pria itu menawarkan sejumlah yang sangat besar dan entah kenapa dia tidak bisa menolaknya.
Mungkin karena efek patah hati dan juga kebutuhan uang yang mendesak karena ibunya harus segera dioperasi, Kinan benar-benar mengambil jalan pintas itu.
"Sakit, perih." Perlahan air matanya turun, Kinan terisak di bawah kucuran air shower yang hangat. Sakit hatinya karena penghianatan Dimas dan Aruna yang buatnya khilaf.
"Semoga setelah ini aku bisa kuat menjalani kehidupan!"
Bersambung