Plak! Tamparan yang kedua akhirnya mendarat juga di pipiku. Kali ini aku tidak menutup pipiku setelahanya. Membiarkan Mama untuk menamparku lagi dan lagi. Aku juga meminta Prili untuk tidak menghalanginya. Aku ingin Mama menuntaskan segala kekasalan dan amarahnya. Aku berharap, semoga semua dosa-dosa dan kesahalanku bisa terampuni oleh karenanya. Prili menangis kejer, tak tega melihatku yang meringis menahan sakit dan tak terasa air mataku bercucuran, walau bukan karena sakit atas tamparan Mama. Dalam waktu yang bersamaan, ketika Mama masih mengelurkan sumpah serapahnya yang tidak dengan suara lantangnya, si ganteng Patria, berlari keluar dari kamar dan langsung menghambur ke arahku. Tampaknya tidar dia terganggu dengan segala keributan dan kekacauan yang ada. Patria langsung menangi